ABSTRAK
Artikel ini membahas peran negara dan agama dalam memperkuat hak perempuan di Indonesia, terutama terkait partisipasi dalam ruang publik, politik, dan pengambilan keputusan. Dari perspektif negara, kebijakan afirmatif seperti kuota 30% perempuan di parlemen dan peningkatan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja bertujuan menciptakan keadilan gender. Sementara dari perspektif agama, interpretasi progresif terhadap ajaran Islam, sebagaimana dipromosikan oleh pemikir seperti Fatima Mernissi dan Mahnaz Afkhami, menegaskan bahwa Islam mendukung peran perempuan dalam kehidupan publik. Artikel ini menegaskan bahwa kolaborasi antara negara dan agama diperlukan untuk mengatasi hambatan struktural, seperti norma patriarkal dan ketidaksetaraan ekonomi. Kesimpulannya, sinergi kebijakan negara dan interpretasi agama yang inklusif dapat memperkuat peran perempuan sebagai pemimpin dan agen perubahan dalam masyarakat.
Kata Kunci: hak perempuan, kebijakan afirmatif, Islam, negara, dan agama.
PENDAHULUAN
Hemat penulis, hak perempuan yang paling mendesak di Indonesia saat ini adalah hak untuk berpartisipasi secara setara dalam ruang publik, terutama di bidang politik dan pengambilan keputusan. Partisipasi ini krusial untuk memastikan bahwa suara perempuan diakomodasi dalam kebijakan publik. Persoalan ini harus dilihat dari dua perspektif: perspektif negara dan perspektif agama. Dari sudut pandang negara, peningkatan keterwakilan perempuan di ruang politik adalah langkah strategis untuk memperjuangkan kesetaraan gender. Sementara dari perspektif agama, interpretasi yang lebih inklusif terhadap ajaran Islam menegaskan pentingnya peran perempuan dalam kehidupan publik.
PERTANYAAN PENELITIAN
Bagaimana negara dan agama memandang hak perempuan di Indonesia?
NARASI VIDEO DAN PERMASALAHAN
Dalam sebuah video Youtube pada kanal Chusnul Mariyah Official yang berisis diskusi (FGD) yang berjudul "Islam and Women Rights" di FISIP Universitas Muhammadyah Jakarta, terdapat pembahasan menarik mengenai posisi perempuan dalam masyarakat modern di Indonesia. Pada dasarnya, perspektif Islam tidak hanya memberikan penghargaan tinggi kepada perempuan, seperti yang tercermin dalam pengaturan waris di Surah An-Nisa, tetapi juga menegaskan hak-hak perempuan dalam pendidikan, kesehatan, dan partisipasi publik. Diskusi tersebut mengungkapkan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah dua aspek utama yang harus diperkuat untuk memastikan generasi yang lebih sehat dan berkualitas. Dalam konteks pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pesantren, perempuan berperan sentral dalam membentuk karakter generasi muda. Selain itu, kontribusi perempuan dalam organisasi, termasuk peran kepemimpinan di kampus dan komunitas, menjadi simbol partisipasi perempuan yang lebih luas. Diskusi ini juga menyoroti kebijakan afirmatif, seperti kuota perempuan di lembaga politik dan pembentukan Satgas TPKS di kampus, sebagai upaya melindungi dan memperkuat hak-hak perempuan.
Substansi diskusi ini kiranya dapat dipertautkan dengan analisis hak perempuan dalam perspektif negara dan agama yang pada akhirnya memperlihatkan adanya sinergi antara pandangan Islam dan kebijakan negara dalam memajukan hak-hak perempuan. Dari perspektif negara, kebijakan afirmatif seperti kuota perempuan dan upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja sejalan dengan pandangan Islam yang menegaskan pentingnya pendidikan dan partisipasi publik bagi perempuan. Sementara itu, dari perspektif agama, tafsir progresif terhadap Islam, sebagaimana dipromosikan oleh Fatima Mernissi dan Mahnaz Afkhami, mendukung partisipasi perempuan dalam ruang publik dan pengambilan keputusan. Oleh karena itu, baik negara maupun agama memiliki peran yang signifikan dalam mendobrak hambatan struktural yang menghalangi perempuan untuk berpartisipasi secara penuh dalam politik, ekonomi, dan kehidupan sosial. Upaya bersama dari kedua perspektif ini diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan adil, di mana perempuan dapat berperan sebagai pemimpin dan agen perubahan.
ANALISIS
Hak Perempuan dalam Perspektif Negara
Partisipasi perempuan dalam ruang politik Indonesia saat ini masih jauh dari ideal, meskipun sejumlah langkah afirmatif telah dilakukan, seperti kuota perempuan (affirmative action) di parlemen. Studi dari Dahlerup & Freidenvall menyatakan bahwa kebijakan kuota bisa menjadi langkah cepat menuju representasi yang lebih setara, tetapi hanya jika dikombinasikan dengan dukungan struktural dan perubahan sosial yang lebih luas (Dahlerup & Freidenvall, 2005). Pada kenyataannya, penulis melihat bahwa perempuan di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai hambatan dalam mengakses ruang politik, baik secara kultural maupun struktural, yang pada akhirnya menghalangi mereka untuk benar-benar memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.
Selain itu, hak untuk berpartisipasi dalam ekonomi juga menjadi bagian integral dari perjuangan hak perempuan. Meskipun perempuan telah mendapatkan akses lebih baik terhadap pendidikan, hal ini tidak sepenuhnya tercermin dalam tingkat partisipasi mereka di dunia kerja. Laporan Bank Dunia mencatat bahwa pada tahun 2022, misalnya, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia hanya 55%, jauh di bawah angka partisipasi laki-laki yang mencapai 83% (World Bank, 2024). Ketidaksetaraan ini menunjukkan bahwa perempuan masih terpinggirkan dalam hal akses terhadap peluang ekonomi yang setara. Partisipasi perempuan di pasar kerja tidak hanya soal keadilan, tetapi juga penting untuk pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.Â
Di sisi lain, pendidikan adalah kunci untuk mengatasi berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Perempuan yang memiliki akses pendidikan lebih baik cenderung memiliki peluang lebih besar dalam berpartisipasi di pasar kerja dan pengambilan keputusan publik (Larasati & Ayu, 2020). Namun, meskipun akses perempuan terhadap pendidikan di Indonesia telah membaik, kesenjangan dalam akses terhadap pekerjaan dan posisi kepemimpinan tetap signifikan. Ini memperlihatkan bahwa masalah ini lebih dari sekadar isu kebijakan: tantangan struktural yang membutuhkan perubahan fundamental dalam paradigma sosial dan ekonomi (Arquisola, 2020).
Hak Perempuan dalam Perspektif Agama
Berdasarkan perspektif agama, khususnya Islam, juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi persepsi dan posisi perempuan di masyarakat Indonesia. Menurut penulis, tampaknya tidak sedikit yang menganggap agama sebagai penghalang bagi hak-hak perempuan, tetapi pandangan ini tidak jarang berbasis pada interpretasi yang konservatif dan patriarkis. Sebaliknya, Islam memiliki sejarah dan landasan teologis yang mendukung kesetaraan gender, termasuk hak perempuan untuk berpartisipasi dalam ruang publik (Qodir, Misran, & Long, 2023).
Mahnaz Afkhami dalam Faith & Freedom: Women's Human Rights in the Muslim World menekankan bahwa Islam tidak menghalangi peran perempuan dalam masyarakat, tetapi justru mendukung keterlibatan mereka dalam berbagai aspek kehidupan publik, termasuk politik (Afkhami, 1995). Pendapat ini tentu menekankan bahwa peran perempuan dalam Islam harus dipahami dalam konteks keadilan sosial, bukan melalui lensa budaya patriarkis yang sering membatasi kebebasan mereka.
Fatima Mernissi juga mengungkapkan bahwa banyak pembatasan yang dikenakan pada perempuan dalam masyarakat muslim sebenarnya lebih berakar pada interpretasi budaya daripada ajaran agama yang otentik (Mernissi, 2011). Ini menunjukkan bahwa interpretasi yang lebih inklusif terhadap ajaran agama dapat memainkan peran penting dalam mendukung hak-hak perempuan di Indonesia. Di sini, reformasi hukum berdasarkan nilai-nilai agama yang lebih inklusif dapat membantu memperkuat posisi perempuan dalam keluarga dan masyarakat (Hefner, 2017).
Penting juga untuk dicatat bahwa pendidikan memiliki tempat yang signifikan dalam ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya pendidikan bagi semua muslim, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan. Ini memperkuat argumen bahwa hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak adalah bagian integral dari ajaran Islam (Ibn Majah, 224). Dalam konteks Indonesia, interpretasi progresif seperti ini perlu dipompa untuk memperkokoh peran perempuan dalam kehidupan publik dan politik.
Hak Perempuan Harga Mati?
Meskipun ada kemajuan dalam representasi politik perempuan, masih banyak yang perlu dilakukan. Data dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menunjukkan bahwa dalam pemilu legislatif 2019 dan 2024, meskipun jumlah perempuan yang terpilih meningkat, angka ini tetap jauh dari paritas gender yang ideal, terlebih lagi kuota 30% perempuan selalu menjadi mitologi semata (Salabi, 2024). Perempuan di Indonesia masih menghadapi hambatan struktural yang signifikan dalam mengakses posisi kepemimpinan, baik dalam politik maupun ekonomi. Ini memperjelas bahwa kebijakan afirmatif seperti kuota perlu didukung oleh upaya yang lebih komprehensif untuk mendorong partisipasi perempuan yang efektif di semua bidang kehidupan publik (Andajani, Hadiwirawan, & Sokang, 2016). Di sektor ekonomi, partisipasi perempuan juga masih tertinggal. Berdasarkan data dari Bank Dunia di atas, partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia memang relatif jauh di bawah laki-laki. Ini menunjukkan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk merumuskan kebijakan yang tidak hanya mendukung perempuan di dunia kerja, tetapi juga memastikan mereka memiliki akses yang setara terhadap peluang ekonomi (Prihatiningtyastuti, 2020).
Hak perempuan untuk berpartisipasi dalam ruang publik, khususnya dalam politik dan pengambilan keputusan, merupakan hak yang paling krusial di Indonesia saat ini. Dari perspektif negara, kebijakan afirmatif seperti kuota perlu dibersamai dengan reformasi institusional yang lebih mendalam untuk memastikan keterwakilan perempuan yang substansial dan efektif. Dari perspektif agama, interpretasi progresif terhadap ajaran Islam mendukung kesetaraan gender dan memberikan dasar teologis yang kuat untuk mendukung partisipasi perempuan dalam semua aspek kehidupan publik. Hemat penulis, perjuangan untuk hak perempuan tidak hanya tentang memenuhi angka-angka representasi, tetapi juga tentang mengatasi hambatan-hambatan struktural yang menghalangi mereka untuk berpartisipasi secara penuh. Negara dan agama memiliki peran penting dalam mendukung transformasi ini, dan keduanya harus bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang lebih setara dan adil bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA
Afkhami, M. (1995). Faith & Freedom: Women's Human Rights in the Muslim World. Syracuse University Press
Andajani, S., Hadiwirawan, O., & Sokang, Y. (2016). Women's Leaderships in Indonesia: Current Discussion, Barriers, and Existing Stigma. Indonesian Feminist Journal, 4(1), 101--111.
Arquisola, M. J. (2020). 'The Ties That Bind': Indonesian Female Academic Leaders' Agency and Constraints in Higher Education. European Journal of Educational Management, 3(2), 37-50.
Dahlerup, D. & Lenita, F. (2005). "Quotas as a 'Fast Track' to Equal Representation for Women", International Feminist Journal of Politics, 7(1), 26-48.
Hefner, R. W. (2017). "Islamic Law and Muslim Women in Modern Indonesia", dalam Jocelyne Cesari, and Jos Casanova (eds), Islam, Gender, and Democracy in Comparative Perspective. Oxford Academic.
Larasati, A. M., & Ayu, N. P. (2020). The Education for Gender Equality and Human Rights in Indonesia: Contemporary Issues and Controversial Problems. The Indonesian Journal of International Clinical Legal Education, 2(1), 73-84.
Mariyah, C. (2024). "Islam and Women Rights", Focus Group Discussion FISIP Universitas Muhammadyah Jakarta [Video]. Diperoleh dari Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=hzQBIC2hlE8
Mernissi, F. (2011). Beyond The Veil: Male-Female Dynamics in Muslim Society. Saqi Books.
Prihatiningtyastuti, E. (2020). Regional women's economic participation: A systematic-based review of structural economic transformation in Indonesia. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, 5(2), 205--222
Qodir, Z., Misran, M., & Long, A. (2023). Gender Equality in Indonesian Democracy amidst Islamic Conservatism and Islamic Populism. JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo), 7(2), 83-98.
Salabi, A. (2024). 22 Persen Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Bukan Prestasi. Diperoleh dari Rumah Pemilu: https://rumahpemilu.org/22-persen-perempuan-terpilih-di-pemilu-2024-bukan-prestasi/Â
World Bank. (2024). Labor Force Participation Rate, Female (% of Female Population Ages 15-64) (Modeled ILO Estimate). Diperoleh dari World Bank: https://data.worldbank.org/indicator/SL.TLF.ACTI.FE.ZS?cid=ext_bulletinfr_w_ext&end=2022&locations=id&start=2022&view=bar Â
World Bank. (2024). Labor Force Participation Rate, Male (% of Female Population Ages 15-64) (Modeled ILO Estimate) - Indonesia. Diperoleh dari World Bank: https://data.worldbank.org/indicator/SL.TLF.ACTI.MA.ZS?cid=ext_bulletinfr_w_ext&end=2022&locations=id&start=2022&view=bar Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI