Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, Pemerhati Sosial

Penyuka Kopi Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fenomena Job Hugging: Bertahan di Zona Aman atau Terjebak Tanpa Arah?

6 Oktober 2025   14:14 Diperbarui: 6 Oktober 2025   14:14 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: Pixabay) 

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan kompetisi kerja yang semakin ketat, muncul istilah baru yang kini ramai dibicarakan di kalangan anak muda: job hugging. Fenomena ini menggambarkan perilaku karyawan yang enggan pindah kerja meskipun merasa tidak lagi berkembang. Bukan karena gajinya tinggi atau pekerjaannya ideal, melainkan karena rasa takut menghadapi dunia luar yang penuh risiko dan ketidakpastian.

Menariknya, job hugging menjadi cerminan dari dilema generasi pekerja modern: bertahan di zona aman atau mengambil langkah berani menuju hal yang belum pasti.

Apa Itu Job Hugging?

Secara sederhana, job hugging berarti "memeluk pekerjaan" dengan erat --- bertahan di posisi atau perusahaan yang sama, meskipun tidak lagi merasa bahagia atau tertantang. Banyak karyawan muda yang mengaku tetap bertahan bukan karena mereka menyukai pekerjaannya, tapi karena takut tidak akan mendapatkan kesempatan lebih baik di tempat lain.

Menurut hasil survei dari JobStreet tahun 2024, sekitar 63% karyawan milenial dan Gen Z di Indonesia mengaku tetap bertahan di pekerjaan yang tidak mereka sukai karena faktor keamanan finansial dan kekhawatiran sulit mencari pekerjaan baru. Angka ini menunjukkan bahwa job hugging bukan sekadar tren sesaat, tetapi gejala sosial dari situasi kerja yang semakin kompleks.

Mengapa Fenomena Ini Terjadi?

Ada beberapa alasan mengapa job hugging menjadi pilihan banyak orang saat ini:

1. Ketakutan akan ketidakpastian.

Dunia kerja berubah cepat, dan tidak semua sektor menjanjikan stabilitas. Banyak karyawan memilih bertahan karena takut gagal atau tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru.

2. Tekanan ekonomi.

Dengan harga kebutuhan yang terus naik, kehilangan pekerjaan bisa menjadi mimpi buruk. Rasa aman dari gaji bulanan membuat banyak orang enggan mengambil risiko meski tidak lagi nyaman.

3. Budaya kerja yang menormalisasi "loyalitas".

 Di Indonesia, masih ada pandangan bahwa berpindah kerja terlalu sering menandakan kurang setia atau tidak tahan banting. Akibatnya, banyak karyawan memilih bertahan demi citra profesional yang "aman".

4. Kurangnya kepercayaan diri.

 Banyak pekerja muda yang merasa belum cukup kompeten untuk bersaing di pasar kerja. Ketakutan akan ditolak atau gagal di tempat baru membuat mereka memilih jalan paling aman: tetap di tempat yang sekarang.

Dampak Job Hugging bagi Karier dan Mental

Sekilas, bertahan di satu pekerjaan bisa terlihat sebagai langkah bijak. Tapi jika dilakukan terlalu lama tanpa perkembangan, job hugging justru bisa berdampak negatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun