Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pemimpin yang Baik Versus Optimisme Palsu

29 Juli 2021   16:51 Diperbarui: 30 Juli 2021   09:35 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Butuh (toxic) positivity | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels 

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya terhadap para pemimpin luar biasa yang saya temui sepanjang perjalanan profesional saya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari memberikan optimisme palsu.

1. Berani melakukan analisis kelemahan diri sendiri dan anggota tim

Ini adalah langkah pertama dan fundamental untuk mengatasi toxic positivity atau optimisme palsu. Dikritik atasan atau bahkan rekan kerja seharusnya bukan penghambat kita.

Kritikan tersebut juga tidak harus selalu dibarengi dengan permintaan solusi kepada orang yang mengkritik.

"Ah, si bos bisanya kritik aja, mana ada solusi."

Dengan atasan kita memberi kritik saja itu sudah merupakan hal yang baik untuk kita. Dengan demikian kita jadi tahu blind side kita.

Demikian juga ketika kita sebagai pemimpin memberikan kritik kepada anggota kita tentunya harus dengan paradigma bahwa kritikan itu akan memberikan dorongan untuk lebih baik.

Yang sering terjadi adalah ketegangan antara pemimpin dan anggota tim karena kedua belah pihak tidak selalu bisa menerima emosi negatif tersebut.

Akhirnya kita sebagai pemimpin biasanya memaklumi kegagalan kinerja dengan dalih untuk menghindari ketegangan tersebut.

Padahal berdasarkan pengalaman saya hal tersebut dalam jangka panjang akan menjadi api dalam sekam untuk kinerja kedua belah pihak.

2. Jadilah pemimpin di tempat kerja, bukan hanya teman

Saya tahu ini mungkin berbeda dengan ajaran-ajaran buku-buku manajemen yang memenuhi rak-rak buku mulai dari kampus sampai toko-toko buku besar.

Maksud langkah kedua ini adalah jika di tempat kerja usahakan jadi pemimpin yang sebenarnya. Pemimpin yang mampu memberikan evaluasi dan koreksi yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun