Untuk menindak pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak diperlukan payung hukum yang kuat. Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) merupakan RUU yang sudah lama ditunggu-tunggu untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menggelar rapat paripurna pada Selasa (12/04)untuk mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) secara resmi menjadi undang-undang.
Meski masih dianggap belum sempurna, seperti yang dikatakan Wiley dalam sidang paripurna, UU TPKS dinilai memiliki beberapa pencapaian karena berpihak kepada korban yang mengalami kekerasan.Undang-undang ini memungkinkan penyedia layanan berbasis masyarakat untuk berperan dalam membantu dan melindungi korban kekerasan seksual. Setuju dengan adanya UU TPKS karena UU ini mengatur tentang hak-hak korban, keluarga korban, saksi, ahli dan pendamping untuk menjamin terwujudnya hak korban atas keadilan, pemulihan dan perlindungan. Rekomendasi yang  dapat dilakukan untuk membantu korban kekerasan seperti:
- Lebih banyak merangkul korban, seperti membangun pemahaman atau kepedulian terhadap korban sehingga korban dapat mempercayai psikolog dan terbuka untuk membicarakan masalahnya, karena membuka diri membutuhkan waktu yang lama.
- untuk menangani tindak kekerasan seharusnya melibatkan korban maupun pelaku, sehingga pemahaman mengenai kronologis kejadian tidak hanya melalui korban, tetapi juga dari keterangan pelaku.
- Melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa adanya layanan pengaduan bagi korban yang mengalami kekerasan, sehingga korban kekerasan dapat melakukan pengaduan kepada lembaga pengaduan yang telah disediakan.