Mohon tunggu...
Namira Aminatuzahra
Namira Aminatuzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030040)

Beginner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Batik Rifaiyah, "Hidden Treasure" di Kabupaten Batang

10 Maret 2021   20:01 Diperbarui: 10 Maret 2021   21:01 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tren memakai kain batik atau Batik Challenge pernah digandrungi di awal tahun 2021, tren ini berisi tantangan yang mengharuskan pengikutnya untuk mengenakan kain batik dan memadupadankan kain ini dengan pakaian modern. Tetapi bukannya mendapat respon positif, tren ini malah mendapat cibiran dari beberapa kalangan karena dianggap kurang pas. Oke, kita di sini tidak akan menyinggung tren ini lebih jauh. Pada artikel ini, akan berfokus mengenai Batik Rifaiyah, salah satu batik yang cukup unik karena sarat akan makna spiritual dari mulai aspek sejarahnya hingga eksistensinya pada masa kini. Yuk, simak.

Seni kerajinan batik termasuk salah satu kerajinan khas Indonesia yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Kerajinan batik merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang bernilai tinggi. Batik merupakan salah satu busana tradisional asli Indonesia yang menggambarkan salah satu karya agung bangsa kita. Di mana pada proses pembuatannya memerlukan kesabaran yang cukup tinggi, begitu pun dalam hal pemakaiannya batik tidak bisa sembarangan dikenakan dan harus disesuaikan dengan motifnya.

Motif batik di setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing, hal ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, alam, tradisi, budaya, maupun aspek keagamaan. Salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil kain batik adalah Pekalongan, sesuai dengan julukan yang disandangnya “Pekalongan, Kota Batik”.

Keberadaan Pekalongan sebagai pusat batik tidak terlepas dari budaya masyarakat pembuatnya yaitu adat istiadat Jawa dengan ciri khas batik pesisir. Karena faktor inilah perkembangan kerajinan batik yang paling signifikan terjadi di wilayah Pekalongan. Jika bergeser sedikit, di Kabupaten Batang yang terletak tidak jauh dari Pekalongan juga memiliki batik yang cukup unik, yakni Batik Rifaiyah yang diproduksi di Desa Kalipucang Wetan, Kecamatan Batang.

Dari sejarah yang berkembang, nama Rifaiyah ini ternyata diambil dari nama kaum tarekat pengikut KH. Ahmad Rifai. Beliau merupakan seorang ulama sekaligus pahlawan yang hidup di tahun 1786-1869, beliau pernah bermukim di Batang dan menyiarkan agama Islam di pesisir utara Jawa. KH. Ahmad Rifa'i juga dikenal sebagai tokoh agama dari Kendal yang melawan kolonialisme. Beliau menyebarkan ajaran Islam melalui syairnya yang halus dengan bahasa Jawa. 

Pada saat berdakwah menyebarkan agama Islam, Kyai Rifa’i juga mengajarkan cara membatik kepada murid-muridnya. Sambil membatik, para seniman ini melantunkan syair-syair bernuansa Islam. Di balik syair-syair yang halus tersebut ternyata berisikan perlawanan kepada Belanda . Metode dakwahnya itu berhasil membuat gerah pemerintahan Belanda, sehingga beliau diasingkan ke Ambon yang kemudian berpindah ke Tondano hingga akhir hayatnya.  

Motif Batik Rifaiyah

Batik Rifaiyah juga memiliki sebutan lain, yaitu Batik Tiga Negeri. Tiga negeri yang dimaksud dalam batik ini adalah daerah Lasem yang terkenal dengan warna merah, Pekalongan dengan warna biru, dan Solo dengan warna cokelat. Keterangan “Batik Tiga Negeri” diberikan bila warna merah, biru, dan cokelat dibubuhkan secara bersamaan pada sehelai kain batik. Batik Rifaiyah merupakan desain batik khas yang berkembang karena mengadopsi ajaran ulama setempat. Salah satu cirinya adalah menampilkan mozaik binatang yang tidak tergambar secara utuh. 

Dalam Batik Rifaiyah, terdapat pengaruh kuat dari ajaran Islam yang disebarkan oleh KH. Ahmad Rifa’i yang tertuang dalam kitab karyanya, Tarajumah. Salah satu ajarannya adalah melarang penggambaran makhluk hidup selain tumbuhan (flora) yang menyesatkan akidah, kecuali yang sudah mati atau yang sudah terpotong. Jika ada gambar hewan secara utuh, maka haram hukumnya untuk dipakai sebagai pakaian. 

Ajaran inilah yang menjadi ciri utama ragam hias atau motif-motif Batik Rifaiyah terkesan floral. Motif batik ini diperbolehkan dalam bentuk-bentuk bagian hewan asalkan dalam keadaan yang sudah tidak utuh lagi sebagai hewan (makhluk hidup) dan disamarkan sehingga terkesan bercorak floral. Contohnya, gambar ikan dengan sirip disamarkan menjadi dedaunan atau kelabang yang kakinya bermotif sulur-suluran.

Dilansir dari postingan Batang Heritage, hingga saat ini diketahui terdapat 24 motif Batik Rifaiyah. Di antaranya adalah pelo ati, kotak kitir, banji, sigar kupat, lancur, tambal, kawung ndog, kawung jenggot, dlorong, materos satrio, ila ili, gemblong sairis, dapel, nyah pratin, romo gendong, jeruk no’i, keongan, krokotan, liris, klasem, kluwungan, jamblang, gendaghan dan wagean. Kain batik dengan motif-motif inilah yang menjadi busana bagi kaum Rifaiyah, dikenakan sebagai jarik bagi kaum perempuan dan sarung bagi kaum laki-laki.

Di balik motif-motif batik ini, mengandung makna spiritualitas yang melekat kental di dalamnya. Misalnya, corak pelo ati menggambarkan ajaran sufisme (tasawuf) bahwa hati menggambarkan sifat-sifat terpuji,. Motif ini bergambar ayam merak yang kepalanya terpancung dan hati dalam badannya, sedangkan di luarnya terdapat gambar pelo (ampela). 

Terdapat delapan sifat manusia yang tercantum dalam kitab Tarajumah. Yakni: zuhud (tidak mementingkan duniawi), qana’at (merasa cukup atas karunia-Nya), sabar, tawakal, mujahadah (bersungguh-sungguh), ridha (rela), syukur dan ikhlas. Delapan  sifat ini mengandung makna kahauf (takut), mahabbah (rasa cinta), dan makrifat (perenungan kepada Allah). 

Sedangkan, ampela menggambarkan tempatnya kotoran, yaitu sifat-sifat buruk manusia sebagaimana yang tertuang dalam kitab Tarajumah, yaitu hubbub al-dunya (mencintai dunia yang disangka mulia, namun di akhirat sia-sia), thama’(rakus), itba’ al-hawa (mengikuti hawa nafsu), ‘ujub (suka mengagumi diri sendiri), riya (suka pamer), takabur (sombong), hasad (dengki), dan sumah (suka membicarakan amal kebajikannya pada orang lain). Dan semua sifat tercela dan kotor ini harus dibuang jauh-jauh, salah satu caranya dengan mengenakan kain bermotif pelo ati. Berikut ilustrasi motif batik pelo ati:

https://sanggarbatikkalipucangwetan.wordpress.com/
https://sanggarbatikkalipucangwetan.wordpress.com/
 

Ciri Khas Batik Rifaiyah

Dilansir dari situs Mbatang.com, salah satu ciri yang nampak dari batik ini adalah pada kainnya tergambar dua sisi atau orang awam biasanya menyebut “bolak-balik”. Hanya diperbolehkan menggunakan dua warna, disebut dengan bangbiron atau abang artinya merah dan biron berarti biru dan maksimal tiga warna atau disebut Batik Tiga Negeri. Batik Rifaiyah ini tidak dijiplak, tetapi dikerjakan secara freehand dan langsung membuat pola pada kainnya, prosesnya pun cukup lama. Sehingga membutuhkan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi.

Batik Rifaiyah juga menyiratkan adanya kekuatan ekspresi yang sifatnya personal. Sebagai ekspresi komunal, jelas bila batik ini hanya dikerjakan oleh komunitas kaum Rifaiyah saja. Oleh karena itu, sentuhan ‘kebebasan’ ekspresi personal juga menyebabkan batik yang dikerjakan oleh satu pembatik Rifaiyah dengan lainnya bisa terdapat perbedaan pada ‘lagam’nya ataupun pada ‘cengkok’nya.

Eksistensi Batik Rifaiyah

Menurut penuturan Miftahutin (ketua paguyuban Batik Rifaiyah Kalipucang Wetan, Batang), meski terdapat ancaman penurunan peminat perajin, karya batik ini mampu menembus pasar internasional. Batik Rifaiyah memiliki peminat yang cukup tinggi di negara Singapura, Laos dan Jepang. Sedangkan, pada kenyataannya di Indonesia sendiri masih banyak orang yang belum mengetahui tentang Batik Rifaiyah. Di saat bersamaan, muncul kekhawatiran akan lenyapnya eksistensi Batik Rifaiyah di masa mendatang. Dari 134 pembatik yang ada sekarang, hanya tersisa 10 pembatik yang berusia di bawah 20 tahun. Oleh karena itu, dukungan pemerintah sangat diperlukan begitu juga kesadaran dari masyarakat akan kelestarian warisan budaya ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun