Topik penelitian tentang "Pemenuhan Hak-Hak Anak oleh Orang Tua Kandung" memiliki relevansi yang sangat erat dengan keilmuan Hukum Keluarga Islam (HKI), mengingat salah satu fokus utama dalam HKI adalah menjaga dan melindungi institusi keluarga serta memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban antaranggota keluarga, termasuk anak sebagai bagian paling rentan dalam struktur keluarga.
Dalam perspektif HKI, anak merupakan amanah yang harus dijaga dan dididik dengan baik. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh terhadap tumbuh kembang, pendidikan, kesejahteraan, dan akhlak anak. Hal ini tercermin dalam berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits Rasulullah SAW. Salah satunya dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
 "Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..."
Ayat ini menunjukkan bahwa orang tua memiliki kewajiban utama untuk menjaga keluarganya, termasuk anak-anak, dari kehancuran moral dan sosial, yang salah satunya bisa terjadi apabila hak-hak anak diabaikan.
Selain itu, dalam hadis Nabi SAW disebutkan:
 "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab terhadap mereka." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa dalam pandangan Islam, orang tua, khususnya ayah, memiliki peran vital dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan anak, baik secara material maupun spiritual.
Penelitian skripsi ini sangat relevan dengan HKI karena memperlihatkan realitas sosial terkait pelaksanaan peran orang tua dalam memenuhi hak-hak anak sesuai dengan norma hukum yang berlaku, yang sejatinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam Islam, hak-hak anak tidak hanya berupa nafkah lahir, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan formal, tetapi juga nafkah batin, seperti kasih sayang, perlindungan, dan pendidikan moral.
Kehadiran Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga dapat dipandang sebagai bentuk konkret dari maqashid al-syari’ah (tujuan-tujuan syariat), khususnya dalam aspek hifz al-nafs (perlindungan jiwa) dan hifz al-nasl (perlindungan keturunan). Dalam keilmuan HKI, pemenuhan hak-hak anak masuk ke dalam bagian penting dari upaya menjaga keturunan dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Dengan demikian, topik skripsi ini bukan hanya relevan secara yuridis formal, tetapi juga memiliki dasar kuat dalam hukum Islam, terutama dalam upaya membangun sistem perlindungan anak yang tidak hanya berbasis pada hukum positif, melainkan juga berbasis nilai-nilai keagamaan yang luhur.
ALASAN MEMILIH JUDUL SKRIPSI " PEMENUHAN HAK-HAK ANAK OLEH ORANG TUA KANDUNG PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK"
Saya memilih untuk mereview skripsi berjudul "Pemenuhan Hak-Hak Anak Oleh Orang Tua Kandung Perspektif Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak" karena tema ini sangat menyentuh dan dekat dengan realitas yang sering saya lihat di sekitar saya. Isu tentang anak dan hak-haknya bukan hanya permasalahan hukum, tetapi juga menyangkut sisi kemanusiaan yang dalam. Anak-anak adalah makhluk yang paling lemah dalam struktur sosial, namun juga yang paling berharga karena mereka adalah generasi masa depan. Ketika hak-hak mereka tidak dipenuhi oleh orang tuanya sendiri, maka itu bukan hanya persoalan pelanggaran hukum, tapi juga kegagalan moral dalam keluarga.
Saya tertarik dengan skripsi ini karena mengangkat kasus nyata di Desa Srati, di mana masih banyak anak yang tidak mendapatkan hak dasarnya---seperti pendidikan, kasih sayang yang sehat, perlindungan dari kekerasan verbal, dan keadilan dalam perlakuan. Saya melihat bahwa banyak keluarga di lingkungan masyarakat menengah ke bawah masih menganggap hal-hal seperti membentak anak, membanding-bandingkan anak satu dengan yang lain, atau menyuruh anak bekerja sambil sekolah, adalah hal biasa. Padahal, jika dilihat dari kacamata hukum dan kemanusiaan, itu bisa termasuk bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak.
Alasan lain saya memilih judul ini adalah karena saya percaya bahwa keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk tumbuh. Jika hak-hak anak tidak terpenuhi di rumahnya sendiri, maka ke mana lagi mereka bisa berharap? Saya ingin menekankan bahwa perlindungan anak tidak cukup hanya dengan peraturan yang tertulis dalam undang-undang, tetapi harus dimulai dari kesadaran orang tua sendiri. Penelitian dalam skripsi ini menurut saya berhasil menunjukkan gap antara idealisme hukum dan kenyataan di lapangan. Dan saya pribadi ingin ikut menyuarakan bahwa kesadaran hukum dalam keluarga sangat penting, terutama bagi orang tua yang mungkin belum menyadari bahwa sikap sehari-hari mereka bisa berpengaruh besar terhadap masa depan anak.
Pendekatan yuridis-sosiologis yang digunakan dalam skripsi ini juga menjadi nilai tambah. Karena saya merasa bahwa dalam memahami persoalan hak anak, tidak cukup hanya dengan membaca undang-undang. Kita juga harus menyelami kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat, terutama di desa-desa yang belum terlalu terjangkau edukasi hukum. Dengan adanya pendekatan ini, skripsi ini mampu menjawab pertanyaan penting: sejauh mana hukum benar-benar hadir dan terlaksana dalam kehidupan keluarga sehari-hari?
Singkatnya, saya memilih judul ini karena menurut saya sangat relevan, nyata, dan menyuarakan suara anak-anak yang mungkin selama ini tidak didengar bahkan oleh orang tuanya sendiri. Dan saya ingin menjadikan skripsi ini sebagai bahan pembelajaran, bahwa menjadi bagian dari masyarakat hukum juga berarti ikut memperjuangkan keadilan sejak dari dalam rumah.
PEMBAHASAN HASIL REVIEW
Desa Srati adalah salah satu desa di Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, dengan mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani dan nelayan. Secara ekonomi, masyarakatnya tergolong kelas menengah ke bawah. Kondisi ini sangat memengaruhi struktur dan kualitas kehidupan keluarga, terutama dalam hal pemenuhan hak-hak anak. Dalam data profil desa 2019--2021, ditemukan bahwa sebanyak 24 anak tidak menyelesaikan pendidikan dasar, yang merupakan indikator ketimpangan dalam pemenuhan hak pendidikan anak.
Sebagian besar orang tua di desa ini hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SD atau SMP. Ketidaktahuan ini berimplikasi pada minimnya kesadaran terhadap tanggung jawab hukum dan moral orang tua atas anak-anak mereka. Di tengah keterbatasan ekonomi dan rendahnya wawasan hukum, pemenuhan hak anak menjadi isu yang kompleks dan membutuhkan penanganan multidimensi.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 menyerap nilai-nilai universal dari Konvensi Hak Anak dan membaginya ke dalam empat kelompok besar:
1. Hak atas Kelangsungan Hidup
2. Hak Tumbuh dan Berkembang
3. Hak Partisipasi
4. Hak Perlindungan