Setiap orang pasti pernah punya satu barang impian yang entah kenapa begitu melekat di hati. Ada yang mendambakan ponsel keluaran terbaru, ada yang mengincar jam tangan mahal, atau bahkan mobil impian yang masih terparkir dalam angan. Buat saya, impian itu sederhana: sepasang sepatu Adidas Gazelle.
Mungkin terdengar biasa saja. Tapi bagi saya, sepatu ini bukan cuma alas kaki bermerek. Ia adalah simbol dari kerja keras, konsistensi, dan bentuk penghargaan untuk diri sendiri. Kisah saya dengan Adidas Gazelle bukan tentang gaya hidup, tapi tentang bagaimana mimpi bisa dimulai dari hal-hal kecil, bahkan dari sepasang sepatu.
Awal Mula Jatuh Cinta
Saya pertama kali melihat Adidas Gazelle saat masih duduk di bangku SMA. Seorang teman anak pindahan dari Jakarta memakainya dengan sangat percaya diri. Warnanya biru navy dengan tiga garis putih di samping, desain klasik yang tidak neko-neko, tapi justru karena itu sangat memikat.
Saya bukan orang yang terlalu peduli dengan mode saat itu. Tapi entah kenapa, sepatu itu terus terbayang di kepala saya. Ada aura vintage, ada nuansa Eropa, dan yang paling penting: ada kesan sederhana tapi elegan. Saya pulang ke rumah dan langsung mengetik di Google: Sepatu Adidas tiga garis klasik. Dan dari situlah saya tahu nama sepatu itu: Adidas Gazelle.
Bukan Sekadar Sepatu Mahal
Tentu, sebagai anak SMA biasa, saya tidak bisa langsung membelinya. Harganya yang di atas satu juta rupiah jelas bukan hal mudah bagi keluarga saya. Bahkan untuk beli sepatu lokal saja kadang harus menunggu lebaran. Tapi anehnya, saya tidak merasa iri. Saya justru menyimpan nama itu dalam hati seperti janji diam-diam: suatu hari nanti, saya akan membelinya dengan uang saya sendiri.
Tahun-tahun berlalu. Saya lulus SMA, masuk kuliah, lalu mulai bekerja. Di sela-sela kesibukan dan perjuangan hidup, mimpi kecil tentang sepatu itu masih ada. Saya sempat hampir membelinya beberapa kali. Tapi selalu saya tahan. Ada kebutuhan lain yang lebih mendesak: biaya kuliah, bantu orang tua, dan menabung masa depan.
Namun tiap kali saya melihat orang memakai Adidas Gazelle di jalan atau di media sosial, hati saya bergetar kecil. Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi bagi saya, Adidas Gazelle adalah pengingat: bahwa ada impian yang belum saya wujudkan, impian yang dulu tumbuh dari masa remaja yang penuh harapan.
Hari Itu Akhirnya Tiba
Tahun lalu, saya mendapat bonus tahunan dari kantor. Tidak besar, tapi cukup membuat saya bisa bernapas lebih lega dari biasanya. Saya menyisihkan sebagian untuk ditabung, sebagian untuk orang tua, dan sebagian lagi saya putuskan untuk menghadiahi diri sendiri.
Saya membuka situs resmi Adidas, mencari model Gazelle yang selama ini saya incar: warna biru dengan garis pink. Ukuran 39, pas dengan kaki saya. Saat jari saya menekan tombol "Checkout", jantung saya berdetak lebih cepat dari biasanya. Rasanya seperti menuntaskan sesuatu yang sudah lama tertunda.
Beberapa hari kemudian, paket itu tiba. Saya membukanya perlahan. Bau khas sepatu baru langsung tercium. Saat saya memegangnya, saya tidak hanya melihat sepatu bermerek. Saya melihat perjalanan bertahun-tahun dari keinginan sederhana seorang anak SMA, menjadi simbol kerja keras seseorang yang tak pernah lupa pada impiannya.
Saat Memakai Gazelle untuk Pertama Kali
Saya memakai sepatu itu untuk pergi ngopi bersama teman-teman lama. Mereka langsung memuji, "Wah, akhirnya beli juga sepatu idamanmu itu, ya!" Saya tersenyum. Rasanya bangga, tapi juga penuh syukur. Saya melangkah dengan ringan, bukan karena empuknya sol sepatu itu, tapi karena hati saya merasa utuh.
Lucunya, orang-orang di jalan mungkin tidak terlalu memperhatikan sepatu saya. Buat mereka, itu hanya sepatu biasa. Tapi buat saya, ini adalah pengingat bahwa impian bisa dimulai dari hal kecil, dan tak ada yang terlalu remeh untuk diperjuangkan.
Lebih dari Sekadar Gaya
Adidas Gazelle bukan sepatu yang mencolok. Ia bukan tren sesaat. Desainnya hampir tidak berubah sejak tahun 1966 dan justru di situlah letak keistimewaannya. Ia tahan zaman. Ia punya karakter. Sama seperti mimpi yang bertahan di hati saya sejak remaja.
Dan kini, tiap kali saya memakainya, saya merasa percaya diri. Bukan karena ingin pamer, tapi karena saya tahu: sepatu ini saya beli dengan keringat sendiri. Ia mewakili prinsip yang saya pegang sejak dulu bahwa segala sesuatu yang diperoleh dari usaha sendiri akan terasa jauh lebih bermakna.
Impian Tak Selalu Harus Besar
Banyak orang bermimpi punya rumah megah, mobil mewah, atau karier luar biasa. Tidak salah. Tapi kadang, impian itu juga bisa sesederhana ingin punya sepatu Adidas Gazelle. Yang penting bukan besar atau kecilnya impian, tapi seberapa jujur dan teguh kita memeluknya.
Hari ini, saya menuliskan kisah ini bukan untuk pamer, tapi untuk mengingatkan diri sendiri: bahwa setiap impian layak diperjuangkan, sekecil apa pun itu. Karena dalam setiap langkah, ada cerita. Dan dalam setiap sepatu, ada mimpi yang berjalan bersama kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI