Mohon tunggu...
M. Zulficar Mochtar
M. Zulficar Mochtar Mohon Tunggu... Konsultan - Direktur Ocean Solutions Indonesia (OSI).

#Menuju NegaraMaritim yang Mandiri dan Berdaulat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Menyelisik Dugaan 16.000 Kapal Ikan Ilegal di Indonesia

5 Desember 2022   08:30 Diperbarui: 7 Desember 2022   03:45 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal penangkap ikan. Sumber: Dok. KKP via Kompas.com

Perbedaan data Kemenhub dan KKP perlu jadi momentum membenahi data kapal perikanan.

Pertama, sinkronisasi data antara Kemenhub dan KKP perlu dilakukan. Ini tidak begitu sulit dilakukan mengingat fokus pendataan selama ini memang berbeda. Adanya PP No 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, bahkan telah mendorong agar seluruh proses perizinan kapal perikanan berada dalam kewenangan KKP. Tidak di Kemenhub lagi. Maka transisi ini perlu dikawal dan dipercepat.

Kedua, memetakan kapal-kapal ikan di Indonesia. Ini dimungkinkan karena semua kapal sudah diwajibkan untuk memasang Vessel Monitoring System (VMS) dan Automatic Identification System (AIS) yang dipantau melalui satelit. Sehingga secara realtime, pergerakan dan status kapal bisa ditelusuri. Memang bisa saja kapal-kapal tersebut mematikan VMS atau AIS berbagai alasan. 

Namun dengan ukuran kapal diatas 30 GT, mudah dideteksi dengan teknologi penginderaan jauh. Saat ini sudah banyak citra satelit beresolusi tinggi seperti World View, Plaides, Quickbird, Ikonos atau Radarsat yang bisa mengenali obyek tersebut. Alternatif lainnya adalah melakukan sensus kapal perikanan yang dapat mencakup kapal-kapal di daerah dan nelayan kecil.

Ketiga, merapikan kategori pelaku usaha. Dari 6.000 kapal yang aktif, ternyata hampir 70% masih dikelola atas nama perorangan. Sisanya koperasi, perusahaan swasta nasional, dan KUBE. Padahal ukuran rata-rata kapal adalah sekitar 90 GT dengan biaya operasional milyaran rupiah. Sehingga kurang cocok lagi masuk dalam kategori perorangan. Ini juga membuat pendapatan PNBP lebih kecil dibanding bila semuanya terdata atas nama perusahaan.

Keempat, KKP perlu memutakhirkan lagi status penanganan dan modus perikanan illegal di Indonesia. Diantaranya, pembangunan kapal ikan dan melaut tanpa izin, pemalsuan dokumen maupun ukuran kapal (markdown) khususnya di daerah, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, transhipment di tengah laut, dan lainnya. Sehingga kebijakan dan strategi yang ditempuh selalu relevan.

Pada akhirnya, pernyataan Menteri KKP bisa jadi adalah penanda serius bahwa Indonesia kini kembali marak IUU Fishing. Tapi bisa juga sekedar ‘false alarm’ ditujukan sebagai lecutan agar meningkatkan kewaspadaan. Tapi apapun itu, tetap penting untuk diklarifikasi. Karena kredibilitas tata kelola perikanan Indonesia terletak pada kualitas data penopangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun