Jualan Es Teh Jumbo, tren yang beberapa tahun terakhir ini sedang marak diikuti oleh banyak UMKM di Indonesia mulai dari kota besar bahkan sampai pelosok desa. Sebenarnya es teh itu hanya minuman sederhana. Campuran dari racikan teh, air, gula, dan es batu kemudian disajikan dalam gelas. Yang mana semua orang mudah membuatnya.
Namun ketika es teh ini tiba-tiba muncul dengan tampilan beda, dikemas dalam gelas cup plastik ukuran jumbo, kemudian cup tersebut diberi label brand dan ditutup dengan plastik sealer, apalagi dihargai hanya Rp. 3.000/cup, nyatanya minuman yang sederhana itu bisa viral dimana-mana bahkan menjadi gempuran dunia bisnis UMKM.
Tren Es Teh Jumbo mulai hadir sekitar akhir masa pandemi Covid 19. Menjadi pilihan bisnis yang menggiurkan dimana saat itu kondisi ekomoni tidak stabil. Bagaimana tidak, dengan modal sedikit, bahan baku murah, tapi tidak sepi peminat, hingga mendatangan keuntungan yang berlipat. "Siapa sih yang ga suka es teh?".Â
Untuk UMKM, fenomena es teh jumbo ini bisa menjadi tambang emas. Tak heran kita bisa menjumpai gerai es teh jumbo berjajaran di pinggir jalan. Bahkan karena semakin menjamurnya tren ini, banyak warung yang awalnya tidak menjual es teh dalam kemasan cup jumbo, kini malah mengikutinya.
Namun, di balik kesuksesannya, ada banyak risiko bisnis yang perlu diperhatikan karena tren ini bisa menjadi cermin tentang bagaimana mengelola risiko agar bisnis tidak sekadar ikut tren, tapi mampu bertahan dalam jangka panjang.
Untuk itulah di sini kita perlu mempelajari manajemen resiko untuk UMKM, karena mengikuti tren tanpa manajemen risiko ibarat berenang tanpa pelampung---mudah tenggelam begitu gelombang datang.
Risiko Bisnis yang Dialami UMKM Minuman Kekinian
Seperti tren minuman lain (boba, thai tea, hingga kopi susu kekinian) popularitas bisa cepat naik, lalu turun drastis. Di sinilah letak risiko usaha minuman kekinian, terlalu bergantung pada tren sesaat tanpa strategi jangka panjang.
Untuk itu, hal pertama yang harus dilakukan UMKM supaya bisa menjadi bisnis yang berkelanjutan khususnya dalam bisnis es teh jumbo adalah mengidentifikasi risiko bisnis minuman kekinian.
- Risiko Pasar: Tren Sesaat yang Mudah Hilang
Seperti roda, tren selalu berputar. Es teh jumbo yang sekarang viral bisa sewaktu-waktu tergeser oleh minuman lain jika UMKM hanya mengandalkan satu produk tanpa inovasi, mereka berisiko kehilangan pasar dalam sekejap.
- Risiko Operasional: Kualitas dan Kebersihan Produk
Satu hal yang sering jadi masalah adalah konsistensi rasa dan kebersihan. Karena dijual dalam porsi jumbo, kualitas rasa bisa tidak merata, ada yang terlalu manis, ada yang hambar. Belum lagi isu kebersihan es batu atau gelas plastik sekali pakai.
- Risiko Persaingan: Mudah Ditiru, Harga Jadi Perang
Bisnis es teh jumbo gampang sekali ditiru. Begitu satu lokasi ramai, besok bisa muncul dua pesaing di sebelahnya dengan harga lebih murah atau kemasan lebih besar. Persaingan yang ketat ini sering berujung pada perang harga, dan margin keuntungan menjadi tipis.
- Risiko Keuangan: Modal vs Keberlanjutan
Sekilas, bisnis ini terlihat murah. Tapi sebenarnya ada biaya tersembunyi, kemasan jumbo, banner promosi, sewa tempat strategis, hingga iklan di media sosial. Jika penjualan tidak stabil, stok bahan baku menumpuk dan modal bisa terkikis.
- Risiko Regulasi dan Isu Kesehatan
Minuman manis sering menjadi sorotan karena berhubungan dengan isu kesehatan. Kandungan gula tinggi bisa memicu kritik, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya regulasi baru seperti pajak gula (sugar tax) di masa depan.
- Risiko Reputasi: Era Viral di Media Sosial
Di zaman serba digital, reputasi bisnis bisa naik karena viral positif, tapi juga bisa runtuh seketika gara-gara satu postingan negatif. Bayangkan ada video pelanggan yang menemukan es batu kotor atau gelas tidak higienis, atau pelayanan tidak ramah, dalam hitungan jam, berita bisa menyebar luas.
- Risiko Eksternal: Cuaca alam yang tidak tertebak
Resiko ini sering menjadi penghambat bisnis minuman. Misalnya tiba-tiba hujan setelah sebelumnya cuaca panas. Dan risiko ini bisa berdampak besar pada pendapatan secara langsung