Tim kerja kini dipenuhi oleh dua kekuatan muda yang dinamis: Milenial (Generasi Y) dan Gen Z. Milenial, yang kini mendominasi peran manajerial dan senior, dikenal haus akan tujuan (purpose) dan fleksibilitas. Sementara itu, Gen Z, yang baru memasuki dunia kerja, menuntut otentisitas, keseimbangan (well-being), dan transparansi radikal. Perbedaan nilai, komunikasi, dan ekspektasi kerja ini seringkali memicu gesekan di kantor.
Bagi seorang pemimpin, menghadapi perbedaan ini bukanlah tugas untuk menghilangkan perbedaan, melainkan untuk mengelola dan memanfaatkannya. Milenial membawa pengalaman adaptasi teknologi dan dorongan ambisi, sementara Gen Z membawa keterampilan digital bawaan dan perspektif segar yang penting untuk inovasi. Kunci untuk sukses adalah melihat perbedaan sebagai kekuatan kompetitif. Kita harus menggunakan strategi kepemimpinan yang fleksibel dan berbasis empati untuk merajut keragaman ini menjadi sebuah tim super. Mari kita telaah tiga strategi utama untuk memimpin tim multi-generasi ini menuju kinerja puncak.
Mengapa Pendekatan One-Size-Fits-All Gagal Total
Kesalahan umum yang dilakukan manajer adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang sama kepada semua orang. Pendekatan ini gagal karena Milenial dan Gen Z merespons feedback, motivasi, dan pengakuan secara fundamental berbeda.
Milenial Mencari Mentorship dan Tujuan: Milenial (25--40 tahun) cenderung menghargai mentorship jangka panjang dari senior dan ingin melihat bagaimana pekerjaan mereka berkontribusi pada tujuan besar perusahaan. Mereka mencari pengembangan karier yang jelas.
Gen Z Menuntut Coaching dan Otentisitas: Gen Z (di bawah 25 tahun) lebih menyukai coaching yang cepat, feedback yang sering (real-time), dan membutuhkan keseimbangan kerja-hidup yang lebih ketat. Mereka cepat meninggalkan lingkungan yang mereka anggap toxic atau tidak transparan.
Pemimpin harus menyadari bahwa upaya untuk "memaksa" kesamaan justru akan memicu turnover (pergantian staf) dan menurunkan engagement. Sebaliknya, kita harus mengadopsi fleksibilitas sebagai prinsip utama manajemen.
3 Strategi Kunci Mengubah Perbedaan Generasi Jadi Kekuatan
Untuk membangun harmoni dan memanfaatkan keunggulan unik dari setiap generasi, kita perlu fokus pada strategi yang membangun jembatan komunikasi dan pengakuan. Tiga strategi kunci mengubah perbedaan generasi menjadi kekuatan adalah:
Personalisasi Komunikasi dan Feedback: Strategi ini mengharuskan kita menggeser gaya komunikasi dari formalitas satu arah menjadi dialog yang disesuaikan dengan preferensi tiap individu. Manajer harus menjadi komunikator ulung yang mampu beralih saluran dan nada bicara sesuai kebutuhan. Untuk mempersonalisasi feedback dan komunikasi, manajer perlu memahami hal-hal ini:
Untuk Milenial: Tetapkan rapat one-on-one bulanan yang fokus pada strategi karier, project ownership, dan pengembangan kepemimpinan (mentorship). Gunakan email atau tool proyek untuk komunikasi detail.
Untuk Gen Z: Terapkan quick check-in mingguan atau dua mingguan yang singkat, fokus pada tugas spesifik dan hambatan saat ini. Gunakan platform pesan instan (chat) untuk feedback yang cepat dan informal.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!