Tersembunyi di balik perbukitan hijau Kabupaten Bangli, Bali, Desa Penglipuran menawarkan sebuah jendela otentik ke masa lalu, di mana tradisi, adat istiadat, dan kearifan lokal berpadu sempurna menciptakan sebuah permukiman yang harmonis dan lestari. Desa ini bukanlah sekadar objek wisata biasa, melainkan sebuah living museum yang merefleksikan filosofi Tri Hita Karana -- hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan lingkungannya. Arsitektur rumah adat Bali yang seragam, tata ruang desa yang teratur, dan lingkungan yang asri menjadikan Penglipuran diakui sebagai salah satu desa terbersih di dunia, sebuah testimoni nyata akan komitmen warganya terhadap kelestarian.
Tata ruang Desa Penglipuran mengikuti konsep Tri Mandala, yang membagi desa menjadi tiga zona utama secara vertikal, merefleksikan hierarki spiritual dan sosial. Zona paling atas atau Utama Mandala adalah area suci tempat pura desa berdiri, berfungsi sebagai pusat spiritual bagi penduduk. Di bawahnya adalah Madya Mandala, zona inti desa tempat deretan rumah-rumah penduduk berdiri rapi dan seragam, beratapkan ijuk hitam dan berdinding bata merah, mencerminkan persatuan dan kesederhanaan. Setiap rumah memiliki ukuran dan desain yang hampir identik, melambangkan kesetaraan di antara warganya. Terakhir, Nista Mandala adalah area paling bawah yang digunakan untuk perkebunan dan pemakaman, menunjukkan keseimbangan antara kehidupan dan kematian. Pembagian zona ini tidak hanya estetis, tetapi juga berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem dan tata kehidupan sosial masyarakat.
Meskipun telah menjadi destinasi wisata yang populer, kehidupan di Desa Penglipuran tetap berjalan sesuai dengan adat dan tradisi leluhur. Masyarakatnya dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Pengunjung dapat melihat langsung bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Bali yang ramah, mulai dari aktivitas ritual keagamaan di pura hingga kegiatan rumah tangga tradisional. Para wanita desa sering terlihat menenun kain endek khas Bali atau membuat kerajinan tangan lainnya, sementara para pria mengurus kebun bambu yang rimbun di bagian hulu desa. Interaksi yang hangat dengan penduduk lokal menjadi pengalaman berharga yang memungkinkan wisatawan memahami lebih dalam kekayaan budaya Bali yang sesungguhnya.
Keunikan lain dari Desa Penglipuran adalah keberadaan hutan bambu seluas kurang lebih 75 hektar yang mengelilingi desa. Hutan bambu ini bukan hanya berfungsi sebagai penahan air dan penjaga keseimbangan ekosistem, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat. Bambu dianggap sebagai simbol kerukunan dan kekeluargaan, mengingat sifatnya yang tumbuh bergerombol. Hutan ini juga menjadi sumber bahan bangunan utama untuk rumah-rumah adat mereka, menunjukkan siklus hidup yang berkelanjutan antara manusia dan alam. Dengan segala pesona alamnya yang asri, arsitektur tradisional yang terjaga, serta kehidupan adat yang kental, Desa Penglipuran tidak hanya menawarkan keindahan visual, tetapi juga sebuah pelajaran berharga tentang bagaimana manusia dapat hidup selaras dengan alam dan budayanya dalam bingkai modernitas
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI