Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Peminat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tentang Filsafat Dan Relavansinya Di Zaman Modern

11 Agustus 2025   22:20 Diperbarui: 11 Agustus 2025   22:20 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, muncul perdebatan yang cukup tajam mengenai relevansi filsafat dalam kehidupan masa kini. Sebagian orang beranggapan bahwa filsafat sudah usang dan tidak lagi memiliki peran signifikan dalam dunia modern yang serba praktis. Mereka menyarankan agar filsafat dihapus saja dari pendidikan tinggi, dan menjadikan filsafat hanya sebagai mata pelajaran saja dari sekolah dasar hingga tingkat mahasiswa. 

Argumen yang sering muncul adalah bahwa banyak lulusan filsafat yang kesulitan mencari pekerjaan, atau akhirnya bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan latar belakang akademisnya. Filsafat dianggap terlalu teoritis dan tidak memberikan keahlian teknis yang langsung bisa diterapkan di pasar kerja.

Namun, apakah filsafat memang sebegitu tidak relevannya?

Kalau kita lihat dari segi keilmuan, filsafat, justru, adalah pondasi dari hampir seluruh bidang ilmu pengetahuan. Sebelum ada biologi, fisika, psikologi, atau ekonomi, pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang alam, manusia, pengetahuan, dan moralitas sudah diajukan oleh para filsuf. Bahkan, metode ilmiah yang menjadi dasar sains modern lahir dari semangat kritis dan rasional yang merupakan inti dari filsafat.

Selain itu, filsafat mengasah keterampilan berpikir kritis, kemampuan argumentasi logis, refleksi diri, serta kepekaan terhadap isu etis dan kemanusiaan---semua ini merupakan keterampilan penting di era informasi dan kompleksitas global seperti sekarang. Dunia modern bukan hanya membutuhkan inovasi teknologi, tetapi juga kebijaksanaan dalam menggunakannya. Justru ketika seorang saintist atau seorang pakar memahami filsafat secara mendalam, ia mampu memberikan makna pada apa yang ia ciptakan atau kembangkan : apakah itu bermakna baik untuk umat manusia, atau justru penemuan inovasi ciptaanya malah merusak dan menghancurkan kehidupan itu sendiri.

Sudut Pandang Pribadi: Filsafat sebagai Ruang Penemuan Diri

Sebagai seseorang yang bukan akademisi filsafat, tidak menekuni filsafat secara keilmuan ( mengkaji, merumuskan konsep, meneliti dan lain sebagainya ) tetapi hanya seorang peminat karya dan bacaan filosofis, saya justru menemukan manfaat paling besar dari filsafat bukan dalam aspek profesional, melainkan dalam dimensi eksistensial. Bagi saya, filsafat adalah ruang---atau bahkan wadah---dimana saya bisa berdialog dengan diri saya sendiri secara jujur dan mendalam.

Pertanyaan-pertanyaan seperti "Siapa aku?", "Dari mana aku berasal?", dan "Kemana aku akan pergi?" bukan sekadar pertanyaan spekulatif, melainkan cermin yang membuat saya semakin sadar akan eksistensi saya sebagai manusia. Filsafat membantu saya untuk menerima kenyataan bahwa saya tidak menghendaki kelahiran saya, saya tidak mengendalikan sepenuhnya hidup saya---namun justru dari sana, saya belajar bersyukur, menerima, dan berani menjalani hidup dengan apa adanya.

Filsafat memberi saya keberanian untuk menjadi lebih otentik: menerima perbedaan antara saya dan orang lain, mengenali kebutuhan saya sendiri, dan menyadari batas-batas saya. Dalam dunia yang sering mendorong kita untuk menjadi seperti orang lain, filsafat mengajarkan saya pentingnya menjadi diri sendiri---meski kadang itu berarti menempuh jalan yang tidak populer.

Saya juga belajar dari filsafat bahwa hidup ini absurd---penuh kontradiksi, tidak selalu masuk akal, dan sering kali tidak adil. Namun, sebagaimana dikatakan para filsuf eksistensialis, justru karena hidup absurd, kita ditantang untuk tetap menghidupinya dengan penuh makna. 

Mungkin benar bahwa filsafat adalah "menu canggih yang tidak ada hidangannya," sebagaimana yang dikatakan dengan nada sinis oleh sebagian orang. Tapi saya percaya bahwa bukan hanya tubuh dari manusia yang membutuhkan makanan, tapi ada juga jiwa yang perlu di suplai dan diberi makan. Dan salah satu hidangan super lezat untuk jiwa agar ia tidak tumbuh dan berkembang dalam kelaparan adalah filsafat itu sendiri---melalui gagasan, karya, dan percakapan yang dihasilkannya.

Penutup

Maka, apakah filsafat masih relevan di zaman ini? Jawabannya sangat tergantung pada bagaimana kita memaknai nilai dan tujuan dari pendidikan dan kehidupan. Jika kita percaya bahwa hidup tidak hanya tentang efisiensi dan produktivitas, tetapi juga tentang makna, refleksi, dan keotentikan, maka filsafat bukan hanya relevan---tetapi juga esensial. Ia mungkin tidak memberi kita semua jawaban, tapi ia membantu kita mengajukan pertanyaan yang tepat. Dan dalam banyak hal, itu lebih penting daripada sekadar jawaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun