Mohon tunggu...
Nabila Afira Quraina
Nabila Afira Quraina Mohon Tunggu... Konsultan - Female

bebas menulis sesuai dengan ide, pengalaman, dan gaya bahasaku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akibat Covid-19

5 April 2020   15:40 Diperbarui: 5 April 2020   15:54 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tiga minggu sudah aku berkutat pada kegiatan yang ku kira cukup membosankan sekali. Bangun tidur, ibadah, makan, jualan online, mandi, repeat. 

Sebenarnya ini bukan hal yang mengejutkan untukku karena sebelum ada wabah itu pun aku sudah terbiasa dengan kegiatan monoton ini. Sambil mengisi waktu luangku dikala mencari pekerjaan, aku juga jualan online. Lumayan itung-itung nambah uang jajan dan bisa meringankan beban orang tua walaupun belum dapat penghasilan tetap.

Namun, ada satu hal yang membuatku makin tidak betah di rumah. Yakni karena semua orang benar-benar ada di rumah. Aku adalah tipikal 'introvert person'. Nyaman sendiri dalam keadaan sepi untuk mengisi energiku dari aktivitas berdialog dengan orang banyak. Seorang introvert memang membutuhkan energi yang menurutku benar-benar akan menguras tenaga sekali ketika harus berbaur dengan orang banyak. Beda dengan ekstrovert, mereka cenderung tidak betah bila harus berdiam diri di rumah tanpa ada lawan bicara. Oh... malang sekali nasib si introvert.

Apa yang membuatku tidak betah dirumah adalah karena semua orang yang biasanya beraktivitas keluar rumah jadi pada stay at home. Ya, aku tau ini adalah cara terbaik kami untuk mencintai diri sendiri dan keluarga. Namun ada kalanya rumah yang tadinya sepi jadi sangat ramai. Entah mendengarkan dialog orang tuaku, adik main game online dengan suaranya yang cukup berisik, hingga tv yang kadang-kadang menyala tapi tidak ada penonton. Hah! Itu membuatku kehabisan energi dirumahku sendiri. Aku sungguh merindukan suasana sunyi dan sendiri di rumah.

Ada alasan sederhana mengapa aku ingin menulis tentang kebosananku menghadapi situasi monoton ini. Berkat postingan instagram dari akun jokes internasional @9gag yang menyatakan bahwa “introvert waiting for quarantine to end so people can leave the house and they can be alone again” . ini benar-benar pernyataan yang nyata dan menggelitik. Betul sekali apa yang dikatakannya bahwa aku juga menunggu masa karantina ini selesai supaya orang-orang dapat keluar rumah lagi untuk beraktivitas dan aku bisa leluasa untuk mencari pekerjaan lagi.

Aku tidak tahu apakah ada orang-orang diluar sana yang se-tipe dengan merasakan keluhan yang sama. Namun dibalik keluhan ini, hanya satu yang aku bisa kuyakini, pasti kita semua ingin agar wabah virus import ini segera usai dan tidak usah lagi singgah di planet bumi ini. Supaya orang-orang diseluruh dunia dapat kembali beraktivitas seperti biasanya. Supaya para pekerja dapat bekerja lagi tanpa rasa khawatir dan takut akan ketidakpastian kapan virus ini akan punah. Semoga dan semoga, harapan kita segera diijabah oleh Yang Maha Kuasa.

Aku sangat kasihan dengan mereka para pencari nafkah yang membutuhkan khalayak supaya mendapatkan pundi-pundi rupiah dari situ. Contoh yang paling umum adalah pedagang dan seniman. Pedagang kaki lima, bila diberi peringatan dari satpol PP agar tidak berjualan dahulu untuk menghindari keramaian maka aku tidak tahu darimana mereka akan mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. 

Mungkin ada beberapa pedagang yang berinisiatif menggunakan aplikasi delivery order. Tetapi, tidak semua bisa paham soal aplikasi DO kan? Aku temui masih ada segelintir orang yang tidak paham bagaimana cara menggunakannya

Kedua, seniman. Menurutku seniman sangat membutuhkan khalayak supaya karyanya dapat dilihat orang banyak. Permasalahannya pun sama juga. 

Ada seniman terkenal bisa berinisiatif untuk menampilkan karyanya dalam bentuk video dan diupload di youtube dengan jumlah pengikut yang dapat disesuaikan dengan intensitas kepopuleran dirinya sebagai seorang seniman. Namun, bagaimana dengan seniman lokal yang hanya mengandalkan dari panggung ke panggung? 

Terlebih lagi bila seniman itu sudah sepuh, sudah tua, pasti lebih memilih ogah untuk belajar tentang teknologi masa kini. Aku mengatakan hal ini karena memang beginilah kenyataannya. Ada seorang seniman yang cukup terkenal didaerahku. Beliau lebih memilih manggung ketimbang memamerkan karyanya dalam bentuk rekaman video.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun