Mohon tunggu...
Nadya A
Nadya A Mohon Tunggu... Freelancer - sedang bereksplorasi

Menulis topik sosial, politik, K-Pop, dan isu-isu digital.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran HAM Berat: Holocaust oleh Nazi pada Masa Perang Dunia II

30 Maret 2022   10:46 Diperbarui: 30 Maret 2022   10:52 7789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Holokaus berasal dari bahasa Yunani holkaustos: hlos, "seluruh" dan kausts, "terbakar". Istilah ini juga dikenal dengan Shoah, secara terminologi dari bahasa Ibrani: , HaShoah, "bencana"; bahasa Yiddi: , Churben atau Hurban, dari bahasa Ibrani "penghancuran".[1] Ada beberapa definisi terkait holokaus atau holocaust ini, namun definisi paling umum yang seringkali ditemukan, merujuk pada tindakan  pembantaian kurang lebih enam juta orang Yahudi di Eropa yang dilakukan secara sistematis oleh Nazi pada masa kepemimpinan Adolf Hitler. 

 

Menurut beberapa pendapat, Hitler tumbuh menjadi pembenci Yahudi seumur hidup sebab dipengaruhi Teori Lueger yang menyatakan bahwa kaum Yahudi yang menyebabkan kekacauan ekonomi dan politik Jerman. Lueger juga menyebarkan konsep bahwa bangsa Arya adalah bangsa yang terkuat dan paling unggul.

 

Pada tahun 1914 saat Jerman kalah perang, Hitler pun menyalahkan Yahudi. Ada juga sebuah teori konspirasi yang menyatakan bahwa Jerman telah dikhianati oleh Yahudi. Pihak Yahudi sengaja menawarkan bantuan kepada Inggris dan Perancis. Hal ini agar Palestina kembali diberikan kepada Yahudi jika Inggris dan sekutunya menang. Hitler pun menanggap Yahudi pengkhianat dan harus segera disingkirkan dari Jerman.

 

 Lima tahun setelah kekalahan Jerman, Hitler pun bergabung dengan Partai Pekerja Jerman. Saat ia memimpin, ia pun menggantinya menjadi Partai Nazi. Pada bulan Januari 1933, Nazi mulai berkuasa di Jerman. Mereka meyakini bahwa kaum Yahudi merupakan ancaman bagi Jerman dan mereka mulai melakukan 'pembersihan' terhadap Yahudi. Ada beberapa tahapan dan bentuk-bentuk 'pembersihan' yang dilakukan oleh Nazi, seperti :

 

Pemboikotan ekonomi terhadap usaha-usaha milik orang Yahudi pada 1 April 1933. Para anggota Pasukan Badai (SA) dan SS (pengawal elite negara Nazi) mencoreng kata 'jude' (dalam bahasa Jerman berarti Yahudi) pada etalase toko, menempelkan lambang-lambang anti-Yahudi, bahkan seorang pengacara Yahudi juga terbunuh.[2]

 

Pemecatan pegawai negeri Yahudi pada 7 April 1933 sebab Pemerintah Nazi mengesahkan Undang-undang Restorasi Kepegawaian Negeri Profesional. Kebijakan tersebut menegaskan bahwa hanya kaum Arya atau ras Jerman murni yang boleh menjabat dalam pemerintah. [3]

 

Pemberlakukan undang-undang Nuremberg pada 15 September 1935.  Peraturan perundang-undangan tersebut berisi pelarangan Yahudi menikahi atau menjalin hubungan seksual dengan orang-orang berdarah Jerman atau sebangsanya. Selain itu juga mencabut hak politik orang-orang Yahudi.  Penafsiran berkembang pada 14 November 1935 yang turut mengucilkan kelompok minoritas lainnya seperti orang Roma (Gipsi), orang kulit hitam, atau pun keturunan mereka.[4]

 

Aksi kekerasan yang dianggap tak terencana pada 9 November 1938. Ratusan Yahudi dibunuh, tempat usahanya dihancurkan, sinogege juga dibakar namun polisi dan pemadam kebakaran hanya berdiam diri. Hal ini menjadi indikator bahwa aksi ini bukan sekedar aksi balas dendam biasa.  Peristiwa ini tersebut dikenal dengan sebutan Kristallnacht, atau "Malam Kaca Pecah," sebab selama peristiwa ini pecahan kaca dari etalase toko berserakan di jalan-jalan. [5]

 

Pembantaian terhadap para penyandang cacat fisik dan mental dianggap "tidak berguna" bagi masyarakat pada 1939 sampai 1941, program ini dinamai T-4 atau 'eutanasia'. Hitler menganggap bahwa masyarakat tersebut juga merupakan ancaman bagi kemurnian genetis Arya dan tidak pantas untuk hidup. Teknik yang dilakukan dengan injeksi mematikan atau di dalam kamar gas.[6] Peristiwa ini juga menjadi 'inspirasi' genosida di kamp-kamp yang didirikan Jerman, salah satunya yang terbesar adalah kamp di Auschwitz.

 

Program 'Solusi Akhir' berupa genosida di 'kamar gas' yang dibangun dalam kamp-kamp Jerman terhadap jutaan kaum Yahudi dan ras-ras lain yang dianggap 'lemah'. Program ini mulai dilakukan setelah invasi Jerman ke Polandia, dengan tahapan :

 

Pada September tahun 1939 setelah invasi Jerman ke Uni Soviet, pemerintah semakin agresif menyerang Yahudi lewat kebijakan-kebijakannya. Pada awalnya, Nazi mendirikan ghetto-ghetto (wilayah khusus guna mengisolasi dan mengontrol kaum Yahudi) di Generalgouvernement dan Warthegau. Para Yahudi Polandia dan Eropa Barat dideportasi di ghetto-ghetto ini dan terpaksa hidup tidak layak. Mereka dibiarkan hidup kelaparan dengan kondisi lingkungan yang kotor dan berdesak-desakan.

 

Pada Juni 1941, SS dan unit-unit polisi (bertindak sebagai unit pembunuh keliling) mulai menjalankan operasi-operasi pembantaian massal yang ditujukan terhadap seluruh masyarakat Yahudi.

 

Pada 17 Juli 1941, Hitler menyerahkan tanggung jawab semua urusan keamanan di wilayah Uni Soviet yang diduduki kepada kepala SS Heinrich Himmler. Kemudian Himmler menugaskan Jenderal Jerman Odilo Globocnik (pimpinan polisi dan SS di Distrik Lublin) untuk melaksanakan rencana pembantaian secara sistematis terhadap kaum Yahudi Generalgouvernement. Lalu tahun 1942,Himmler menggunakan Auschwitz II (Auschwitz-Birkenau) sebagai fasilitas pembantaian. [7]

 

Meskipun begitu, tragedi kemanusiaan Holocaust ini tetap memiliki dua kubu yang berseberangan. Ada pihak yang mengiyakan bahwa Holocaust ini benar-benar terjadi, namun ada juga yang justru menganggap bahwa holocaust hanya rekaan atau cerita fiktif yang diada-ada oleh Yahudi demi mendapatkan keuntungan semata.

 

 Salah satu pertarungan antara dua kubu ini ditampilkan dalam film Denial (2016) yang diperankan oleh Rachel Weisz, Timothy Spall, serta Andrew Scott. Film ini merupakan kisah nyata yang mengisahkan pertarungan antara Deborah Lipstadt yang dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap David Irving. Namun dalam sistem hukum Inggris, tertuduh yang harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Deborah (Rachel Weisz) pun menghubungi Anthony Julius (Andrew Scott), pengacara yang bahkan menangani kasus perceraian Princess Diana.  

 

Film ini diawali dengan dokumentasi Irving yang melakukan pelecehan secara verbal dalam pidatonya. Kemudian adegan berganti pada Deborah yang sedang mengajar di kelasnya. Ia pun menjelaskan ada empat poin yang menjadi dasar argumentasi dari kubu yang melakukan penyangkalan terhadap holocaust.

 

Killings not systematic. Tidak ada upaya sistematik atau terorganisir yang dilakukan oleh Nazi untuk membunuh Yahudi Eropa. 

Numbers exaggerated. Jumlah yang terbunuh lebih sedikit dari 5-6 juta.

Auschwitz not built for extermination. Tidak ada kamar gas atau fasilitas pemusnaan khsus yang dibangun di Auschwitz.

Holocaust a myth. Holokous hanya mitos yang diciptakan Yahudi agar mereka mendapatkan kompensasi finansial yang akan menguntungkan Israel.

 

Meskipun fokus dari film ini adalah proses pengadilan antara Irving dan Deborah yang tertuduh melakukan pelecehan nama baik dalam sistem hukum Inggris, namun saya akan lebih menekankan pada adu argumentasi antara Irving dan Deborah terhadap holocaust, terutama empat pendasaran penyangkalan holocaust yang coba dibuktikan oleh Deborah dan tim hukumnya.

 

Deborah dan tim hukumnya mengunjungi bekas krematorium II di Auschwitz. Mereka berupaya mengkonstruksi hipotesa atas indikasi-indikasi bahwa tempat tersebut merupakan fasilitas genosida atas Yahudi di Eropa pada masa Hitler.

 

 Berdasarkan Prof. Van Pelt, krematorium II ini dihancurkan oleh Jerman pada 1944 sehingga tinggal reruntuhannya saja. Mereka pun berupaya membuktikan keberadaan kamar gas. Merujuk pada Februari tahun 1998, Einst Zundel mengirim Fred Leuchter untuk menguji jejak zyklon B yang digunakan untuk membunuh Yahudi. Namun zyklon B[8] juga digunakan untuk membunuh kutu parasite yang juga menjadi masalah besar di kamp tersebut. Penelitian Leuchter pun menemukan bahwa kandungan HCN sangat tinggi. Ia pun berkesimpulan bahwa tidak pernah ada manusia yang mati di Auschwitz, melainkan hanya kutu parasite. 

 

Sayangnya kesimpulan dari penelitian awal tersebut sebenarnya keliru. Meskipun ditemukan HCN dengan konsentrasi tinggi dan memang digunakan untuk membasmi kutu parasite, namun faktanya, untuk membunuh seorang manusia tidak membutuhkan konsentrasi HCN yang tinggi. Sedangkan kutu parasite memang membutuhkan 20x sianida untuk dapat mati. Namun, laporan Leuchter tersebut telah dijadikan pijakan pada penelitian-penelitian selanjutnya.

 

Dalam persidangan, Rampard- sebagai representasi dari Deborah pun menegaskan bahwa Irving telah melakukan pemalsuan sejarah. Pada edisi pertama Hitler's War di tahun 1977, buku yang ia tulis tersebut menerima kebenaran holocaust. Namun pada edisi kedua pada tahun 1991, jejak-jejak holocaust tersebut hilang. Ini disebabkan karena penelitian yang dilakukan Leuchter. Irving mengetahui bahwa penelitian tersebut keliru tapi ia justru membenarkannya dalam bukunya.

 

Pada persidangan selanjutnya, Irving terus mengulur waktu selama proses pengadilan yang melibatkan Prof. Van Pelt. Saat itu ia mencoba menjelaskan lewat ilustrasi bahwa kamp tersebut memang digunakan untuk genosida. Namun Irving menyatakan bahwa tidak ada lubang tempat keluarnya gas sianida dalam ruangan yang diperkirakan sebagai kamar gas.

 

Besoknya, Rampard menjelaskan bahwa pada mulanya memang tidak ada lubang tersebut karena awalnya kamp tersebut digunakan sebagai kamp kerja paksa. Berdasarkan dokumen Pemerintah Polandia yang ditemukan pada tahun 1945, Karl Bichoff menjelaskan adanya 'gas di bawah tanah'. Irving pun berdalih bahwa gas tersebut untuk mengasapi mayat. Gas beracun tersebut digunakan untuk membunuh kuman-kuman tifus yang menyebabkan kematian para pekerja di kamp. Namun Rampard menemukan bahwa dalam ruangan tersebut sengaja dibuat pintu kedap udara dengan lubang mengintip setebal 88 mm yang dilindungi dengan anyaman logam. Irving pun kembali berdalih bahwa tempat tersebut juga menjadi tempat perlindungan. Rampard pun kembali menegaskan bahwa argumentasi Irving sangat tidak logis sebab:

 

Pada tahun 1943 tempat perlindungan berada sangat jauh yakni sekitar 2,5 mil (kurang lebih 4 kilometer) dari barak tentara. Bahkan jika ada bom yang dijatuhkan dari udara, mereka akan mati sebelum sampai ke tempat perlindungan. Apalagi akan sangat sulit bagi tentara untuk berlari dengan cepat sebab mereka juga membawa persediaan senjata yang berat.

Selain itu apa fungsinya mengasapi mayat yang kemudian akan di bakar?

 

Lewat film tersebut terlihat bahwa masih ada pihak yang berupaya untuk menutupi bahkan menguatkan pandangan bahwa holocaust tidak pernah terjadi. Meskipun secara fakta, mulai dari bekas runtuhan kamp serta berbagai pengujian telah menyimpulkan bahwa jutaan Yahudi telah dibunuh secara sengaja dan sistematis pada era Hitler.

 

        Ada salah satu pembenaran yang menyatakan bahwa Hitler sebenarnya melakukan pembantaian tersebut untuk memicu Yahudi lain agar menjadi lebih kuat, didasarkan pada argumentasi bahwa Hitler hanya memerintahkan Yahudi yang dianggap tidak menguntungkan posisi Jerman seperti anak-anak kecil, orang tua, atau laki-laki yang tidak kuat. Apalagi Hitler sendiri juga rumornya seorang Yahudi. Kutipan dari kata-katanya juga dianggap dapat menguatkan. Saat itu ia menyampaikan, "Saya bisa memusnahkan semua orang Yahudi di dunia ini, tapi saya meninggalkan beberapa dari mereka hidup sehingga anda akan tahu mengapa saya membunuh mereka."

 

        Namun  tindakan tersebut jelas tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Fenomena holocaust beserta bentuk dan tahap pembersihan yang telah dilakukan oleh Nazi ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat berbentuk genosida. Dalam konteks hukum internasional, instrument yang digunakan yakni Konvensi Genosida tahun 1948 dan Statuta Roma tahun 1998. Keduanya mendefinisikan genosida sebagai,

 

"Genosida berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau keagamaan, seperti misalnya:

 

Membunuh anggota kelompok tersebut;

Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut;

Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagai;

Memaksakan tindak-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut;

Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain."

 

        Untuk membuktikan bahwa tindakan tersebut termasuk genosida atau bukan maka harus diperhatikan antara actus reus atau tindakan dan juga mens rea atau niat jahatnya. Pada actus reus ada beberapa fakta yang menyatakan bahwa pembantaian tersebut paling banyak dilakukan terhadap pihak Yahudi, meskipun ada sebagian kelompok seperti Gipsi yang juga turut menjadi korban. Tindakan pembantaian tersebut juga terbukti dilakukan sistematis terhadap kelompok yang sama dan tindakan penghancuran tersebut dilakukan berulang-ulang, bahkan bertahap.

 

        Bentuk-bentuk ketidakadilan terhadap Yahudi ini telah melanggar pasal-pasal dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pemboikotan ekonomi terhadap usaha-usaha orang Yahudi 1 April 1933, mulai dari mengintimidasi dengan memberikan tanda 'jude' di depan usaha mereka telah menyalahi pasal 2 dari Deklarasi Universal HAM, sebab hak dan kebebasan orang-orang Yahudi untuk mendirikan usaha telah direngut.

 

Pemberlakukan undang-undang Nuremberg pada 15 September 1935 yang  melarang Yahudi menikahi atau menjalin hubungan seksual dengan orang-orang berdarah Jerman atau sebangsanya telah melanggar pasal 16. Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa, laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.

 

        Pada aksi kekerasan pada 9 November 1938, ratusan Yahudi dibunuh, tempat usahanya dihancurkan, sinogege juga dibakar namun polisi dan pemadam kebakaran hanya berdiam diri. Pasal 1,2,3, dan 5 Deklarasi Universal HAM telah dilanggar. Tidak ada lagi jaminan bahwa kaum Yahudi dipandang memiliki hak yang setara, justru mereka diperlakukan secara kejam dan dihukum dengan tidak manusiawi. Selain itu juga ada pelanggaran pada pasal 7 karena orang-orang Yahudi tersebut tidak mendapatkan perlindungan hukum dari pemadam kebakaran dan polisi setempat yang merupakan instansi Negara. Begitu juga pada peristiwa pembantaian yang diberi kode 'Final Solution' di kamp-kamp bekas kerja paksa, pelanggaran HAM berat sudah terjadi.

 

        Untuk mengenang korban tragedi Holocaust, Pemerintah Jerman meresmikan Monumen Holocaust pada 10 Mei 2005 silam. Monumen ini dirancang oleh Peter Einsenman dan Buro Happold. Monument peringatan mempunyai desain yang menarik, terdiri dari lempeng beton berbentuk balok berjumlah 2.711 yang disusun berderet di area seluas 19.000 meter persegi. Lempeng-lempeng beton tersebut disebut stelae. Kawasan tersebut diawasi oleh CCTV selama 24 jam dan stelae tersebut dilapisi oleh pernis khusus untuk melindunginya dari cat atau pillox. [9]

 

        Selain itu Pemerintah Jerman juga setuju untuk memberikan kompensasi terhadap korban Nazi ketika anak-anak. Mereka terpaksa berpisah dengan orang tuanya demi melindungi diri dengan pergi ke luar negeri. Kompensasi tersebut akan diberikan sebesar USD 2.800 (Rp 40.5 juta) sebagai bentuk pengakuan simbolis atas penderitaan mereka. [10]

 

Meskipun begitu, bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh pihak Jerman terhadap korban holocaust ini belum sebanding dengan penderitaan yang dirasakan oleh korban dan keluarga. Mereka telah kehilangan kesempatan hidup dengan adil yang merupakan hak dasar yang harusnya tidak boleh dicabut. Maka, lebih dari itu, negara harusnya bisa menjamin bahwa korban holocaust tidak akan menerima segala bentuk pelecehan atau diskriminasi lagi.


Source :

[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Holokaus (diakses pada 17 Juni 2019)

[2] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/the-boycott-of-jewish-businesses?series=21814 (diakses pada 17 Juni 2019)

[3] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/the-boycott-of-jewish-businesses?series=21814 (diakses pada 17 Juni 2019)

[4] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/the-nuremberg-race-laws?series=21814 (diakses pada 17 Juni 2019)

[5] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/the-night-of-broken-glass (diakses pada 17 Juni 2019)

[6] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/the-murder-of-the-handicapped (diakses pada 18 Juni 2019)

[7] https://encyclopedia.ushmm.org/content/id/article/final-solution-overview?parent=id%2F72 (diakses pada 18 Juni 2019)

[8] Penyebutan sianida dalam bahasa Jerman

[9] https://travel.tribunnews.com/2018/03/22/lokasinya-tak-jauh-dari-bunker-adolf-hitler-inilah-fakta-singkat-monumen-holocaust-di-jerman?page=all (diakses pada 19 Juni 2019)

[10] http://akurat.co/news/id-440513-read-jerman-akan-beri-kompensasi-pada-penyintas-kekejaman-nazi (diakses pada 19 Juni 2019)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun