Mohon tunggu...
Najwa Fariha
Najwa Fariha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ekonomi Syariah

Mahasiswa Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi dalam Digital Ekonomi bagi Remaja dari Perspektif Pembangunan Ekonomi Syariah

20 Desember 2021   08:24 Diperbarui: 20 Desember 2021   08:28 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

@page { size: 8.27in 11.69in; margin: 0.79in } p { margin-bottom: 0.1in; line-height: 115%; background: transparent }  

Salah satu dampak dari pandemi adalah lumpuhnya ekonomi. Banyak UMKM dan pengusaha ekonomi kelas bawah merasakan merosotnya pendapatan akibat pembatasan aktivitas. Tidak hanya itu, banyak karyawan tetap yang di PHK dan menjadi pengangguran. Maka strategi apa yang harus dilakukan untuk kembali membangun perekonomian indonesia dalam perspektif Ekonomi Syariah?

Tidak perlu diragukan bahwa digitalisasi semakin banyak digunakan saat pandemi, lebih dari setengah komunikasi yang dilakukan melalui digital. Mulai dari bersekolah hingga transaksi jual beli. Digital sendiri merupakan sebuah bentuk dari kemajuan teknologi, dimana teknologi merupakan salah satu faktor dari pertumbuhan ekonomi.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah menyukai orang mukmin yang berkarya." (HR Baehaqi).  Dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan agama yang mendorong umatnya untuk berinovasi. Islam pula merupakan agama yang menjungjung tinggi kesejahteraan seluruh umat, dan memeberikan kemudahan. Maka digitalisasi ekonomi merupakan hal yang baik dimata Islam karena selain mengembangkan teknologi melalui inovasi tetpai juga banyak memeberikan kemudahan untuk masyarakat.

Namun, disisi lain harus diperhatikan bahwa Digitalisasi Ekonomi masih rawan akan distorsi pasar yang jelas sangat dilarang oleh Islam. Contoh dari distorsi pasar misalnya adalah antara lain Ba'i Najasy, Ihktikar, Tallaqi Rukban, Tadlis (Unknow To One Party), Taghrir (Uncertain To Both Parties).

Nah, pada masa pandemi ini bisa banyak kita lihat penjualan penjualan yang kurang baik dari segi etika bahkan diharamkan oleh Islam. Seperti misalnya dengan munculnya fenomena binge watching, banyak orang berjualan Applikasi premium untuk menonton film/drama, Aplikasi musik, dan Aplikasi lainya dengan menggunakan trik yang notabene menjadi lebih murah karena tidak benar-benar resmi dari  pengembang aplikasi. Bahkan hingga joki untuk segala tugas Dimana kebanyakan dari pelaku usaha ini adalah Remaja yang masih sekolah menengah pertama hingga mahasiswa, yang sudah termasuk usia produktif dengan tujuan untuk menambah uang saku. Namun di sisi baiknya, banyak yang menjadi dropshipper ataupun resseler sehingga mampu menyalurkan kreasi atau inovasi UMKM lainnya lebih luas lagi. Ada juga yang melakukan usaha jasa kreasi seperti commision art atau kaligrafi.

Fenomena ini memberikan kelebihan bahwa remaja juga bisa memasuki pasar dan melakukan usaha. Menambah produktifitas masyarakat yang sudah berusia produktif.  Namun karena mereka masih dalam usia dini, mereka masih belum banyak memiliki pengetahuan tentang ekonomi dan bisnis dan bagaimana yang boleh dan tidak diperbolehkan. Maka sebaiknya, mereka yang berniat untuk menjalankan usaha diberikan akses pengetahuan tentang usaha dan bisnis agar bisa lebih produktif dengan cara yang halal dan baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun