Mohon tunggu...
Nabila Raudhana
Nabila Raudhana Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Universitas Padjajaran

Selanjutnya

Tutup

Money

Utang Luar Negeri Indonesia, Perkembangan serta Realisasinya bagi Pembangunan Infrastruktur

17 Desember 2021   13:45 Diperbarui: 17 Desember 2021   14:17 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dengan adanya pandemic Covid 19 yang memberikan pressure terhadap segala aspek kehidupan terutama perekonomian, membuat Bank Indonesia bersama pemerintah berupaya menjaga kestabilan utang luar negeri dalam negeri serta berusaha untuk terus berkoordinasi dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan utang luar negeri. Pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani juga berharap bahwa Bank Dunia bersama IMF dapat mendorong serta menbimbing negara di seluruh dunia dalam mengelola utang yang meningkat selama pandemic ini secara efektif.

Realisasi utang luar negeri Indonesia selama bertahun-tahun lamanya telah tersebar ke dalam berbagai aspek kebutuhan anggaran negara. Mulai dari untuk penmbiayaan infrastruktur, Kesehatan, bantuan pendidikan serta bantuan sosial. Salah satu aspek yang paling tersorot dalam penggunaan utang luar negeri Indonesia adalah pembangunan infrastruktur. Berbagai pembangunan dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan sarana prasarana yang terbaik bagi masyarakat. Utang luar negeri dalam hal ini berperan sebagai pelengkap pendanaan pembangunan proyek infrastruktur.

Pada tahun 2020, terdapat sekitar 31 proyek insfrastruktur yang membutuhkan anggaran utang luar negeri sebanyak Rp63,22 triliun. Proyek-proyek tersebut tercantum dalam keputusan Kepala Bappenas No KEP.65/M.PPN/HK/06/2020. Proyek infrastruktur prioritas ini tersebar ke dalam berbagai kementerian serta BUMN yang tertuang ke dalam Indeks Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah 2020-2024 yang dilansir oleh Bappenas. Beberapa proyek prioritas tersebut diantaranya program pengembangan pelayanan kesehatan dengan konsolisai rujukan rumah sakit. Biaya yang dibutuhkan dalam program ini yaitu sekitar US$914,33 juta. Dengan rincian penguatkan fasilitas public rumah sakit nasional Angkatan darat, laut dan udara. Proyek infrastruktur selanjutnya berkaitan dengan program pembangunan jalan tol yang rencananya akan menghabiskan dana utang luar negeri sebesar US$4,77 miliar. Pembangunan jalan tol yang masuk dalam program ini diantaranya Tol Serang-Panimbang dengan dana US$221, pembangunan jalan Tol Sumatera yang rencananya akan menghabiskan utang luar negeri sebesar US$3 miliar serta pembangunan Tol Semarang-Demak dengan biaya senilai US$653 juta.

Kemudian, proyek infrastruktur prioritas pemerintah adalah pembangunan jembatan yang dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Program pengembangan ini rencananya akan menghabiskan dana sebesar US$650 juta. Selanjutnya terdapat pula proyek yang dicanangkan oleh Kementerian Komunikasi dan Infromatika dalam upaya meningkatkan infrastruktur e-government dengan dana sebanyak US$322,66 juta serta proyek digitalisasi yang akan menghabiskan dan sejumlah US$373,15 juta. Proyek-proyek tersebut rencananya akan mendapatkan dana dari berbagai sumber pinjaman luar negeri Indonesia. Sebagian besar akan dibiayai oleh China Exim Bank (CEXIM), pinjaman dana dari Austria dan Hungaria, pembiayaan dari Japan International Cooperation Agency (JICA), dana yang dipinjamkan oleh Jerman melalui Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KFW) dan pinjaman yang diberikan oleh Prancis melalui Agence Française de Développement (AFD).

Selain berbagai proyek infrastruktur prioritas di atas, terdapat pula realisasi utang luar negeri yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur lain yaitu dalam Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Proyek yang telah berjalan sejak 2017 ini ditandai dengan disepakatinya perjanjianpinjaman luar negeri sebanyak US$3,96 miliar antara PT Kereta Cepat Indonesia (KCIC) dengan China Development Bank (CDB) dengan masa tenggang 10 tahun serta jatuh tempo 40 tahun. Dalam pelaksanannya terdapat masalah yang mana pinjaman China ini dianggap sebagai utang tersembunyi dan terdapat isu transparansi di dalamnya. Namun, Stafsus Bidang Komunikasi Strategis Menteri Keuangan, Yustinus menerangkan bahwa utang luar negeri anatar China dan Indonesia ini murni merupakan skema Business to Business BUMN tanpa adanya campur tangan pemerintah. Utang ini bukanlah utang tersembunyi atau utang yang tidak dilaporkan, namun merupakan bentuk utang non-government yang tetap tercatat dalam Statistik Utang Luar negeri Indonesia (SULNI) yang dapat diakses secara bebas oleh masyarakat public.

Dari berbagai pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebagai negara berkembang sangat memerlukan peran utang luar negeri dalam pembiayaan kehidupan bernegara. Diperlukan pemilahan yang bijak terhadap penerimaan utang luar negeri yang utamanya bertujuan untuk pemulihan perekonomian pada sektor-sektor tertentu. Utang luar negeri memiliki dampak positif jika dikelola dengan baik untuk mewujudkan pembangunan. Namun, untuk menghindari terjadinya kondisi yang mengancam kestabilan makroekonomi negara, diperlukan pengurangan terhadap utang luar negeri baru secara bertahap dengan berupaya menemukan solusi terhadap pengurangan tersebut dengan terus mengkaji berbagai skema.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun