Mohon tunggu...
NABIL AQILAH
NABIL AQILAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bahagia itu sederhana

Ingin sukses dan menjadi orang sholeh

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sanksi Tindak Pidana yang Dilakukan karena Keterpaksaan dalam Pasal 49 KUHP

13 Mei 2024   13:00 Diperbarui: 13 Mei 2024   13:11 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Negara Hukum ialah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Negara berkewajiban untuk menjamin kepastian hukum setiap warga negaranya. Salah satu upaya yang dilakukan negara adalah pelaksanaan penegakan hukum melalui sistem peradilan pidana. Sesuai dengan asas legalitas, setiap perbuatan tidak dapat dipidana kecuali ada peraturan perundangundangan yang telah mengaturnya terlebih dahulu demikian yang diatur oleh Pasal 1 Ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP). Yang mana berarti dapat diartikan bahwa setiap perbuatan yang telah ditentukan merupakan perbuatan pidana dalam peraturan perundang undangan, dapat dipidana. Azas kepastian juga menjadi dasar bagi penegak hukum yaitu hakim untuk dapat menjatuhkan pidana atau tidak kepada pelaku tindak pidana. Penegakan hukum merupakan bagian tidak terpisahkan dari hukum itu sendiri, bahkan penegakan hukum menjadi cermin dari hukum di suatu negara.

Dalam KUHP pasal 49 ayat 1 dengan dikenal istilah pembelaan terpaksa (noodweer), yang berasal dari kata nood dan weer, Nood berarti darurat (keadaan) atau keadaan terpaksa, sedangkan weer berarti pembelaan, menolong atau melepaskan dari bahaya. Pembelaan terpaksa (noodweer) adalah suatu rechtsverdediging yakni sebagai suatu hak untuk memberikan perlawanan hukum.
Perlawanan tersebut dipandang sebagai retchmating atau dipandang sah menurut hukum bukan karena orang yang mendapat serangan itu telah melakukan suatu pembelaan, melainkan karena pembelaan dirinya itu merupakan suatu rechtsverdediging, karena dengan adanya serangan kita mempunyai hak untuk melawan untuk melindungi diri sendiri atau orang lain.

Dalam noodweer mengandung asas subsidariteit yaitu harus adanya keseimbangan antara kepentingan yang dibela, cara yang dipakai dan kepentingan yang dikorbankan, maka yang diserang tidak boleh menggunakan cara yang memberikan kerugian lebih besar pada penyerang, dengan kata lain pembelaan yang diberikan tidak boleh melampaui batas.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atas dasar pembelaan diri atau pembelaan terpaksa (noodweer) suatu tindak pidana yang dilakukan tidak dapat dipidana. Berdasarkan pasal 49 KUHP (1) menyatakan bahwa, "Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan seketika itu melawan hukum, terhadap diri maupun orang lain, tidak dipidana." Hal ini dikarenakan dalam keadaan yang mengancam lagipun terdesak yang sehingga membahayakan orang lain ataupun keselamatan dirinya termasuk kedalam konsep pembelaan terpaksa dilakukan seseorang. Jika keadaannya memberikan ancaman yang "sangat berbahaya atas kehormatan, kekayaan, serta materi tindakan pembelaan diri bukan hanya dapat dilakukan atas diri sendiri melainkan juga, pembelaan tersebut juga dapat diterapkan untuk membela orang lain juga".


Selain itu, noodweer exces ialah "perbuatanya melampaui batas akibat kegoncangan jiwa yang hebat" (Hamzah, 2008). Noodweer Exces atau pembelaan terpaksa melampaui batas diatur dalam pasal 49 ayat (2) KUH Pidana menyatakan bahwa, "Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana".


Noodweer exces diperkenankan oleh Undan-gundang, apabila karena adanya kegoncangan jiwa yang hebat akibat ancaman atau serangan. Noodweer atau pembelaan terpaksa ini diterjemahkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dengan definisi "Tindak pidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu melawan hukum".
Namun, maksud dari "goncangan jiwa" memiliki berbagai penafsiran dari banyak pihak. Salah satu tokoh yang memberikan pendapatnya adalah Prof. Satochid Kartanegara. Dalam pendapatnya beliau menyatakan bahwa goncangan jiwa ialah kondisi dimana jiwa sangat tertekan. Pendapat lain disampaikan oleh Tiraamidjaja, yang mana dalam tafsirannya disebut sebagai "gerak jiwa yang sangat". Sedangkan Utrecht memberikan definisi goncangan jiwa sebagai "perasaan panas hati yang sangat". Dan yang terakhir adalah marapaung yang

memberikan definisi goncangan jiwa sebagai "kondisi dimana seseorang tidak normal dalam berfikir"
Noodweer exces yang diakibatkan oleh goncangan jiwa, sebagaimana tertuang pada pasal 49 ayat (2) KUHP, R. Soesilo memberikan contoh yakni saat istrinya diperkosa oleh orang lain seorang agen polisi, lantas mengeluarkan pistolnya yang dimiliki olehnya dan ditembakkan kepada orang itu berulang kali pada orang itu, dapat dikatakan bahwa atas pembelaan darurat orang tersebut telah melampaui batasan, karena pada umumnya seseorang itu akan menghentikan tindakan yang ia lakukan serta kabur melarikan diri dengan hanya melakukan penembakan sekali saja. Agen polisi tersebut tidak dapat dikenakan dan dijatuhi hukuman atas tindakan yang dirinya perbuat apabila hakim menyatakan di hadapan persidangan, bahwa usahanya tersebut yang melewati batas-batas tersebut dikarenakan amat sangatnya orang tersebut marah."


Oleh karna itu berarti orang yang melakukan pembunuhan karna keterpaksaan atau pembelaan terpaksa melampaui batas itu tidak dapat dipidana jika memenuhi unsur yang terdapat pada pasal 49 ayat (2) kuhp, bunyi pasal 49 ayat (2) kuhp "Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun