Kita pasti sudah mengenal atau pernah mengunjungi Jatinegara. Jatinegara terletak di wilayah Jakarta Timur.
Nama Jatinegara berasal dari bahasa Sunda, "Jatina Nagara," yang merupakan simbol perlawanan Kesultanan Banten terhadap Belanda. Perlawanan ini dipimpin oleh Pangeran Jayakarta yang kala itu melarikan diri ke hutan di Jatinegara bersama pengikutnya. Jatinegara kemudian menjadi tempat pengasingan sekaligus pusat pemerintahan (Banten di pengasingan).
Dengan adanya pemerintahan Banten, Jatinegara mengalami perkembangan. Hingga datanglah seorang pria kaya bernama Cornelis Senen yang berasal dari Pulau Lontor, Banda, Maluku. Cornelis menjadi guru agama Kristen, mendirikan sekolah, dan memimpin ibadat Kristen serta menyampaikan khotbah dalam bahasa Melayu dan Portugis. Jabatannya sebagai guru inilah yang membuatnya mendapat gelar Meester, yang berarti 'tuan guru', meskipun Cornelis bukanlah seorang Belanda.
Meester Cornelis Senen sangat disegani oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sepeninggal Meester Cornelis Senen pada tahun 1662, nama beliau diabadikan sebagai nama wilayah yang termasuk daerah penguasaan beliau sebagai bentuk penghargaan tertinggi.
Selain penamaan Jatinegara atau Meester yang menarik, ternyata Jatinegara juga memiliki bangunan yang menarik dan bersejarah.
1. Gereja Koinonia
Gereja Koinonia adalah gereja tua di Jakarta yang terletak di Jalan Matraman No. 216, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur. Gereja ini merupakan salah satu gereja peninggalan zaman kolonial di Indonesia.
Salah satu gereja di Meester Cornelis dibangun sekitar tahun 1889 oleh seorang mantan Ketua Mahkamah Tinggi di Batavia bernama Keuchenius. Setelah renovasi pada tahun 1911--1916, gereja tersebut diberi nama Gereja Bethelkerk.
 Gereja Bethelkerk kemudian beralih kepemilikan ke Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat dan diberi nama GPIB Jemaat Bethel.
Pada tanggal 1 Januari 1961, namanya diubah menjadi GPIB Jemaat "Koinonia" dan masih digunakan hingga saat ini. Kata "koinonia" memiliki pengertian persekutuan.
2. Monumen Perjuangan Jatinegara
Monumen Perjuangan Jatinegara berlokasi tidak jauh dari Gereja Koinonia, terletak di ujung Jalan Matraman, tepatnya di perbatasan Jalan Jatinegara Barat dan Jalan Urip Sumohardjo, yaitu di Jalan Matraman Raya No. 212, Bali Mester, Kecamatan Jatinegara.
Monumen Perjuangan Jatinegara merupakan sebuah monumen untuk mengenang peristiwa-peristiwa perjuangan di Jakarta Timur pada umumnya dan Jatinegara pada khususnya. Ide pembuatan patung ini diprakarsai oleh Gubernur KDKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Monumen ini dibangun dengan gaya realis berbentuk sosok manusia yang berdiri tegak di atas landasan yang tingginya 3 meter. Patung yang menggambarkan seorang pemuda berukuran 2,5 meter berdiri tegak dengan tangan sedekap (tangan di dada) sambil memeluk senapan, di punggungnya tergantung sebuah ransel, berikat pinggang dengan dilengkapi peralatan perang seperti pistol, granat, golok, dompet dan sebuah tempat minum.
Di samping patung pemuda berdiri seorang anak laki-laki setinggi 1 meter bercelana pendek tanpa baju dengan kaki telanjang, di leher bergantung sebuah ketapel. Di bawah patung terdapat tulisan patung perjuangan Jatinegara, diresmikan tanggal 7 Juni 1982 oleh Gubernur KDKI Jakarta, Tjokropranolo.
Monumen ini dibuat oleh seorang pematung bernama Haryadi selama 2,5 tahun. Bahan pembuatan monumen ini adalah beton cor dan gips, dengan proses pengecoran dilakukan di Yogyakarta.
3. Kantor pos Jatinegara
Kantor Pos Jatinegara beralamat di Jalan Matraman Raya No. 222, Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur. Terletak di seberang Lapangan Jenderal Urip Sumohardjo di Jalan Matraman Raya, bersebelahan dengan kantor polisi Polres Metro Jakarta Timur dan Gereja Protestan Jemaat Koinonia, serta dekat dengan Monumen Perjuangan Jatinegara.
Didirikan pada masa kolonial Belanda, Kantor Pos Jatinegara merupakan saksi bisu perjalanan Sejarah Jakarta Timur dan bagian penting dari perkembangan komunikasi di wilayah Jatinegara.
Pada tahun 2024, Pemprov DKI Jakarta menetapkan Kantor Pos Jatinegara sebagai salah satu bangunan cagar budaya  karena memiliki nilai penting bagi Sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, maupun kebudayaan. Bentuk bangunan masih dipertahankan bahkan masih ada bis surat dari zaman kolonial.
Hingga kini, Kantor Pos Jatinegara terus melayani masyarakat, menjaga tradisi sekaligus beradaptasi dengan teknologi modern.
4. Vihara Amurva Bhumi
Vihara Amurva Bhumi terletak di Jalan Pasar Lama, RT 04/RW 06, Bali Mester, Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur. Vihara ini berada di tengah-tengah Pasar Lama, yang merupakan pasar tradisional dan masih banyak dikunjungi hingga sekarang.
Vihara ini merupakan vihara tertua di Jakarta Timur dan kedua tertua di Jakarta. Dewa utama di vihara ini adalah Dewa Pak Kung Lao Ye yang melambangkan kesuksesan berdagang. Pemilihan dewa utama di vihara ini berlandaskan kedekatan tempat dengan Pasar Lama Jatinegara (Pasar Meester). Biasanya, banyak pedagang yang berdoa di sini memohon kesuksesan.
Walaupun usianya sudah lanjut dan termasuk bangunan cagar budaya sejak tahun 1990-an, vihara ini tidak terlihat tua karena Vihara Amurva Bhumi sudah beberapa kali mengalami perubahan demi keamanan dan kenyamanan umat beribadah.
Vihara yang terakhir kali mengalami renovasi pada tahun 2001. Selama proses renovasi pihak pengurus vihara tetap memperhatikan ciri khas atau budaya Tionghoa. Atap dan pilar-pilar dan beberapa sisi lain vihara tetap ada lambang naga.
Naga dalam budaya Tionghoa melambangkan kekuatan, kebijaksanaan, keberuntungan, kemakmuran, serta pelindung alam.
Jika Anda sedang berada di Jatinegara, tidak ada salahnya mengunjungi tempat bersejarah di sana karena dapat menambah wawasan, melestarikan budaya, dan meningkatkan rasa ingin tahu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI