Hukum seharusnya menjadi pijakan keadilan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Namun dalam praktiknya, sistem hukum Indonesia masih sering memunculkan ketimpangan. Istilah "tajam ke bawah, tumpul ke atas" seolah menjadi cerminan dari ketidakadilan yang dirasakan masyarakat  terutama kelompok rentan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah hukum benar-benar menjadi panglima, atau justru alat kekuasaan?
Padahal, Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum." Artinya, setiap individu baik rakyat biasa maupun pejabat negara harus tunduk pada hukum, tanpa pengecualian. Prinsip negara hukum ini selaras dengan pandangan ahli hukum Prof. Jimly Asshiddiqie yang menekankan bahwa "negara hukum tidak hanya memuat legalitas, tapi juga mengandung nilai keadilan, demokrasi, dan perlindungan HAM."
Selain itu, sistem hukum Indonesia berdiri di atas fondasi ideologis Pancasila, terutama sila kedua: "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Ini berarti penegakan hukum tidak hanya menekankan aspek formal, tetapi juga nilai-nilai empati, keadilan sosial, dan keberadaban dalam perlakuan terhadap sesama warga negara.
Sayangnya, ketimpangan dan ketidakpastian hukum masih sering terjadi. Korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam proses penegakan hukum bukan hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga memperlemah daya kerja hukum itu sendiri. Menurut Aldwin Rahadian, "perubahan hukum di Indonesia tidak cukup hanya dengan revisi aturan. Diperlukan reformasi menyeluruh baik secara struktural maupun kultural."
Sementara itu, Prof. Dr. Nasaruddin Umar menambahkan bahwa karakter hukum Indonesia sangat khas karena merupakan "perpaduan antara sistem hukum Eropa Kontinental, hukum adat, dan nilai-nilai keagamaan." Uniknya struktur hukum ini bisa menjadi kekuatan besar jika dikelola secara harmonis, tetapi juga berpotensi menimbulkan kebingungan dan konflik jika tidak ada penyelarasan antara prinsip hukum yang berlaku.
Langkah Strategis untuk Perbaikan:
1. Harmonisasi regulasi hukum
Tumpang tindih peraturan menjadi salah satu akar masalah dalam penegakan hukum. Perlu evaluasi dan penyederhanaan regulasi untuk menciptakan kepastian hukum.
2. Peningkatan integritas dan profesionalisme aparat hukum
Pendidikan etika hukum dan pengawasan internal harus diperkuat agar aparat penegak hukum benar-benar menjadi pelayan keadilan, bukan alat kekuasaan.
3. Peningkatan literasi hukum masyarakat
Warga negara perlu dibekali pemahaman hukum agar mampu memperjuangkan hak-haknya dan mendorong pengawasan terhadap jalannya proses hukum.
4. Internalisasi nilai-nilai Pancasila dalam praktik hukum
Hukum Indonesia harus berpihak pada nilai-nilai kebhinekaan, keadilan sosial,dan kemanusiaan sebagai identitas bangsa.
Mewujudkan sistem hukum yang adil dan berkeadaban memang tidak bisa dicapai dalam semalam. Namun, perubahan bisa dimulai dari komitmen bersama antara pemerintah, aparat penegak hukum, akademisi, hingga masyarakat sipil. Prinsip negara hukum tidak akan bermakna jika hukum hanya berpihak kepada yang kuat. Hukum sejati adalah yang berpihak kepada kebenaran dan keadilan.