Mohon tunggu...
nailah aulia putri arif
nailah aulia putri arif Mohon Tunggu... Student

Saya adalah seorang mahasiswa Ilmu Gizi yang memiliki ketertarikan besar pada bidang kesehatan, khususnya terkait pemenuhan gizi, pola makan sehat, dan pencegahan penyakit tidak menular. Selama menempuh pendidikan, saya terbiasa mempelajari hubungan antara nutrisi, metabolisme, serta dampaknya terhadap kualitas hidup masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sindrom Metabolik sebagai Faktor Risiko Utama Perkembangan Diabetes Melitus

25 September 2025   11:27 Diperbarui: 25 September 2025   10:29 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di era modern saat ini, pola hidup masyarakat mengalami banyak perubahan. Konsumsi makanan cepat saji, kurangnya aktivitas fisik, serta tingginya tingkat stres menjadi bagian dari keseharian. Kondisi ini tanpa disadari berkontribusi terhadap munculnya berbagai penyakit tidak menular, salah satunya adalah sindrom metabolik. Sindrom metabolik sendiri bukanlah penyakit tunggal, melainkan kumpulan faktor risiko seperti obesitas sentral, hipertensi, peningkatan kadar trigliserida, penurunan kolesterol HDL, dan resistensi insulin.
Keberadaan sindrom metabolik sering kali luput dari perhatian karena gejalanya tidak selalu terlihat jelas. Padahal, kondisi ini merupakan pintu masuk yang signifikan menuju diabetes melitus, khususnya tipe 2. Diabetes melitus telah menjadi salah satu masalah kesehatan global dengan angka kejadian yang terus meningkat, termasuk di Indonesia. Oleh sebab itu, memahami sindrom metabolik sebagai faktor risiko utama diabetes melitus sangat penting, tidak hanya bagi kalangan medis, tetapi juga masyarakat luas agar langkah pencegahan bisa dilakukan sejak dini.
Sindrom metabolik merupakan salah satu penyakit degeneratif yang muncul akibat berbagai faktor, seperti riwayat kesehatan individu, riwayat keluarga, serta faktor usia. Kondisi ini dikenal sebagai salah satu pemicu utama timbulnya penyakit jantung koroner (PJK) dan diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini dapat memperburuk keadaan kesehatan seseorang, terutama bila tidak disertai dengan perubahan gaya hidup menuju pola hidup sehat.
Di Indonesia, prevalensi sindrom metabolik tercatat sebesar 21,66%, dengan angka di tingkat provinsi mencapai 50% dan di tingkat etnis sekitar 45,45%. Beberapa parameter yang umum digunakan dalam pemeriksaan sindrom metabolik meliputi kadar kolesterol HDL dan tekanan darah. Selain itu, peningkatan kadar trigliserida, tekanan darah, gula darah puasa, berat kepala badan, serta lingkar perut yang membesar juga menjadi indikator penting dari kondisi ini.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2, hubungan keduanya cukup kompleks karena tekanan darah tinggi dapat memicu resistensi insulin, yaitu kondisi ketika sel tubuh tidak lagi peka terhadap kerja insulin. Padahal, insulin berfungsi membantu sel menyerap glukosa sekaligus mengatur metabolisme karbohidrat. Jika sensitivitas sel terhadap insulin menurun, maka proses pengendalian kadar glukosa darah akan terganggu sehingga memicu peningkatan kadar gula dalam darah
Pencegahan sindrom metabolik yang berujung pada diabetes melitus perlu dilakukan sejak dini, terutama pada individu dengan faktor risiko seperti obesitas dan kadar trigliserida tinggi. Langkah pertama yang ditekankan adalah skrining kesehatan secara berkala. Pemeriksaan gula darah, tekanan darah, serta profil lipid sangat penting dilakukan, khususnya bagi mereka yang memiliki berat badan berlebih. Deteksi dini akan membantu menemukan kondisi pra-diabetes atau gangguan metabolik sebelum berkembang menjadi penyakit yang lebih serius.
Selain skrining, perubahan gaya hidup menjadi kunci utama pencegahan. Pola makan seimbang dengan memperbanyak konsumsi sayur, buah, dan sumber protein sehat, serta mengurangi asupan gula, lemak jenuh, dan makanan olahan, merupakan fondasi penting. Disertai dengan aktivitas fisik teratur seperti olahraga ringan hingga sedang selama 30 menit per hari, langkah ini terbukti efektif menurunkan risiko resistensi insulin dan menstabilkan kadar gula darah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun