Mohon tunggu...
Gunandar Priyo
Gunandar Priyo Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kegagapan Mengatasi Kekeringan

14 Agustus 2018   19:36 Diperbarui: 14 Agustus 2018   19:37 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Setelah sebagian besar wilayah Jawa, kini ancaman gagal panen akibat kemarau pun melebar hingga ribuan hektare sawah di Sumatera. Dan kita, seperti negeri yang tidak punya ketergantungan pada padi saja. Sepi tak berbunyi. Padahal, semestinya ada semacam gerakan besar untuk mengantisipasi dampak dari perubahan alam ini. Kita memang tak mampu melawan musim, tapi kita bisa menyiasatinya agar kebutuhan pangan nasional tetap aman. Namun, apa mau dikata? Bahkan otoritas yang mengurusi soal ini, yakni Kementerian Pertanian, pun gagap dalam penanggulangan.

Di sejumlah media, dapat kita ikuti beritanya. Para pejabat di kementerian itu memang diperintahkan untuk turun langsung mengatasi kekeringan di berbagai daerah. Tapi jangan keburu salut. Sebab ini sudah kepalang tanggung. Berita potensi gagal panen sudah beredar sejak akhir Juli. Seharusnya tak perlu menunggu laporan media untuk mengantisipasinya. Apakah perkiraan cuaca dari BMKG diabaikan? Atau, tak adakah pejabat Kementan yang memahami bahwa kemarau yang berdampak pada pertanian adalah keniscayaan tak tersangkal akibat letak geografis negeri kita?

Langkah penyelesaian masalah yang ditempuh lagi-lagi bersifat mendadak. Seakan-akan di masa-masa lalu tak pernah ada kemarau. Lihat saja. Seperti, mempercepat tanam pada daerah yang belum terkena kekeringan. Persoalannya, bagaimana jika daerah itu esok terlanda kekeringan juga? Apakah diabaikan lagi? Kemudian, setelah terendus media, buru-buru bikin solusi yang terkesan dahsyat tapi keropos dan tidak tahan lama?

Kementan pun berencana menebar penggunaan bibit padi khusus untuk lahan kering. Nah, mari kita tanyakan. Apakah bibit tersebut disubsidi atau tidak? Termasuk pada langkah Kementan berikutnya, yaitu menerapkan mekanisasi dan teknologi penyediaan air. Bagaimana bentuknya? Entahlah. Yang jelas, jangan sampai petani kembali dibebani dan mesti merogoh kocek dalam-dalam untuk mendapatkan bibit tersebut. Tambah sengsara.

Ditambah, jika kita belajar dari segala yang sudah terjadi, Kementan kerap tak transparan dalam pemberian subsidi. Harus diamati betul. Apalagi bila mempertimbangkan perilaku mereka yang sering jor-joran di anggaran dan perencanaan, tapi realisasinya amburadul. Bahkan, data-data yang sering disebut Kementan untuk mengklaim keberhasilannya berasal dari angka-angka anggaran dan perencanaan itu. Hasil pelaksanaannya? Misterius!

Kenapa sulit sekali menyusun langkah antisipasi yang andal dan dapat digunakan tiap tahun. Kenapa Kementan selalu bertindak setelah dampak kemarau nyata terasa? Malah pada satu wawancara, salah seorang pejabat Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar mengatakan harusnya petani yang tak punya lahan dengan irigasi teknis tak menanam padi. Artinya, bahkan di Jawa Barat yang merupakan sentra pertanian pun tak semua lahan memiliki sistem irigasi teknis. Lantas ke mana saja Kementan selama ini?

Namun, dalam pernyataannya ke publik, Kementan tampak sangat yakin mampu mengamankan 1 juta hektare lahan. Jika demikian, mengapa tak sekalian membangun sistem antisipasi yang ajeg?

Instruksi turun ke sawah-sawah ini harus dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Jangan biarkan Kementan hanya melempar batu, namun menyembunyikan tangannya saat nanti tak ada hasil signifikan yang dapat kita nikmati. Seperti awal tahun ini, berulangkali Kementan mengklaim surplus beras, namun harganya di pasaran tetap tinggi. Bisa jadi, keyakinan Kementan menanggulangi kemarau ini pun tak berujung jelas, namun klaim keberhasilan bakal dilontarkan juga. Sebab, siapa yang dapat menelusuri kebenaran kerja mereka di jutaan hektare hamparan sawah kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun