Mohon tunggu...
Nanang Sumanang
Nanang Sumanang Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

Saya Lulusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru: Antara Al-Ghazali dan Semar

27 November 2022   13:11 Diperbarui: 27 November 2022   13:16 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang guru harus menyayangi dan mencintai muridnya sebagaimana orang   tua  menyayangi dan mencintai anak kandung sendiri. Al-Ghazali mensyaratkan karakter  ini merupakan karakter yang pertama dan utama bagi seorang guru, karena baginda Rasulullah SAW sebagai contoh pribadi yang agung mencontohkannya demikian sebagaimana sabda beliau "Sesungguhnya aku bagi kalian laksana seorang bapak kepada anak-anaknya". Apabila karakter menyayangi dan mencintai muridnya tidak seperti kepada anak kandungnya  sendiri, maka gugurlah karakter mulia guru tersebut dan tidaklah layak untuk menjadi guru.

Karakter yang kedua adalah bahwa seorang guru harus mengikuti karakter  guru Agung baginda Rasulullah SAW. Selain sebagai orang tua bagi murid-muridnya, Rasulullah SAW mengajarkan dan memberikan contoh/ tauladan dengan keikhlasan dan keridloan dalam mendidik para sahabatnya. Jangan pernah beranggapan berjasa kepada para murid-muridnya, karena dengan mengamalkan ilmu yang diajarkan guru, maka guru akan mendapatkan pahala dan balasan kebaikan yang besar dari murid-muridnya.

Terus meneruslah memberikan nasehat kepada para murid-muridnya dan mengingatkan para muridnya agar selalu jelas tujuan untuk belajar adalah bukan untuk kebanggaan diri ataupun sekolah, tetapi bagaimana agar murid selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT. Guru  juga tidak berhak untuk melarang murid-muridnya untuk belajar ilmu lainnya selain ilmu yang diberikannya. Selalu mendorong murid untuk terus bersemangat belajar untuk mendekatkan diri kepada Alah SWT.

Karakter ke-empat guru harus mempunyai rasa yang halus dalam mengajar. Guru harus mengerti karakter seorang anak, agar murid tidak dipermalukan pribadinya dan terluka perasaannya. Didiklah murid dengan kasih sayang bukan dengan celaan dan bentakan.

Sebagai manusia, tentunya guru juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan secara ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, seorang guru tidak akan pernah mencela dan menyalahkan  ilmu pengetahuan lainnya yang tidak diketahuinya, apalagi apabila itu di depan murid-muridnya. Dalamilah cabang ilmu yang telah dipilih dan jangan pernah menyalahkan cabang  ilmu lainnya.

Karakter selanjutnya adalah bahwa guru harus mempunyai kemampuan membaca dan mengetahui kapasitas akademik dan non akademik para muridnya. Jangan menjejali  ilmu dan tugas yang akan memberatkan murid, sehingga ia enggan untuk belajar kembali. Hal tersebut berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang bersabda "Tidaklah seseorang berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan yang tidak bisa dijangkau oleh akalnya, melainkan akan menjadi fitnah bagi mereka".  

Bagi seorang murid yang terbatas pemahamannya, maka seorang guru harus memberikan pelajarannya dengan jelas dan mudah, yang sesuai dengannya, sehingga dirinya  menjadi yakin bahwa Allah sematalah yang menciptakan manusia dengan kesempurnaan akal. Sejahat-jahat manusia adalah yang mengakui bahwa akalnya adalah yang paling sempurna.

Seorang guru harus memiliki integritas, ilmu yang diketahui juga harus diamalkan, artinya bahwa apa yang diajarkan bahwa sesungguhnya bisa dibuktikan dan pembuktian yang  nyata haruslah dimulai dari gurunya terlebih dahulu.

Dalam pewayanganpun kita mempunyai panutan guru sejati yaitu Semar, tokoh yang   menjadi pengasuh dari keluarga Pandawa. Semar, adalah guru yang sangat berhasil menjadikan pandawa menjadi ksatria yang berakhlak mulia dan mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang mumpuni. Sifat-sifat Semar yang kemudian diambil oleh KH Dewantara menjadi pedoman dalam penjaran sistim pendidikan nasional Indonesia;

Karakter pertama Semar adalah bahwa ia bukanlah tokoh yang senang  dikenal. Dia bekerja dalam senyap dan menjauhi dari keramaian dunia. Hidupnya terus disambungkan kepada sang Khaliq melalui pengabdiannya mengasuh para Pandawa. Bagi Semar mengasuh Pandawa adalah taqdir yang Maha kuasa yang harus dijalankan dengan baik dan ikhlas.

Karakter selanjutnya adalah Semar selalu memberi contoh kepada anak-anaknya  dan Pandawa (Ing ngarso sung tuludho). Dalam kehidupan kesehariannya Semar sangat spiritual, percaya kepada kehendak Yang Maha Agung, tidak ambisius dan menjunjung moral yang tinggi  yang diterapkan dalam laku sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun