Mohon tunggu...
Nabila Eka Cantika Putri
Nabila Eka Cantika Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bonjour! Saya Nabila, saya mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Islam Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengaruh Group Think atas Hengkangnya Amerika dari Perjanjian Paris

10 Januari 2022   22:44 Diperbarui: 10 Januari 2022   23:10 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Pengaruh Group Think atas Hengkangnya Amerika dari Perjanjian Paris

Menanggapi peningkatan suhu di bumi sebagai dampak dari Global Warming, PBB memutuskan untuk membentuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) untuk merumuskan resolusi atas perubahan iklim yang tengah terjadi. Pengaruh  dari emisi gas rumah kaca bagi keberlangsungan makhluk hidup merupakan salah satu isu utama yang dibahas pada pertemuan UNFCCC. Perjanjian paris ini dibuat dengan mengadopsi beberapa poin-poin yang terdapat pada Protokol Tokyo. Berbeda halnya dengan Protokol Tokyo yang bersifat Top-Down atau kaku, Perjanjian Paris cenderung bersifat Bottom-Up atau sukarela, meskipun terdapat kesepakatan mengikat pada keanggotaannya. Perjanjian ini dilakukan secara Common but Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC) dimana setiap negara memiliki peran yang sama namun dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Paris Agreement juga menerapkan Ratched-up mechanism yang memungkinkan terbentuknya eskalasi target setelah periode 5 tahun.  Anggota Paris Agreement juga akan mengadakan evaluasi setiap 5 tahun sekali untuk mendiskusikan implementasi atas komitmen yang telah disepakati pada Paris Agreement. Setiap anggota yang tergabung harus andil demi tercapainya masa depan dengan tingkat emisi gas rendah. Tujuan utama yang dibahas pada Paris Agreement adalah menekan penggunaan emisi gas dibawah 2 derajat celcius dengan batas penggunaan karbon dioksida sebanyak 1000 miliar ton hingga tahun 2100. Paris Agreement ditandangani oleh 195 negara yang siap berkontribusi membendung pemanasan global yang sedang terjadi demi masa depan yang lebih baik. Namun, Keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement pada masa pemerintahan presiden Trump meninggalkan tanda tanya besar. Pasalnya, dengan mundurnya negara adidaya ini dari kampanye tersebut mengindikasikan kurangnya perhatian yang diberikan atas perubahan iklim yang tengah terjadi di dunia.

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menyumbang emisi gas rumah kaca terbanyak di dunia. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sektor industri memegang peranan penting untuk memastikan Amerika Serikat tetap kompetitif pada percaturan ekonomi internasional. Masifnya  aktivitas perindustrian tentu semakin meningkatkan gas berbahaya yang dihasilkan. Mempertimbangkan hal ini, tentu saja dengan ekspektasi bergabungnya AS dalam Paris Agreement disertai dengan komitmen Amerika untuk aktif berkontribusi dalam kampanye ini akan menjadi langkah pendekatan yang baik demi mewujudkan kesuksesan Paris Agreement. Sayangnya, keanggotaan Amerika atas Paris Agreement secara sepihak diputus pada masa pemerintahan Presiden Trump. Dikutip dari video yang diunggah oleh BBC news, presiden Trump mengutarakan pidato pengunduran Amerika dari Paris Agreement, bahwasanya Paris Agreement hanya akan memberikan kerugian signifikan terhadap perekonomian terutama pada sektor industri Amerika serikat. Trump juga menambahkan alasan pengunduran Amerika atas Paris Agreement  merupakan salah satu tugasnya sebagai presiden demi melindungi Amerika dari gelombang PHK karena pembatasan operasional perindustrian Amerika. Berangkat dari keputusan kontroversial Trump ini, banyak bermunculan dugaan mengenai alasan Trump untuk hengkang dari Paris Agreement. Keputusan Trump dinilai dapat  menekan biaya yang dikeluarkan Amerika sebagai negara superpower untuk membantu negara berkembang dalam merintis perekonomian hijau dengan pemberian suntikan dana. Dengan keluarnya Amerika Serikat tentu saja menjadi tantangan baru bagi negara-negara berkembang yang tergabung dalam perjanjian ini untuk meneruskan perannya merintis ekonomi hijau mengingat dana yang diperlukan cukup besar. Selain itu, Ambisi  Trump untuk melakukan eksploitasi fosil besar-besaran demi memenuhi kebutuhan bahan bakar industri, dengan bergabungnya Amerika Serikat dalam Paris Agreement tentu akan menjadi hambatan misi tersebut terlaksana.
Keputusan penarikan diri atas Paris Agreement ini rupanya mendapat dukungan kuat dari salah satu industri pro-bisnis yang anti terhadap enviromental regulations, Koch Brothers. Industri raksasa ini merupakan bisnis keluarga yang telah menjadi donatur terbesar yang menyokong kesuksesan pemilu Trump serta Partai Republik. Keputusan Trump ini didukung dengan kepemilikan hak prerogatif presiden yang sangat dipengaruhi perspektif pemikiran presiden terhadap permasalahan yang dihadapi. Sikap skeptis Trump terhadap adanya peristiwa global warming dinilai menjadi salah satu faktor pendorong keputusannya, menilik dari cuitan di Twitter resmi Presiden Trump "The concept of global warming was created by and for the Chinese in order to make U.S. manufacturing non-competitive.".  Senator Amerika, James Inhofe menambahkan "I have offered compelling evidence that catastrophic global warming is a hoax. That conclusion is supported by the painstaking work of the nation's top climate scientists." seolah menjadi pembenar dari keputusan gegabah tersebut. Ditambah lagi, posisi Presiden Trump juga dikelilingi oleh partai politik konservatif yang kontra terhadap hal baru dan perubahan, sehingga sulit bagi Amerika untuk tetap menjadi anggota Paris Agreement. Dengan keluarnya Amerika Serikat dari keanggotaan Paris Agreement tidak menjadi akhir dari permasalahan yang dihadapi, Amerika Serikat masih harus memikirkan kemungkinan adanya restriksi terhadap produk-produk industrialnya menuju negara lain yang merupakan anggota Paris Agreement. Amerika Serikat khawatir akan terjadi penurunan angka ekspor yang disebabkan oleh pembatasan produk impor yang datang dari industri Amerika serta penetapan pajak polusi yang bukan tidak mungkin akan diterapkan oleh negara anggota Paris Agreement.

Keputusan kontroversial Trump untuk mengangkat kaki dari Perjanjian Paris bukan pertama kalinya pengambilan keputusan dengan dibumbui perspektif personal presiden. Dibuktikan dengan pandangan skeptis secara tersurat disampaikan Trump pada cuitan yang diungkapkan di akun Twitter resmi presiden. Tidak hanya itu, Trump juga dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki pemikiran sama konservatif-nya dengan Trump, Partai Republik. Pandangan konservatif cenderung menutup telinga mengenai pembaruan-pembaruan dan hal yang dianggap asing. Ditambah lagi, keputusan Trump disokong langsung oleh kelompok pro-bisnis yang anti terhadap environmental rights yang memiliki posisi kuat pada percaturan ekonomi Amerika Serikat. Sehingga akan sulit bagi Amerika Serikat untuk mengambil peran dalam penanganan pemanasan global apabila rezim konservatif masih memegang kendali utama. Kelompok orang berkuasa yang berpandangan serasi atau dapat dibilang harus serasi ini sering disebut-sebut sebagai pengambilan keputusan berdasar Group Think. Kelompok ini menjadi otak terbentuknya mayoritas keputusan kontroversial di Amerika Serikat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun