Mohon tunggu...
Nabilah Permata
Nabilah Permata Mohon Tunggu... -

falling in love with rain

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pergeseran Minat Masyarakat dari Industri Transportasi Berbasis Luring Menuju Daring

25 Maret 2016   09:32 Diperbarui: 25 Maret 2016   09:57 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saat ada yang orang yang berbicara  mengenai sistem daring, kebanyakan masyarakat Indonesia yang mendengarnya tidak mengetahui maknanya. Berbeda dengan kata online yang begitu sering diucapkan dan telah menguasai dunia kebahasaan di Indonesia sendiri. Sebenarnya apakah hubungan antara kedua kata ini? Jadi, kata daring (dalam jaringan) merupakan arti kata bahasa Indonesia resmi dari kata online itu sendiri. Penggunaan kata dalam negeri ini begitu minim jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat Indonesia yang memakai kata sinonimnya.

Adanya bukti pergeseran penggunaan kata di atas, merupakan salah satu bentuk pengambilan kekuasaan teknologi di Indonesia. Begitu banyak masyarakat yang fasih dengan hal - hal berbau online, tidak terkecuali dalam dunia transportasi. Dengan terciptanya masyarakat praktis zaman sekarang, tak heran jika perkembangan jasa transportasi berbasis daring (dalam jaringan)  begitu pesat dan mengalahkanperkembangan  transportasi berbasis luring ( luar jaringan atau offline ). Masyarakat terbiasa dengan melahap cara yang cepat dan mudah untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pemesanan tiket transportasi secara daring bisa dilakukan kapanpun dan oleh siapa saja yang membutuhkan. Kepastian waktu yang tertera dan kuota alat transportasi juga menjadi keunggulan bagi masyarakat yang terstruktur. Selain itu dengan menggunakan jasa seperti taksi berbasis daring, kita bisa membayarnya dengan cara yang sama seperti taksi luring, yaitu setelah kita menikmati jasanya.

Peralihan minat masyarakat dalam bidang transportasi begitu pesat perubahannya. Para penyedia jasa layanan transportasi berbasis luring seperti sopir taksi offline mulai takut akan kehilangan pekerjaan dalam waktu dekat. Iklan – iklan dalam dunia maya yang begitu melimpah menyingkirkan sedikit demi sedikit jasa layanan transportasi konvensional. Protes terhadap keberadaan aplikasi daring bertarif seperti taksi,  menjadi bukti betapa gagapnya pengusaha maupun pelaku industri konvensional menghadapi gejala disrupsi teknologi.

Dengan melejittnya penggunaan aplikasi daring jasa transportasi, pemerintah harus mampu menjadi penengah antara kedua industri yang bersaing ini. Jika tidak, bisa jadi seluruh perusahaan taksi konvensional akan tutup karena tidak mampu menutup biaya operasionalnya. Pemerintah harus memberikan syarat tertentu bagi indutri transportasi berbasis daring sebagai aturan penyeimbang seperti memaksa mereka untuk memiliki izin usaha dengan membuka cabang di Indonesia. Minimal dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas. Dengan begitu, mereka bisa menjadi subjek pajak.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun