Akhir-akhir ini, perhatian publik banyak dipenuhi hiruk-pikuk berita politik, ekonomi, bahkan gosip artis yang kian memanas. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk mendengar suara satwa liar di luar sana yang kini justru makin terancam? Riuhnya kehidupan manusia sering membuat kita lupa bahwa ada makhluk hidup yang meski ingin bertahan, belum tentu mampu menyuarakan kesulitan mereka. Sejumlah satwa kharismatik nusantara kini menghadapi resiko kepunahan. Banyak dari mereka kehilangan tempat tinggal akibat ulah manusia yang serakah. Bahkan, tak jarang mereka dieksploitasi manusia tanpa ampun.
Siapa saja satwa kharismatik nusantara yang kian terancam itu? Apa penyebab nasib malang mereka? Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk mereka?. Kita semua tentu sudah familiar dengan satwa liar seperti gajah, harimau, dan orangutan yang kini mengalami penurunan populasi yang cukup drastis hingga dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi, bukan hanya oleh negara tetapi juga dunia. Hal ini disebabkan oleh pembukaan lahan, ekspansi perkebunan, dan pertambangan yang menggerus habitat alami mereka. Adanya perburuan liar dan perdagangan organ satwa secara ilegal, menjadi ancaman langsung bagi kelangsungan hidup mereka.
Menurut Data Auriga Nusantara, lebih dari setengah habitat gajah yang berada diluar kawasan konservasi kini digunakan untuk perkebunan, hutan produksi, tambang, dan sawit. Terdapat lebih dari 10.000 kasus perdagangan gading gajah, 200 kuku harimau, serta lebih dari 3000 taring harimau yang diawetkan dan dijual secara bebas via e-commerce. Karena semakin kesini populasi manusia bertambah dengan cukup pesat, kebutuhan manusia terhadap tempat tinggal dan ekonomi cenderung menjadi dorongan kuat untuk menjadikan alam sebagai "tumbal" tanpa memikirkan dampaknya.
Tapi, di tengah tantangan itu ada sosok inspiratif, yakni Erni Suyanti yang kini dijuluki sebagai "kartini konservasi" karena dedikasinya terhadap kelestarian alam dan satwa liar. Beliau adalah ketua Forum HarimauKita dan telah menggeluti dunia konservasi sejak tahun 1999, sejak masih berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Erni Suyanti pernah bekerja di Pusat Penyelamatan Satwa Petungsewu di Malang, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu, dan Stasiun Rehabilitasi Orangutan Sumatera-Frankfurt Zoological Society. Erni Suyanti memiliki fokus pada penyelamatan harimau Sumatera karena populasinya yang kian menurun dari tahun ke tahun akibat perburuan liar, perdagangan ilegal, dan hilangnya habitat. Ia merupakan orang pertama yang berhasil menyelamatkan harimau Sumatera secara hidup-hidup pada tahun 2007 di Bengkulu yang terjerat, sakit, dan terluka karena terjadi konflik antara harimau dengan masyarakat lokal.
Selain menjadi dokter hewan, Erni giat melakukan berbagai kegiatan edukasi maupun kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kelestarian satwa liar dan habitatnya demi menjaga keseimbangan ekosistem. Beliau kerap menjadi pembicara di berbagai seminar, workshop, dan kegiatan lainnya untuk membahas, mengedukasi, dan menginspirasi masyarakat tentang konservasi satwa liar. Erni Suyanti menerima berbagai penghargaan bergengsi atas dedikasinya, seperti Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), penghargaan Anubawa Bhumi Lestari dari Yayasan Kehati, The Whitley Fund for Nature Award, hingga IUCN Save Our Species Award. Dengan prestasinya, ia dijuluki "Kartini Konservasi" dan "Penyelamat Harimau Sumatera". Dari kisah Erni Suyanti, dapat diambil pelajaran bahwa kita sebagai generasi muda perlu untuk terlibat aktif dan melakukan aksi dalam upaya pelestarian lingkungan dan melindungi satwa liar yang terancam punah.
Kita semua pasti bisa menjadi seperti Erni Suyanti yang peduli dengan pelestarian satwa liar di Indonesia, tapi bagaimana caranya?. Di era digital, media sosial menjadi cara yang paling mudah untuk menyebarkan edukasi dan menggugah kepedulian orang lain terhadap isu yang ingin kita bawa, seperti konservasi satwa liar ini. Konten dalam bentuk reels, poster, hingga twibbon bisa dibuat untuk mengajak masyarakat lebih peduli dan berempati pada nasib satwa liar sekarang. Media sosial sangat mudah untuk dijangkau semua kalangan di era digital saat ini. Sehingga, semakin banyak unggahan mengenai keberadaan satwa liar yang terancam punah, semakin besar pula peluang untuk membangkitkan kepedulian dan aksi nyata dari masyarakat. Selain itu, mengikuti berbagai kegiatan volunteer yang berfokus pada konservasi satwa liar juga bisa kita lakukan. Disamping menambah pengalaman dan relasi, kita juga berperan langsung dalam melindungi dan menjaga keberlangsungan satwa liar yang sudah terancam punah.
Berbagai balai konservasi di Indonesia juga harus lebih gencar dalam penanganan kondisi satwa liar saat ini. Lembaga-lembaga seperti BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), Stasiun Rehabilitasi Satwa dan lembaga konservasi lainnya menjadi garda terdepan dalam menjaga, melindungi, dan memulihkan populasi satwa liar yang terancam punah melalui berbagai program. Lembaga-lembaga tersebut juga perlu berkolaborasi dengan masyarakat sekitar dalam pelaksanaan program supaya masyarakat sekitar lebih peduli dengan kondisi satwa liar Indonesia saat ini. Pemerintah dan negara perlu memberi dukungan penuh melalui pembiayaan dan pelatihan yang intensif bagi lembaga dan pihak yang berada di lapangan langsung dalam pelaksanaan konservasi satwa kharismatik Indonesia.
Yang tak kalah krusial, sanksi tegas harus diberlakukan terhadap pihak mana pun yang diketahui Melakukan tindakan eksploitasi ilegal terhadap satwa kharismatik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menegaskan larangan berbagai bentuk eksploitasi ilegal serta perlindungan spesies langka dan terancam punah. UU ini menjadi rujukan bagi seluruh peraturan dibawahnya untuk mendukung upaya konservasi di tingkat nasional maupun daerah. Seluruh pihak yang berwenang diharapkan bisa mengimplementasikan undang-undang ini secara ekfektif untuk mengatasi berbagai permasalahan dam upaya konservasi satwa liar Indonesia.
Satwa kharismatik Indonesia seperti gajah, harimau, dan orangutan kini kian terancam akibat hilangnya habitat, perburuan liar, dan perdaganagn ilegal. Namun, adanya dukungan dan peran serta dari masyarakat, Lembaga konservasi, dan pemerintah menjadi secercah harapan bagi keberlangsungan satwa liar di masa depan. Konservasi bukan hanya tugas satu orang atau satu pihak saja, melainkan tanggung jawab bersama untuk menjaga warisan alam tetap lestari bagi generasi selanjutnya. Ingat! Satwa liar mungkin tak mampu bersuara atas penderitaan yang mereka alami, tetapi manusia bisa menjadi suara sekaligus pelindung bagi mereka. Sudah saatnya kita sadar dan beraksi nyata menjaga mereka sebagai sesama penghuni bumi nusantara tercinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI