Bulan Ramadhan selalu menjadi waktu yang dinanti-nantikan, bukan hanya oleh umat Islam yang menjalankan ibadah puasa, tetapi juga oleh siapa pun yang merindukan suasana kebersamaan dan semangat berbagi. Setiap sore menjelang berbuka, suasana menjadi lebih hidup. Mulai dari jalanan yang dipadati pedagang takjil, masjid yang ramai oleh jamaah, hingga dapur-dapur rumah yang dipenuhi aroma manis kolak dan gorengan.
Di tengah kebiasaan ngabuburit atau berburu takjil di luar, saya memilih menjalani sore Ramadhan dengan cara berbeda membuat sendiri takjil di rumah, lalu membawanya ke masjid untuk dibagikan kepada para jamaah. Kegiatan ini berawal dari keinginan sederhana untuk berbagi, dan ternyata memberi pengalaman yang jauh lebih bermakna. Setiap langkah dalam proses ini memasak, membungkus, hingga menyerahkan langsung ke masjid membawa rasa hangat yang sulit dijelaskan. Ini adalah cerita kecil tentang berbagi dari dapur menuju serambi masjid.
Kegiatan ini bermula dari niat sederhana yaitu ingin berbagi. Saya merasa bahwa berbagi tidak harus mewah atau wow. Dari dapur sendiri, saya mulai meracik takjil pertama di awal Ramadhan berupa nasi ayam goreng kremes dan teh manis. Awalnya hanya membuat untuk 30 bungkus, namun mendapat info kalau santi TPA di Masjid Al-Muhtadien ada sekitar 50 orang.
Proses memasak biasanya saya mulai sekitar pukul 14.00 WIB. Bahan-bahannya saya beli di pasar pagi hari atau minimarket terdekat. Pada kesempatan ini, saya dibantu oleh Ayah, Ibuk dan Kakak Prempuan saya. Kami menyiapkan takjil dengan penuh semangat. Setelah dibungkus rapi, sekitar pukul 17.15 WIB saya membawa takjil tersebut ke masjid untuk dibagikan kepada santri TPA Al-Muhtadien sebelum adzan Maghrib.
Salah satu yang paling berkesan adalah sambutan hangat dari pengurus remaja masjid. Mereka dengan sigap menerima dan membantu membagikan takjil ke santri TPA dan jamaah sholat magrib yang hadir.
"Alhamdulillah, santri TPA selalu antusias ketika menerima Takjil. Kadang ada juga jamaah jauh yang sengaja mampir karena perjalanan, jadi takjil yang tersedia bisa langsung dinikmati untuk berbuka," kata Fitriana (22), anggota remaja Masjid Al-Muhtadien.
Fitriana mengatakan bahwa pembagian takjil memang sudah menjadi tradisi Ramadhan di masjid ini, dengan warga sekitar Masjid dan Jamaah yang ikut berpartisipasi secara sukarela seperti ini membuat suasana Ramadhan semakin hangat dan penuh kebersamaan.
Kegiatan berbagi takjil ini tidak hanya menjadi rutinitas harian, tapi juga membuka ruang silaturahmi dan mempererat hubungan antara warga dan pengurus masjid. Bahkan beberapa Jmaah yang tidak sengaja singgah yang melihat kegiatan ini mulai ikut berdonasi secara spontan, baik dalam bentuk bahan makanan maupun uang.
"Ini contoh kegiatan kecil tapi dampaknya besar. Kami jadi terinspirasi untuk mengadakan program berbagi takjil setiap akhir pekan bersama remaja masjid," ujar Dewi (19), salah satu pengurus remaja masjid lainnya. Ia juga mengatakan bahwa ke depan mereka ingin mengajak lebih banyak anak muda di sekitar untuk ikut terlibat.