Saat Abu Nawas mengatakan bahwa salat tidak perlu ruku' dan sujud. Serta menuduh Raja suka berbuat fitnah. Raja pun memanggilnya, dan menanyakan alasan mengapa ia bisa berkata demikian.
Abu Nawas mengatakan bahwa orang-orang saja yang telah salah paham dengan apa yang ia katakan padahal ia belum selesai menagtakannya. Maksudnya, salat tanpa ruku' dan sujud ialah saat melaksanakan salat jenazah.
Dan terkait menuduh raja suka fitnah, ia membacakan surah al Baqarah ayat 28 yang menerangkan bahwa anak-anak dan harta benda adalah fitnah.
Bagaimana ia tidak mengatakan demikian sedangkan Raja memang sangat mencintai anak-anak Raja dan begitu juga dengan harta kemewahannya. Raja pun terdiam karena jawaban Abu Nawas di luar dugaannya dan tidak juga salah.
Secara tidak langsung, itu merupakan kritik halus kepada Raja, supaya ia jangan terlena dengan hal-hal duniawi yang akan menjadikan Raja lupa dengan Akhirat.
Demikianlah diantara cerita kecerdikan, sifat sufi, dan kedalaman ilmu agama Abu Nawas yang dikemas dalam cita rasa humor yang tinggi.
Banyak sekali buku bertajuk cerita 1001 malam diterbitkan, dimana Abu Nawas tak pernah ketinggalan masuk sebagai seorang figur dengan cerita-ceritanya yang terkesan memang konyol, namun pada kenyataannya itu merupakan sebuah problem solving yang tak terasa jika telah dibuat menjadi cerita memiliki unsur humor yang tinggi.
Tak dapat dipungkiri meskipun ada yang menganggap bahwa Tokoh Abu Nawas hanya sebagai tokoh fiksi belaka. Tapi memang sudah menjadi cerita.
Penulis pun juga belum bisa 100 persen mengklarifikasi kevalidan kejenakaan diri Abu Nawas dalam cerita tersebut. Mungkinkah bila memang ada cerita tentang kecerdikan Abu Nawas, kemudian di dramatisir lagi oleh orang-orang tertentu sehingga lebih menarik untuk diceritakan?
Entahlah.
Yang jelas di mata penulis. Abu Nawas adalah salah satu shufi, orang zuhud, cendekiawan muslim, 'alim, dan penyair.