Mohon tunggu...
Nabila Putri Syasabil
Nabila Putri Syasabil Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.

Fatum Brutum Amorfati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Malaria pada Zaman Kolonial Tahun 1852-1937

19 Oktober 2020   22:56 Diperbarui: 19 Oktober 2020   23:06 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1924, Biro Malaria Pusat didirikan. Pada tahun 1929, Biro Malaria Pusat mendirikan cabang di Surabaya, dengan fokus pelayanan di bagian timur. Sedangkan untuk wilayah Sumatera, pelayanan dilakukan oleh cabang Medan.

Dalam upaya pemberantasan, para mantri ditugaskan untuk menentukan jenis nyamuk dan jentik, menentukan persediaan darah, mengadakan pembedahan lambung nyamuk, serta membuat peta wilayah.

Pemberantasan penyakit malaria juga dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pembunuhan dan pencegahan perkembangan jentik di sarang-sarang, pembunuhan nyamuk dewasa dengan asap, obat nyamuk, dsb.

Pemberantasan malaria di pantai dapat dilakukan dengan cara Species-assaneering, yaitu:

1) Membuat tanggul sepanjang garis pantai. Tinggi taggul dibuat melebihi tinggi air laut saat pasang, begitu juga pada tanah di belakang tanggul. 2) Membuat sebuah saluran. Saluran ini dibuat mulai dari muara sungai sampai melewati batas pemecah gelombang air laut. 3) Membuat pembagian kinine, penggunaan kelambu atau alat pembunuh nyamuk, pemberian minyak tanah di sarang nyamuk, penempatan kandang kerbau di antara rumah tinggal dan sarang nyamuk, serta pemeliharaan tambak secara higienis.

Selain upaya-upaya tersebut, pada tahun 1924 pemerintah Hindia Belanda membentuk Dinas Higiene. Pada tahun 1933 dimulai organisasi kebersihan tersendiri, dalam bentuk Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto.

Selain upaya pendirian dinas tersebut, terdapat pula upaya kuratif yang dilakukan dengan pendirian rumah sakit. Tahun 1925 di kota Banyumas didirikan rumah sakit yang diberi nama Rumah Sakit Juliana. Pada perkembangan selanjutnya, usaha yang semula ditekankan pada usaha kuratif lambat laun berkembang ke arah preventif.

Pada tahun 1937 sampai meletusnya Perang Dunia II, pemerintah pusat menyerahkan usaha kuratif kepada daerah otonom, namun tetap diawasi dan di koordinir oleh Pemerintah Pusat.

SUMBER BACAAN
Ningsi, Hayani Anastasia, dkk. 2010. Aspek Sosial Budaya Masyarakat Berkaitan Dengan Kejadian Malaria di Desa Sidoan Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Vol. XX Tahun 2010 (hal. 30-31)

Andi Arsunan Arsin. 2012. Malaria di Indonesia: Tinjauan Aspek Epidemologi. Makassar: Penerbit Masagena Press (hal. 17-22)

Sunanti Zalbawi Soejoeti. 1995. Persepsi Masyarakat Mengenai Penyakit Malaria Hubungannya Dengan Kebudayaan dan Perubahan Lingkungan. Media Litbangkes Vol. V No.02/1995 (hal. 12-14)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun