Apakah 5 hari sekolah sudah cukup untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal? Peraturan lima hari kerja bagi siswa sekolah dasar hingga menengah menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Banyak pihak yang memiliki pendapat berbeda tentang kebijakan ini, ada yang mendukung dan ada pula yang menolak. Perbedaan pendapat ini menimbulkan kontroversi yang cukup hangat. Salah satunya di Kabupaten A, yang baru-baru ini memberlakukan sistem lima hari kerja bagi siswa sekolah dasar dan menengah mulai ajaran 2024/2025. Meskipun sistem lima hari kerja tersebut telah berlangsung, kontroversi mengenai 5 hari sekolah masih berlangsung baik dari pihak guru, siswa itu sendiri, maupun pihak wali murid.Â
Sebagian besar dari mereka menyatakan keberatan jika sekolah memberlakukan sistem lima hari sekolah. Pihak yang menyatakan keberatan tersebut, berasumsi bahwa program 5 hari sekolah akan mengurangi jam belajar siswa. Mereka juga takut siswa akan menyia-nyiakan waktu libur dua hari yang disediakan untuk bermain saja. Kekhawatiran ini diperkuat dengan maraknya kasus kenakalan remaja belakangan ini, membuat orang tua khawatir anak-anak mereka akan terlibat dalam kegiatan negatif dan tidak produktif.Â
Efektivitas Jam Belajar
Kebijakan lima hari kerja bagi siswa didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) 125/U/2002 dan sebelumnya telah diterapkan di DKI Jakarta. Kebijakan 5 hari sekolah sebenarnya dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pembelajaran, bukan untuk membuat guru lebih santai atau merugikan siswa. Fokusnya adalah pada bagaimana mengoptimalkan waktu belajar yang efektif dan produktif sesuai kurikulum. Guru harus memahami gaya belajar, tipe, dan karakter siswa dalam proses pembelajaran, karena setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda. Jika waktu belajar terlalu lama, dapat menyebabkan kejenuhan, sementara waktu yang terlalu singkat juga dapat menghambat pemahaman materi. Oleh karena itu, penyesuaian metode pembelajaran perlu diperhatikan agar guru tidak memaksakan belajar peserta didik.
Menurut saya, melihat kualitas pendidikan Indonesia saat ini, penerapan lima hari sekolah perlu dipertimbangkan sisi baik dan buruknya. Dengan libur dua hari pada Sabtu dan Minggu, khawatir siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong daripada belajar. Mengingat masih adanya kasus tawuran antar pelajar di sekolah, dikhawatirkan liburan dua hari justru menjadi kesempatan bagi mereka untuk terlibat dalam kenakalan remaja. Maka, keberatan dari para wali murid sangatlah masuk akal dan patut dipertimbangkan demi masa depan siswa.
Dalam skala global, Indonesia berada di peringkat ke-62 dari 70 negara berdasarkan peringkat literasi menurut OECD pada tahun 2019. Membaca dan belajar belum menjadi budaya di negara kita. Masih banyak siswa yang hanya membuka buku pelajaran saat di sekolah saja. Mengetahui fakta ini saya rasa, sekolah mengambil peran penting dalam membantu siswa menciptakan waktu yang efektif untuk belajar. Rata-rata jam belajar sebelumnya pukul 07.00-13.00, pada program 5 hari sekolah berganti menjadi 07.00-15.00. Penambahan jam pelajaran harus mempertimbangkan gaya belajar dan tingkat kejenuhan siswa.Â
Dalam rangka mengoptimalkan sistem lima hari sekolah, beberapa sekolah memanfaatkan hari Sabtu untuk kegiatan ekstrakulikuler. Dengan demikian, siswa tetap aktif di sekolah selama enam hari, sehingga dapat meningkatkan kreativitas dan mengurangi kelelahan setelah menjalani lima hari pelajaran yang intensif. Menurut saya, kegiatan ekstrakulikuler ini memberi siswa kebebasan untuk memilih bidang yang diminati, karena anak tidak hanya butuh pendidikan formal, tapi juga aktivitas yang menyenangkan dan mendidik.
Sekolah yang menerapkan libur dua hari penuh perlu mencari solusi untuk memastikan kualitas pendidikan tidak terganggu, terutama mengingat beban belajar siswa yang cukup berat. Realitas menunjukkan banyak siswa menghabiskan waktu luang dengan main game atau nongkrong, bukan belajar. Tanpa dukungan dari keluarga dan masyarakat, kebijakan ini justru bisa menurunkan intensitas belajar.
Kebijakan sistem lima hari sekolah perlu dikaji secara menyeluruh. Sekolah harus mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menerapkannya, bukan hanya mengikuti tren yang sudah ada di tempat lain. Perlu diperhatikan orientasi pelajaran, gaya belajar siswa, dan hasil belajar agar kebijakan ini benar-benar efektif. Selain itu, penting untuk mengintegrasikan tiga pusat pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat, agar pendidikan berjalan terarah. Dengan demikian, kebijakan ini dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan siswa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI