Dunia jurnalisme menuntut keberanian, ketegasan, dan ketangguhan, terutama dalam meliput isu-isu sensitif seperti politik, konflik, atau pelanggaran hak asasi manusia. Sayangnya, jurnalis perempuan menghadapi tantangan tambahan yang sering kali lebih berat dibandingkan rekan pria mereka: intimidasi.Â
Seperti yang belakangan ini dialami jurnalis desk politik sekaligus host siniar bocor Alus Tempo, Francisca Cristy Rosana atau biasa dipanggil Cica, yang mendapat teror kepala babi dan bangkai tikus beberapa hari yang lalu
Intimidasi terhadap jurnalis perempuan tidak hanya terjadi dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga ancaman daring, pelecehan seksual, dan tekanan psikologis.Â
Menurut laporan UNESCO dan International Center for Journalists (ICFJ), sekitar 73% jurnalis perempuan mengalami kekerasan daring, mulai dari serangan berbasis gender hingga ancaman pembunuhan.
Apa yang membuat jurnalis perempuan lebih rentan terhadap intimidasi? Artikel ini akan membahas beberapa faktor ilmiah yang menyebabkan fenomena ini dan bagaimana solusinya.
Mengapa Jurnalis Perempuan Rentan terhadap Intimidasi?
1. Bias Gender dalam Dunia Jurnalisme
Meskipun jurnalis perempuan telah banyak berkontribusi dalam industri media, masih ada bias gender yang mengakar. Beberapa pihak masih menganggap perempuan tidak sekuat pria dalam meliput berita berisiko tinggi, seperti konflik atau korupsi.Â
Akibatnya, ketika seorang jurnalis perempuan memberitakan isu-isu sensitif, mereka sering dianggap "mengusik" sistem yang didominasi oleh pria, sehingga lebih rentan menjadi target serangan.
2. Kekerasan Berbasis Gender dalam Pekerjaan
Jurnalis perempuan tidak hanya menghadapi ancaman dari sumber berita, tetapi juga dari kolega dan narasumber. Menurut laporan Committee to Protect Journalists (CPJ), jurnalis perempuan lebih sering mengalami pelecehan seksual dibandingkan pria, baik secara fisik maupun verbal. Intimidasi berbasis gender ini membuat perempuan merasa tidak aman dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka.
3. Serangan di Dunia Maya
Era digital membawa tantangan baru bagi jurnalis perempuan, yaitu serangan daring (online harassment). Ancaman ini bisa berupa doxxing (penyebaran informasi pribadi tanpa izin), pelecehan seksual di media sosial, hingga kampanye disinformasi yang bertujuan merusak reputasi mereka.Â
Laporan UNESCO menyebutkan bahwa ancaman daring ini sering kali berasal dari kelompok yang tidak ingin kebenaran terungkap.