Hitung-hitung dengan cara itu dapat menggerakkan (dan bukannya memaksa) laki-laki agar timbul kesadaran diri untuk berperan lebih aktif dalam tanggung jawab reproduksi dan perencanaan anak jangka panjang (mengingat Indonesia adalah salah satu negara paling fatherless di dunia) guna sedikit mengurangi tanggungan perempuan yang sudah ngos-ngosan dihantam stigma dan tuntutan ibuisme.
Pun, jika ditarik agak jauh, bansos sendiri sedari awal adalah solusi malas yang diberikan pemerintah yang enggan turun tangan lebih jauh dalam mengurus rakyatnya. Ia adalah penambal sementara waktu. Masyarakat prasejahtera diberi jatah untuk makan sehari-dua hari. Namun di hari ketiga, mereka dibiarkan kembali kelimpungan mengais-ngais penghidupan, semetara pemerintah buang muka karena merasa sudah membantu.
Duet bansos-vasektomi sama halnya dengan salep yang hanya dioleskan pada permukaan, tidak menyembuhkan akar permasalahan yang jauh terpendam.
Akhir kata, jika pemerintah memang benar-benar memiliki sekadar niat saja untuk memperbaiki kualitas hidup rakyatnya, maka pemerataan akses dan inklusivitas lapangan kerja diantaranya dapat menjadi jawaban. Bukannya malah mencanangkan kebijakan yang sok mengatur isi celana dan selangkangan.
Referensi:
Juliasyah, Ricky. 2025. Dedi Mulyadi Akan Jadikan Vasektomi sebagai Syarat Terima Bansos. Diakses pada 2 Mei 2025 dari https://www.tempo.co/politik/dedi-mulyadi-akan-jadikan-vasektomi-sebagai-syarat-terima-bansos-1284804
Wijaya, Hendry. 2021. Apakah Efek Sterilisasi Vasektomi Dapat dibatalkan?. Diakses pada 2 Mei 2025 dari https://hellosehat.com/kehamilan/kesuburan/apakah-vasektomi-bisa-dibatalkan/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI