Mohon tunggu...
Nabil Oppo
Nabil Oppo Mohon Tunggu... mahasiswa

olaharga baik nonton

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Wilayah Laut Teritorial Indonesia: Tantangan dan Peluang di Tengah Dinamika Kawasan

13 Oktober 2025   08:08 Diperbarui: 13 Oktober 2025   08:07 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh:

Nabil Zulkarnain (B1A124022)

Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Jambi

Pendahuluan

Laut bukan hanya hamparan biru yang membentang di antara pulau-pulau Indonesia, melainkan ruang hidup, ruang ekonomi, dan ruang kedaulatan bangsa. Sejak Deklarasi Djuanda 1957 dan diperkuat melalui ratifikasi United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Indonesia menetapkan dirinya sebagai negara kepulauan (archipelagicstate) dengan hak penuh atas laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif (ZEE), hingga landas kontinen. Dengan luas laut mencapai 6,4 juta km², wilayah maritim Indonesia menjadi salah satu yang terbesar di dunia. 2 Namun, besarnya wilayah tidak otomatis menjamin kedaulatan; ia justru menghadirkan serangkaian tantangan mulai dari pelanggaran wilayah, sengketa batas maritim, hingga eksploitasi sumber daya secara ilegal. Di sisi lain, potensi ekonomi biru (blue economy), jalur perdagangan strategis, dan kekayaan biodiversitas menjadikan laut Indonesia sebagai sumber masa depan. Artikel ini menelaah dua sisi mata uang tersebut tantangan dan peluang dengan menempatkan konflik Laut Natuna Utara sebagai studi kasus utama.

Pembahasan

Tantangan Utama dalamn Pengelolaan Wilayah Laut Indonesia

Tantangan pertama adalah pencurian ikan dan pelanggaran wilayah oleh kapal asing, terutama yang tergolong Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Kerugian ekonomi akibat praktik ini diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah per tahun, terutama di perairan Natuna, Arafura, dan Sulawesi.3 Kapal asing yang memasuki wilayah ZEE Indonesia sering kali dilindungi oleh coast guard negara asalnya, sehingga persoalan ini tidak hanya menjadi isu perikanan, tetapi juga menjadi konflik kedaulatan.Keamanan maritim dan kebebasan navigasi vs hak kedaulatan negara pesisir

Kedua, belum tuntasnya delimitasi batas maritim dengan negara tetangga. Meski Indonesia telah menyelesaikan sebagian besar batas laut dengan Malaysia, Singapura, India, dan Filipina, sejumlah titik masih tumpang tindih, terutama di Laut Sulawesi, Selat Malaka, dan terutama Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan klaim historis Tiongkok. 4 Ketidakjelasan batas ini berpotensi memunculkan gesekan diplomatik maupun konfrontasi di lapangan. Fragmentasi hukum laut: dari norma global ke solusi regional keuntungan dan kelemahan

Tantangan ketiga adalah minimnya kemampuan pengawasan dan penegakan hukum. Dengan wilayah laut yang begitu luas, armada patroli Indonesia masih terbatas, baik dari segi jumlah kapal, sistem radar, maupun koordinasi antar-instansi seperti TNI AL, KKP, Bakamla,dan Polairud. 5 Pengawasan berbasis satelit (maritime domain awareness) masih belum sepenuhnya terintegrasi, sehingga celah pelanggaran masih sering terjadi.

Studi Kasus: Sengketa ZEE Indonesia-Tiongkok di Laut Natuna Utara

1 UNCLOS 1982 dan Deklarasi Djuanda 1957.

2 Data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, 2022.

3 Laporan KKP tentang kerugian IUU Fishing, 2021,

4 Pratomo, 2020.

5 Chapsos, 2017.

Konflik di Laut Natuna Utara menjadi representasi nyata benturan antara kedaulatan hukum internasional dan klaim se pihak berbasis sejarah. Menurut Ardila dan Putra (2020), sengketa ini berawal dari tumpang tindih antara ZEE Indonesia berdasarkan UNCLOS dan Nine-Dash Line Tiongkok yang tidak diakui secara hukum internasional.6 Dalam beberapa insiden sejak 2016 hingga 2019, China Coast Guard bahkan terlihat mengawal kapal nelayannya saat memasuki wilayah ZEE Indonesia.7

Indonesia secara tegas menyatakan tidak mengakui Nine-Dash Line, dan menolak segala berituk negosiasi wilayah yang bertentangan dengan UNCLOS. Pemerintah menerapkan strategi "defensif aktif yaitu tetap diplomatis, tetapi disertai kehadiran fisik melalui peningkatan patroli oleh TNI AL dan Bakamla, serta pembangunan pangkalan militer di Natuna. 8 Ardila & Putra menegaskan bahwa sikap Indonesia ini secara hukum sudah tepat, namun perlu diperkuat melalui koordinasi regional dan diplomasi multilateral agar tidak menjadi konflik berulang."

Peluang Strategis dan Arah Kebijakan Masa Depan

Di balik tantangan tersebut, wilayah laut Indonesia juga menyimpan peluang besar yang dapat menjadi fondasi kemajuan bangsa. Pertama, penguatan diplomasi maritim dan penyelesaian batas secara damai. Penyelesaian perjanjian batas ZEE Indonesia Vietnam pada 2023 menjadi contoh keberhasilan diplomasi maritim yang bisa direplikasi.10 Kedua, transformasi menuju ekonomi biru (blue economy). Potensi perikanan, budidaya laut, energi terbarukan lepas pantai, hingga ekowisata bahari dapat menjadi sumber pertumbuhan baru, asalkan dikelola secara berkelanjutan, 11 Ketiga, modernisasi sistem pengawasan laut berbasis teknologi mulai dari Automatic Identification System (AIS), satelit pengintai, hingga drone maritim akan memperkuat kedaulatan sekaligus menjaga keamanan pelayaran intemasional.12 Keempat, pelibatan masyarakat pesisir sebagai penjaga kedaulatan akar rumput. Pemberdayaan nelayan lokal, koperasi perikanan, dan skema co-management terbukti lebih efektif dibanding pendekatan militer semata.

Penutup

Kedaulatan laut bukan hanya ditentukan oleh dokumen hukumatau garis batas di peta, melainkan oleh kehadiran nyata, konsistensi kebijakan, dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Wilayah laut indonesia menghadapi tantangan serius mulai dari IUU fishing, sengketa batas, hingga lemahnya pengawasan namun juga menyimpan peluang luar biasa. Konflik ZEE di Natuna Utara memberi pelajaran penting: bahwa kedaulatan tidak cukup ditegakkan dengan keberanian, tetapi juga dengan kecerdasan diplomasi, teknologi modern, dan ekonomi kelautan yang inklusif. Indonesia harus memilih: menjadi penonton di lautan sendiri, atau menjadi poros maritim dunia yang benar-benar berdaulat,

Referensi

6 Ardila & Akbar kurnia Putra, 2020.

7 Ibid.

8 Ibid.

9 Ibid.

10 Pernyataan Menlu Retno Marsudi, 2023.

11 Rochwulaningsih, 2019.

12 Suryadi, 2024.

Jurnal

1. Ardila, R., & Putra, A. K. (2020). Sengketa Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Studi Kasus Klaim Cina atas Laut Natuna Utara). Uti Possidetis: Journal of International Law, 1(3),358-377.

2. Rochwulaningsih, Y. (2019). Basis kebijakan kelautan Indonesia sebagai negara maritim. Pengelolaan Kelautan & Pesisir.

3. Chapsos, I. (2017). Keamanan maritim di Indonesia. Kebijakan Kelautan.

4. Pratomo, E. (2020). Penyelesaian Sengketa Batas Laut di Asia Tenggara. Pengelolaan Kelautan & Pesisir.

5. Arsana, I. M. (2015). Pagar yang baik menciptakan tetangga yang baik. Jurnal Hukum Internasional Indonesia.

6. Suryadi, S. (2024). Pengaturan batas maritim dan implementasi UNCLOS di Indonesia. BIO Web of Conferences.

7. Marliani, M. (2018). Sovereignty in the Natuna Sea. Maritime Journal.

8. Portman, J. (2020). Respon Indonesia terhadap Ancaman Kedaulatan.

9. Djundjunan, B. (2017). Batas Maritim Tunggal dan Rezim Maritim Ganda. Jurnal Hukum Indonesia Internasional,

10. Prasetya, D. M. (2016). Identitas Kepulauan Indonesia. Jurnal Kelautan.

Buku

1. Djalal, H. (1995). Indonesia and the Law of the Sea. CSIS.

2. Forbes, V.L. (1995). Batas-batas Maritim Indonesia. Springer.

3. ISEAS. (2012). Indonesia Melampaui Tepian Air. Penerbitan ISEAS.

4, CSIS. (2018). Keamanan Maritim di Asia Tenggara. CSIS.

5. Kementerian Kelautan. (2020). Strategi Ekonomi Biru Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun