Malam penuh kemuliaan, disaat tamu Allah sedang menunaikan hajinya di sini kita meringkuk meminta ampunan-Nya. Sungguh, tidak ada yang lebih mulia daripada orang-orang yang telah mendapat panggilan untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Iri rasanya melihat mereka telah merasakan nikmat tiada tara.
Bukan duniawi lagi jiwa mereka, melainkan surga. Hati bersih berkumpul menjadi satu, dengan harapan dan tujuan yang sama. Doa-doa melambung tinggi di antara ribuan malaikat yang mengaminkan. Tidak ada malam yang penuh haru, kecuali melihat mereka dalam keadaan menyambut panggilan-Nya.
Sebelum maghrib tadi, saya mengingatkan teman saya bahwa malam ini malam Arafah. Sudah waktunya untuk berburu doa, melangitkan segala pinta yang sempat tertunda. Lalu, teman saya menjawab dengan ucapan terima kasih karena sudah mengingatkan. Ia juga tak lupa meminta doa yang sama untuk melangitkan namanya dalam doaku.
Ah, betapa indahnya kerukunan. Kita tidak tahu dari lisan siapa doa itu dikabulkan. Bahkan dari orang yang tidak kita kenal, semua doa akan bermuara pada jalan yang sama. Kekuatan doa yang tidak bisa kita remehkan ternyata sangat mudah membalikkan titik takdir kehidupan seseorang.
Malam ini saya niatkan untuk berlama-lama duduk di atas sajadah, setelah sekian lama saya tidak lagi menengadahkan tangan. Saya menunduk penuh penyesalan. Tidak ada yang saya ucapkan dan hanya isak tangis yang menggema di penjuru ruangan. Hati saya terlalu sesak mengungkapkan yang sebenarnya.
Biarlah saya membiarkan diri dengan terus menangis. Dia tahu apa yang akan saya katakan. Dia tahu apa yang saya harapkan. Sampai akhirnya saya berani membuka suara. Namun, saya tidak meminta doa yang saya siapkan sedari siang. Lisan saya justru menyebutkan orang-orang yang tidak pernah pergi dari hidup saya. Mereka adalah orang yang membantu saya disaat sedang membutuhkan teman berbagi cerita.
Saya sebut satu-persatu namanya. Saya bawa dihadapan Allah sebagai saksi yang tak pernah padam. Bahwa di dunia ini masih ada orang-orang yang hatinya bersih. Di dunia ini masih ada orang-orang yang niatnya suci. Hanya saya yang masih tertinggal jauh dari mereka yang hatinya telah terpaut pada akhirat.
Mata saya bengkak.
Hidung saya merah.
Tangis tak kunjung reda.
Tahu apa yang saya rasakan setelahnya? Hati saya menjadi tenang. Sangat tenang bahkan sampai saya lupa tentang rasa sakit yang saya alami akhir-akhir ini.
Kamu sudah berburu doa apa hari ini?
Ketika tulisan ini lewat di berandamu, ini bukan suatu kebetulan. Tuhan mengirimkan pengingat dari mana saja. Hidayah yang terasa mahal, namun ternyata kita yang terlalu banya diam. Tidak bisa kita mendapatkan hidayah, kalau bukan karena niat.
Saya tidak lagi meminta sesuatu, bukan berarti saya sombong. Tapi saya sudah sepenuhnya memasrahkan hidup kepada-Nya. Hingga saya tidak meminta apapun, kecuali mengingat dosa yang selama ini saya lakukan. Saya tidak akan pernah menangis seperti ini, kalau bukan karena besarnya cinta-Nya kepada saya.
Ibadah saya berantakan.
Lantas, apa yang mau dibanggakan dari hamba seperti saya? Â
Menangis lagi.
Suara serak tertahan.
Dosa dan doa memang selalu berdampingan. Bagaimanapun keadaannya, saya akan selalu melangitkan doa meski entah kapan akan dikabulkan. Atau bahkan tidak sama sekali. Saya menyerahkan hidup sepenuhnya kepada-Nya. Karena yang berhak atas diri saya adalah Dia.
Semua karena Dia.
Aku bisa bertahan karena Dia.
Aku akan berusaha menjadi hamba yang Dia inginkan. Walau nyatanya masih jauh seperti yang diharapkan. Malam Arafah adalah malam penyucian setiap hamba, di mana tidak ada doa yang tertolak. Dia turun melihat hambanya yang wukuf di Arafah. Semoga malam ini pun, kami mendapatkan berkah dari perjalanan tamu Allah yang menjalankan amanah-Nya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI