Pada dasarnya styrofoam atau busa plastik adalah salah satu jenis kemasan yang digunakan sebagai pelindung bahan mudah pecah atau disebut juga fragile. Namun, saat ini styrofoam lebih banyak dimanfaatkan untuk bahan pengemas makanan maupun minuman. styrofoam mengandung zat kimia yaitu stirena, butyl hidroksi toluene, poltirena dan CFC. Zat stirena yang terkandung pada kemasan ini dapat menyebabkan gangguan  terhadap kesehatan yaitu gangguan pada pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata pada tingkat rendah serta dapat menyebabkan kanker pada penggunaan tingkat tinggi.Â
Hal tersebut dikarenakan zat stirena dan zat-zat aditif lainnya yang terkandung dalam kemasan ini dapat berpindah ke dalam makanan maupun, khususnya pada makanan berkuah atau air minum yang memiliki suhu yang tinggi atau panas sehingga tidak disarankan untuk dijadikan kemasan makanan dalam waktu yang panjang serta akan menyebabkan gangguan pada sistem endokrin dan juga sistem reproduksi.Â
Selain itu, zat stirena yang terkandung dalam kemasan styrofoam juga mengandung zat plasticizer. Zat plasticizer adalah bahan tidak dapat menguap yang ditambah ke dalam pembuatan plastik sehingga akan berpengaruh terhadap sifat plastik yang terbentuk.
Selain dengan selalu memakai piring atau tempat bekal makan dan selalu membawa botol minum kemanapun serta memakai bahan lebih ramah lingkungan seperi plastik dengan label polietilen yaitu bahan-bahan plastik dengan label 3R: recycle, reuse dan reduce sebagai alternatif untuk menggantikan kemasan styrofoam, biofoam juga salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan kemasan styrofoam.Â
Biofoam adalah salah satu alternatif pengganti kemasan styrofoam yang terbuat dari bahan baku alami yaitu pati dengan tambahan serat untuk memperkuat strukturnya sehingga dihasilkan kemasan yang tidak hanya bersifat ramah lingkungan, tidak hanya biodegradable tetapi juga renewable.Â
Biasanya sumber pati dalam pembuatan biofoam diperoleh dari pati ubi, pati singkong serta pati yang dimodifikasi dengan bahan lainnya seperti bonggol pisang, limbah pertanian seperti ampas sagu, kulit singkong dan kulit pisang. Pemanfaatan biofoam diharapkan dapat menggantikan kemasan styrofoam yang biasa digunakan sehingga dapat meminimalisir terjadinya gangguan pada kesehatan serta menciptakan kemasan yang lebih ramah lingkungan.Â
Referensi:
N. Hendrawati, Y. I. Lestari dan P. A. Wulansari. 2017. Pengaruh Penambahan Kitosan Terhadap Sifat Biodegradable Foam Berbahan Baku Pati. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 12 (01) hal. 1--7.
Hendrawati, N., Dewi, E. N dan Santosa, S. 2019. Karakterisasi Biodegradable Foam dari  Pati  Sagu Termodifikasi dengan Kitosan  Sebagai  Aditif. Jurnal Teknik Kimia dan Lingkungan.  3 (01) hal  47. Â
Irawana, C., dan Aliaha, A. 2018. Biodegradable Foam dari Bonggol Pisang dan Ubi Nagara  sebagai  Kemasan Makanan yang Ramah Lingkungan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 10 (01) hal 33.
Sofiana, A.  R., Widyantini, I.  N. 2015. Pengaruh Penambahan Magnesium Stearat  Dan  Jenis  Protein Pada Pembuatan  Biodegradable Foam dengan Metode Baking  Process. Jurnal  Bahan Alam Terbarukan. 4(02) hal 34--39.