Mohon tunggu...
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus Mohon Tunggu... Lainnya - pemuda dari kota kecil di Jawa Timur

Hanya suka menulis, tidak lebih dari itu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terimakasih "Yang Ku Sebut Teman"

10 Agustus 2021   23:35 Diperbarui: 10 Agustus 2021   23:51 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup adalah sebuah perjalanan panjang dan juga singkat. Akan banyak terjadi hal-hal yang tidak terduga di dalamnya, baik itu berupa kebahagian, kesedihan, kebanggan, dan juga penyesalan. Itulah yang aku rasakan dalam perjalan hidupku menuju seperampat abad. Kesakitan-kesakikan, gelapnya lorong-lorong setan juga tidak pernah aku sangsikan, jalan-jalan keselamatan tidak lupa aku jajaki, namun dahulu semua itu serasa tak berarti.

Yaa!! Ini adalah perasaanku yang sebenarnya, aku mungkin cukup pandai dalam urusan persuasi dan lobbying, namun aku tidak cukup handal dalam menyampaikan apa yang sedang aku rasakan.

Dahulu, sebelum aku mampu berdiri dan berani seperti saat ini. Aku pernah terpuruk dalam kehampaan dan kekosongan hati, tepatnya pada usia baru saja menginjak 17 tahun. Ketika itu, aku mendapatkan hadiah paling berharga dalam hidup yang diberikan langsung oleh dzat Yang Maha.

"Ahh Tuhan, indah sekali apa yang kau berikan" kataku sembari menahan jatuhnya air mata. Di malam saat aku membayangkan kebahagiaan esok hari, kejutan-kejutan, dan lain sebagianya tiba-tiba menjadi sunyi beriringan dengan datangnya obituari.

Aku masih ingat dengan jelas saat toa-toa musholla dari sudut-sudut kampung mengumandangkan berita duka itu, dan masih melekat dalam kepala ketika orang-orang mulai berkerumun di halaman rumah sembari menunggu mobil ambulance membawa jenazah cahaya hidupku. Waktu itu aku berkata. "Ahhh, sudah selesai" ucapku pada diriku sendiri. Setelah itu, tidak banyak kalimat yang aku ucapkan. "Sudah, sudah selesai" ucapku  sesekali.

Dalam kehampaanku dan keputus-asaanku untuk menjalani kehidupan yang akan datang, aku tidak pernah berfikir bahwa akan dikelilingi orang-orang baik. Ya, tidak banyak jumlahnya, tapi semua mengerti tentang apa itu kepekaan sosial, yang aku rasa hal-hal seperti itu sudah hilang ditelan zaman.

Nyatanya tidak, mereka masih memegang teguh falsafah-falsafah kehidupan meskipun jika orang lain melihatnya, akan langsung mencibir seenak mulutnya. Disaat kebanyakan orang hanya mengatan "sabar ya" dan hilang begitu saja. Mereka datang tanpa kata-kata, namun menemaniku hingga bener-bener mampu menerima semua.

Mungkin orang-orang yang ku maksud tidak pernah tahu bahwa apa yang mereka lakukan berdampak besar dalam hidupku, dan mungkin juga mereka hanya meresa untuk melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan.

Tetapi bagiku, kehadiran mereka yang datang tanpa kata-kata dan tidak berlalu begitu saja adalah hal yang sangat besar dan tidak pernah ternilai. Dari mereka aku belajar menjadi manusia. Hingga saat ini ada satu hal yang aku tanam dalam-dalam yaitu "Berbuat baiklah pada siapa pun, tidak perlu banyak bicara cukup lakukan saja, tutup telingamu jika orang-orang mulai sinis dengan perilakumu. Toh hingga saat ini indikator yang disebut orang baik tidak pernah mutlak nilainya, jadi lakukan jika menurutmu benar". Itu yang aku pelajari dari kalian orang-orang yang sebenar-benernya ku sebut teman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun