3. Buat pertanyaan asumsi
Siapkan pertanyaan "what if", hal ini untuk membantu otak kita berpikir dan terpacu menemukan yang namanya "what if scenario."Â Pilihan-pilihan yang dapat kita siapkan jawabannya.
Kemampuan membuat what if scenario juga akan membantu tim secara keseluruhan untuk memikirkan skenario terburuk dan exit plan jika rencana tersebut gagal.
4. Imajinasikan perspektif baru
Contoh aktual misalnya, Covid-19 telah banyak membuat pemimpin organisasi dan perusahaan untuk dipaksa memikirkan perspektif baru untuk kelangsungan bisnis dan organisasi.
Padahal, sebelumnya rencana-rencana tersebut mungkin hanya diatas kertas. Dengan terbiasa melakukan imajinasi perspektif baru, seorang pemimpin akan mampu berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan.
5. Harus mau mengakui kelemahan organisasi
Baik organisasi profit atau non-profit, semua mempunyai kelemahan internal. Seorang pemimpin harus mau mengakui bahwa pasti ada celah yang bisa diperbaiki.
Cara memperbaikinya adalah dengan mau berpikir kritis. Jadi, kalau mengakui ada kelemahan saja tidak mau, bagaimana mungkin otak bisa dipaksa berpikir kritis mencari sesuatu yang tidak diakui!
6. Tetapkanlah hati untuk satu keputusan
Seperti yang telah banyak saya ulas di artikel-artikel saya sebelumnya, ada yang namanya choice overload. Bias kognitif yang membuat seorang pemimpin bernafsu memikirkan solusi sebanyak mungkin.
Padahal, tugas pemimpin adalah ya memimpin. Memimpin tanggung jawab atas pilihan solusi. Sesimpel itu.
Makanya, dengan berusaha memilih satu solusi terbaik, seorang pemimpin akan dipaksa berpikir secara kritis. Bukan hanya nerimo dan pasrah.
Berpikir kritis adalah keterampilan lain yang harus dikembangkan secara sadar sebagai seorang pemimpin.Â