Mohon tunggu...
Nadila Izzatul Fajrin
Nadila Izzatul Fajrin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya sebagai mahasiswi semester 2 di Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Angket DPR Akankah Dapat Berakhir Menjadi Pemakzulan Presiden?

29 April 2024   20:55 Diperbarui: 29 April 2024   21:01 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu yang ramai pada saat ini adalah pengajuan hak angket yang dilakukan pertama kali oleh kubu 03 yaitu Ganjar-Mahfud, Ganjar mendorong 2 partai politik pengusungnya yaitu PDIP dan Partai Persatuan Pembagunan. Dilanjutkan oleh kubu 01 yaitu Anies-Muhaimin, Anies mendorong 3 partai politik pengusungnya yaitu Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Kebangkitan Sejahtera. Namun untuk kubu 02 yaitu Prabowo-Gibran mereka tidak setuju dengan penggunaan hak angket.

 Usul pemakzulan Jokowi bermula dari pertemuan tokoh-tokoh yang tergabung di Petisi 100 dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Selasa (9/1).

 Namun menurut pendapat kubu 03 yaitu Mahfud MD, pengajuan hak angket yang ramai dibahas saat ini tidak ada kaitannya dengan pemakzulan Presiden yaitu Joko Widodo, melainkan pengajuan hak angket ini dilakukan untuk mengusut dugaan adanya kecurangan Pemilihan Umum 2024 yang dilakukan pada 14 Februari kemarin. "Angket itu enggak ada kaitannya dengan pemakzulan Presiden karena dari sudut teknis procedural berbeda," kata Mahfud di kawasan Pasar Baru, Jakarta, Jumat (8/3/2024). Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Ketua Umum PDIP yaitu Megawati Soekarnoputri. Dimana Megawati menghimbau kepada seluruh kader pengusung kubu 03 untuk tidak membelokkan tujuan awalnya yaitu menggulirkan hak angket untuk mengusut dugaan adanya kecurangan Pemilu, bukan untuk Pemakzulan Presiden. "Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur," kata Todung, dalam keterangan tertulis, Senin (26/2/2024).

Penuntutan penurunan Presiden ini juga dilakukan oleh masyarakat dengan menggelar aksi demonstrasi di depan Patung Kuda di kawasan Jalan Merdeka Barat pada 28 Maret 2024. Namun pada pelaksanaannya proses pemakzulan Presiden tidak semudah yang dibayangkan, banyak proses yang harus dilakukan, "Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata Yusril saat dimintai konfirmasi, Kamis (22/2/2024).

Pada intinya proses pengajuan hak angket yang sedang ramai hanya lebih terfokus pada kecurigaan adanya kecurangan pada Pemilu 2024 ini, karena jika ingin mengaitkan dengan kemakzulan Presiden akan lebih memakan waktu yang lumayan lama karena membutuhkan proses penyelidikan dan bukti bukti yag sangat kuat sehingga hal ini kurang efektif. Meninjau kembali dari apa yang dikatakan oleh Mahfud MD bahwasannya "Mungkin ada indikasi tindak pidana, itu nanti akibat hukumnya bukan pemakzulan, hukum pidana biasa. Nah itu normatifnya begitu kalau angket itu, tidak akan ada hasil angket presiden makzul," kata Mahfud.

Pemakzulam Presiden ini menuai pendapat pro dan kontra dari masyarakat. Ada yang setuju apabila dilakukan pemakzulan Presiden, karena menurut pendapat mereka sudah terjadi kecurangan dalam Pemilu yang melibatkan Presiden. Sedangkan pihak yang kontra dengan pemakzulan Presiden berpendapat bahwa Presiden telah melakukan tugas tugasnya dengan baik.

Jimly menilai hal ini sebagai pengalihan perhatian karena ada yang takut kalah. Ia mengaku heran dengan ide pemakzulan Jokowi yang muncul jelang pemilu. "Aneh, 1 bulan ke pemilu kok ada ide pemakzulan presiden. Ini tidak mungkin, kecuali cuma pengalihan perhatian atau karena pendukung paslon, panik dan takut kalah," kata Jimly. Menurut Statemen Angket yang di upload di akun Twitter milik Jimly Asshiddiqie, ada poin yang menjelaskan bahwa menurut Jimmy kecurangan massif selalu terjadi dalam Pemilu sejak Orde Baru, dan juga Pemilu masa reformasi sejak 1999. Sejak dimulai Pilpres pertama pada 2004 hingga 2024 ini. Puncaknya pada tahun 2024 ini muncullah persepsi umum bahwa kecurangan terjadi karena faktor Presiden Joko Widodo, sehingga dinamika politik pada 2024 kian memanas.

Bagaimana keputusan akhirnya nanti, diharapkan keputusan yang diambil oleh Pemerintah yang berwenang merupakan keputusan yang terbaik bagi masyarakat, dan semoga pada akhirnya nanti diharapkan masyarakat dapat menerima hasil dengan baik, tidak melakukan hal hal yang memancing keributan. Serta Indonesia akan tetap bisa damai dan tidak terpecah belah hanya karena beda pandangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun