Siapa sangka limbah dapur seperti kulit pisang bisa menjadi solusi energi masa depan? Inovasi terbaru dari dunia sains membuktikan bahwa kulit pisang yang selama ini hanya dianggap sampah, ternyata bisa diolah menjadi komponen penting dalam pembuatan baterai ramah lingkungan. Terobosan ini menjadi angin segar di tengah tantangan global dalam mencari sumber energi alternatif yang bersih dan berkelanjutan.
Kulit Pisang: Dari Sampah Rumah Tangga Menjadi Sumber Energi
Kulit pisang merupakan limbah organik yang umum dijumpai di rumah tangga. Biasanya, sisa buah ini hanya dibuang atau dijadikan kompos. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kulit pisang menyimpan potensi besar sebagai bahan penyusun elektroda dalam baterai, karena kandungan karbonnya yang tinggi.
Proses pengolahannya cukup menarik. Kulit pisang dikeringkan, kemudian dipanaskan dalam kondisi bebas oksigen melalui metode pirolisis, menghasilkan karbon aktif. Karbon inilah yang kemudian digunakan sebagai anoda dalam baterai lithium-ion. Dalam eksperimen laboratorium, bahan ini menunjukkan kemampuan menyimpan energi yang cukup menjanjikan.
Inovasi dari Ilmuwan India: Baterai dari Kulit Pisang
Mengutip DetikINET (12 Juni 2025), tim ilmuwan dari India berhasil menciptakan baterai lithium-ion yang sebagian besar komponennya berasal dari limbah kulit pisang. Penelitian ini bertujuan menciptakan teknologi penyimpanan energi yang lebih murah dan ramah lingkungan, sekaligus mengatasi masalah limbah organik yang menumpuk.
Dalam uji coba, baterai berbahan kulit pisang ini tidak hanya mampu menyimpan daya secara efisien, tetapi juga menunjukkan stabilitas yang cukup baik untuk penggunaan jangka menengah.Â
Para peneliti menyebutkan bahwa bahan organik ini memiliki pori-pori mikroskopis yang memperbesar luas permukaan, sehingga mempercepat proses transfer ion.
Kenapa Inovasi Ini Penting?
Permintaan terhadap baterai meningkat tajam seiring pesatnya adopsi kendaraan listrik, gadget, dan teknologi rumah pintar. Sayangnya, sebagian besar baterai modern masih mengandalkan material seperti litium, nikel, dan kobalt---logam langka yang penambangannya menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang serius.
Baterai dari kulit pisang menawarkan alternatif yang lebih hijau karena:
- Ramah lingkungan: Tidak mengandalkan pertambangan logam berat.
- Biaya murah: Limbah kulit pisang sangat melimpah dan murah.
- Bisa terurai: Berasal dari bahan organik yang tidak menimbulkan polusi jangka panjang.
Penelitian serupa sebelumnya juga telah dilakukan dengan memanfaatkan limbah pertanian lainnya. Menurut jurnal Renewable and Sustainable Energy Reviews (2023), bahan biomassa seperti kulit kacang, ampas kopi, hingga batang singkong telah diuji sebagai sumber karbon untuk baterai, dengan hasil yang cukup kompetitif.
Potensi Aplikasi dan Komersialisasi
Meski masih dalam tahap pengembangan, baterai berbasis kulit pisang membuka peluang aplikasi yang luas. Untuk tahap awal, baterai ini cocok digunakan pada perangkat elektronik berdaya rendah seperti sensor pintar, lampu tenaga surya, hingga jam tangan digital.