Mohon tunggu...
najwa damara
najwa damara Mohon Tunggu... mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Tetangga yang Terancam: Strategi Harmoni Manusia dengan Harimau di Tengah Ketakutan dan Harapan

2 Oktober 2025   06:34 Diperbarui: 2 Oktober 2025   06:34 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran harimau di permukiman warga sekitar hutan kerap terjadi setiap tahun, terutama di habitat alaminya, Sumatra. Fenomena ini menimbulkan dua sisi yang bertolak belakang. Di satu sisi, ketakutan masyarakat terhadap serangan harimau pada ternak maupun manusia sering memicu konflik yang berujung kerugian materi bahkan korban jiwa. Namun, di sisi lain, fakta bahwa harimau masih terlihat justru membawa harapan bahwa satwa langka ini belum hilang dari hutan Sumatra.

Harimau Sumatra adalah satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia, setelah Harimau Jawa dan Harimau Bali yang telah dinyatakan punah. Sejak 1996, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan status “kritis” sebagai peringatan keras bahwa populasinya terus menurun. Saat ini, jumlah Harimau Sumatra di alam liar diperkirakan hanya tersisa 400–600 ekor, dengan habitat utama berada di Taman Nasional Kerinci Seblat, Gunung Leuser, serta beberapa kawasan hutan lain di Sumatra.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatra Barat mencatat bahwa dari 62 kasus konflik satwa liar sepanjang 2024, sebanyak 24 kasus didominasi oleh Harimau Sumatra. Potensi konflik muncul karena harimau membutuhkan jalur jelajah yang luas untuk berburu satwa mangsa seperti rusa dan babi hutan. Namun, ketika habitat semakin menyusut akibat aktivitas manusia dan jumlah mangsa di dalam hutan berkurang, harimau terpaksa memperluas wilayahnya hingga mendekati permukiman. Kondisi ini menimbulkan keresahan bagi pemilik ternak yang khawatir hewan peliharaannya diserang, bahkan menimbulkan kekhawatiran lebih luas di masyarakat akan ancaman terhadap manusia. Padahal, harimau sebenarnya tidak berniat menyerang manusia, melainkan kehilangan mangsa alaminya sehingga memilih ternak warga sebagai pengganti.

Mengapa Harimau Sumatra begitu penting untuk kita jaga? Harimau dikenal sebagai spesies payung, artinya melindungi mereka sama dengan menjaga kelestarian ratusan spesies lain di dalam ekosistem hutan. Perannya sebagai predator puncak menjadikan harimau kunci dalam menjaga keseimbangan alam. Mereka mengendalikan populasi rusa, babi hutan, dan hewan mangsa lainnya agar tidak berkembang berlebihan. Jika populasi mangsa dibiarkan meledak, tumbuhan muda bisa habis dimakan, regenerasi hutan terganggu, dan ekosistem pun rusak. Ekosistem hutan yang sehat bukan hanya penting bagi satwa liar, tetapi juga bagi manusia. Hutan menyediakan air bersih, udara segar, menyerap karbon, hingga melindungi kita dari banjir dan longsor. Sayangnya, peran penting harimau ini terus terancam oleh perburuan liar, alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan permukiman, serta konflik dengan manusia yang sering terjadi akibat menyempitnya habitat. Dengan kata lain, hilangnya harimau bukan hanya kehilangan satwa karismatik, tetapi juga ancaman bagi kelestarian hutan dan keberlangsungan hidup manusia yang bergantung padanya.

Seperti manusia yang hidup bertetangga, Harimau Sumatra juga membutuhkan ruang aman untuk bertahan hidup. Ironisnya, hutan mereka makin menyempit karena keegoisan manusia dalam mengelola hutan, dan harimau tak bisa “bersuara” untuk meminta perlindungan. Akibatnya, manusia sering tak menyadari bahwa kelangsungan hidup harimau sendiri sedang terancam.

Koeksistensi atau hidup berdampingan menjadi kunci agar manusia dan Harimau Sumatra tetap aman tanpa saling merasa terancam. Pendekatan ini membuka harapan terciptanya hubungan harmonis dengan berbagi ruang secara damai, di mana manusia dan satwa liar seperti Harimau Sumatra bisa hidup tanpa merugikan satu sama lain. Koeksistensi dapat diwujudkan melalui strategi konservasi dan mitigasi. Konservasi berperan menjaga populasi harimau, mangsa alaminya, serta habitat hutan agar ekosistem tetap sehat. Sementara itu, mitigasi lebih menekankan langkah nyata untuk mencegah konflik, seperti menjaga jarak permukiman dari habitat harimau, membersihkan semak di sekitar permukiman, mengimbau warga berhati-hati saat beraktivitas (tidak berjalan sendirian dan pulang dari kebun sebelum sore), membuat kandang ternak yang aman dengan kawat berduri, serta menghidupkan kembali kearifan lokal yang menghormati harimau sebagai satwa sakral.

Sejak lama, Harimau Sumatra dipandang masyarakat adat sebagai simbol kekuatan sekaligus penjaga hutan. Mereka percaya keberadaan harimau menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan sumber daya alam, sehingga lahirlah aturan adat seperti larangan berburu dan kewajiban melestarikan hutan. Setiap daerah pun memiliki sebutan khas yang penuh penghormatan, misalnya Rimueng di Aceh, Ompung di Sumatra Utara, Datuak atau Inyiak di Sumatra Barat dan Riau, Imaw Srabat di Jambi, Dio atau Diyau di Kerinci, hingga Puyang di Sumatra Selatan. Sebutan-sebutan ini menunjukkan bahwa harimau bukan hanya satwa, melainkan bagian penting dari identitas, spiritualitas, dan kearifan lokal yang harus dilestarikan.

Penegakan hukum terhadap perburuan liar dan perusakan hutan juga sangat penting agar harimau tetap memiliki ruang jelajah dan mangsa yang cukup. Upaya ini didukung oleh berbagai regulasi, seperti UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan serta UU No. 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun, keberhasilan perlindungan tidak hanya bergantung pada aturan, melainkan juga pada aksi nyata masyarakat yang menjaga hutan sekaligus mengubah cara pandang. Harimau sebaiknya tidak dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai “tetangga yang terancam” yang keberadaannya penting untuk keseimbangan alam. Dengan kesadaran ini, manusia dapat hidup aman, harimau tetap terlindungi di habitatnya, dan hutan pun terjaga kelestariannya demi masa depan bersama.

Upaya koeksistensi ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) poin 15 yang menekankan pentingnya melindungi kehidupan di darat. Poin ini mengingatkan kita bahwa hutan, satwa liar, dan keanekaragaman hayati adalah penopang utama kehidupan manusia. Dengan menjaga hutan tetap lestari, melindungi harimau, dan mengurangi konflik, kita tidak hanya menyelamatkan satwa langka, tetapi juga menjamin keberlangsungan ekosistem yang menyediakan air bersih, udara segar, dan sumber pangan. Artinya, menyelamatkan Harimau Sumatra juga berarti menyelamatkan masa depan lingkungan dan generasi mendatang. Harimau bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga indikator sehatnya hutan kita. Jika mereka punah, berarti ada yang salah dengan ekosistem yang juga kita andalkan. Jadi, menjaga Harimau Sumatra sama saja dengan menjaga rumah besar kita bersama: bumi yang lestari dan layak dihuni oleh anak cucu di masa depan.

Hidup berdampingan dengan harimau memang penuh ketakutan, tetapi dari ketakutan itu tumbuh kesadaran. Ada harapan baru bahwa manusia dan harimau masih bisa berbagi ruang, menjaga hutan tetap lestari, dan menjamin masa depan bersama. Harimau terlindungi, manusia pun lebih terjamin keberlangsungan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun