Urbanisasi Bukan Sekadar Perpindahan Penduduk
Urbanisasi telah menjadi ciri utama pembangunan di Indonesia dalam dua dekade terakhir. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 66% penduduk Indonesia akan tinggal di wilayah perkotaan pada tahun 2035. Kota menjadi pusat harapan---bagi mereka yang datang dari desa---untuk meraih pendidikan yang lebih baik, akses layanan kesehatan, dan terutama peluang kerja.
Namun, realitas di lapangan sering tidak seindah bayangan. Arus urbanisasi yang cepat belum diimbangi dengan kesiapan infrastruktur sumber daya manusia (SDM). Banyak pendatang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri di kota, sementara kota sendiri belum mampu menyediakan lapangan kerja dan pelatihan yang memadai. Ketidaksesuaian inilah yang berkontribusi terhadap meningkatnya pengangguran dan kesenjangan sosial.
Ketimpangan SDM dalam Arus Urbanisasi
Perpindahan penduduk dari desa ke kota seringkali bukan karena pilihan, melainkan keterpaksaan. Di desa, terbatasnya lapangan kerja, pendidikan, dan infrastruktur mendorong penduduk usia produktif untuk mencari "kehidupan baru" di kota. Namun, setibanya di kota, kenyataan yang dihadapi jauh dari harapan.
Banyak dari mereka hanya memiliki pendidikan dasar tanpa keahlian kerja yang relevan. Sementara kota kini bergerak ke arah digitalisasi dan otomasi, yang menuntut keterampilan teknis dan adaptasi teknologi. Akibatnya, pendatang hanya bisa mengisi sektor informal: menjadi buruh harian, ojek daring, atau pedagang kaki lima---dengan pendapatan tak menentu dan tanpa jaminan sosial.
Kondisi ini diperparah oleh terbatasnya akses terhadap pendidikan vokasional dan pelatihan kerja. Balai latihan kerja (BLK) masih minim jumlah dan fasilitasnya, serta belum menjangkau mereka yang paling membutuhkan.
Ledakan Pengangguran di Perkotaan
Menurut BPS tahun 2023, tingkat pengangguran terbuka di kota mencapai 7,2%, lebih tinggi dibandingkan wilayah pedesaan yang berkisar antara 3--5%. Ini menunjukkan bahwa kota bukanlah jaminan kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan.
Bahkan, banyak penduduk kota yang termasuk dalam kategori underemployed atau pengangguran terselubung: bekerja tidak sesuai keahlian, tidak penuh waktu, atau dengan penghasilan rendah. Hal ini berdampak serius pada produktivitas ekonomi nasional dan memperbesar risiko konflik sosial.
Infrastruktur SDM yang Belum Siap