Mohon tunggu...
Mita Karunia
Mita Karunia Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk menyapa semesta

email : mitakarunia40@gmail.com | https://twitter.com/mitakarunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Semangkuk Sepat Ceriakan Kehangatan Keluarga

14 Maret 2018   22:36 Diperbarui: 14 Maret 2018   22:58 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: cookpad.com

Saya lahir dari orang tua dengan kebudayaan Jawa yaitu Bantul, Yogyakarta dan Sumbawa Besar, NTB. Terlahir dari keluarga dengan dua kebudayaan yang berbeda membuat saya belajar banyak hal. Saya cukup senang dengan hal itu. Ada banyak hal yang dapat saya pelajari dari keduanya, mulai dari bahasa, mengenal wisatanya, kebudayaan dan tidak lupa juga adalah kuliner.  

Sesuatu yang unik yang saya temukan dari kuliner di Sumbawa adalah makanan yang selalu disajikan entah untuk acara spesial tertentu atau di makan sehari-hari adalah sepat. Terutama saat bulan puasa hampir setiap puasa berbuka dengan sepat, rasanya sepat itu sesuatu yang istimewa. Mungkin belum bisa disebut makan kalau tanpa sepat. He-He-He! Saat saya berada di Jawa banyak yang mengira sepat adalah nama ikan saja. 

Ya, hampir benar sih. Perlu saya jelaskan sepat adalah makanan khas daerah Sumbawa yang terdiri dari ikan bakar atau ayam bakar, terong ungu yang dibakar, bawang yang dibakar, tomat, dan bahan lain yang baru saya jumpai di Sumbawa. Kalau di Bantul atau Yogya dan sekitarnya saya belum menjumpai bahan tambahan tersebut. Setelah dibakar kesemuanya dicampur dalam kuah biasanya santan untuk ayam bakar dan ikan laut atau ikan dari air tawar dari kuah air bersama bumbu dan rempah-rempah. 

Rasanya? Jangan ditanya lagi! Bagi saya pribadi rasanya ueeenaak bangeeeet! Kalau doyan rasa gurih pasti cocok banget dilidah. Soalnya selama saya di Bantul dan Yogya makanannya cenderung manis. Bukannya tidak suka, lidah saya masih terbawa rasa dan masakan dari Sumbawa yang merupakan tanah kelahiran saya. Maklum dari lahir sampai berumur lima belas tahun saya besar di Sumbawa. Sampai sekarang sudah tinggal di Yogyakarta dan mungkin akan menetap.

Sesuatu yang bikin tambah enak dari semangkuk sepat ini adalah cara makannya. Dari sini saya merasakan kehangatan keluargayang luar biasa yang membuat saya selalu ingin terus merasakannya. 

Cara makan yang menakjubkan yang mampu membuat kehangatan keluarga semakin hangat dan memeluk jiwa. Sepat-sepat yang telah diolah dan dimasak disajikan dalam mangkuk  lengkap dengan nasi panas dan minum. Tetapi cara makannya sangat berbeda dan jarang sekali saya temui di Bantul, Yogyakarta. 

Seluruh keluarga mulai dari paman, bibi, keponakan, kakak, adik, bapak, ibu, cucu, cicit, kakek dan nenek berkumpul dan duduk rapi di tikar yang telah digelar dengan cukup. 

Di atas tikar telah tersaji semangkuk sepat untuk masing-masing satu orang, dan masakan lain sebagai pendamping juga tambahan. Kemudian kami semua duduk diatas tikar melingkari makanan tersebut dan siap menyantapnya. Dengan duduk melingkar disitu kami sedang menciptakan kehangatan tanpa putus dilengkapi dengan tawa dan guyonan receh serta banyak hal yang dapat kami obrolkan untuk menambah kehangatan keluarga.   

Obrolan kami semakin renyah dan ngalor ngidul. Dari hal itulah kami juga mulai lebih mengenal satu sama lain, meskipun keluarga tapi ada lo yang belum mengenal lebih dekat satu sama lain. Jadi, menurut saya cara makan yang seperti ini perlu dicoba untuk menghadirkan kembali kehangatan keluarga. 

Karena tanpa disadari atau tidak saya pernah menemukan cara makan dalam sebuah keluarga yang dimulai dari ambil sendiri dimeja dan makan sendiri lagi entah itu di depan tv, di kursi atau tempat-tempat yang berbeda dengan kesibukan makan yang berbeda-beda.

Kesimpulannya, kehangatan keluarga adalah hal yang harus terus hidup dan dihidupkan mungkin dengan cara makan seperti yang saya jelaskan. Karena sejauh-jauhnya tempatmu pergi, keluarga adalah tempat terindah untuk pulang. Keluarga yang selalu mampu menerima apapun dirimu, seperti apapun dirimu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun