Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Money

Indonesia Dijajah Feodalisme Para Koruptor

30 November 2011   02:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:01 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_146525" align="aligncenter" width="620" caption="Apakah Anggota Parlemen yang Cerdas dapat melihat Gejala Bencana Kebangsaan ini ? --- Sekali Layar Terkembang Surut Kita Berpantang !"][/caption]

Tidak mengagetkan --- Survey Integritas yang dilakukan KPK : ada 3 Kementerian yang terkorup dari 22Instansi Pusat yang diteliti.

Mereka itu adalah Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi; serta Kementerian Koperasi dan UKM.Budaya Korupsi telah dirasakan dan disaksikan oleh sebagian besar Rakyat --- ada hasil survey ataupun tiada.

Menurut ICW di Harian Kompas (30/11) --- Kepemimpinan Menjadi Kunci Perbaikan.Siapa itu Pemimpin dengan Leadership yang sudah dibekali Authority dan Responsibility ?

Tentunya Presiden RI, dan Para Menteri di semua jajaran dalam Hierarchi Pemerintahan, terutamanya

Masihkah ada harapan perbaikan ?Sepertinya Indonesia kini hidup di alam Feodalisme Para Koruptor. Rombak !

Kalau melihat praxis manajerial sampai saat ini --- pesimis Indonesia bisa diperbaiki.Karena Corporate Culture yang terbentuk tidak mengarah pada Restorasi --- tetapi secara Retrogresif melahirkan derivatif kinerja yang koruptif.

Mampukah Presiden RI mengemban tugas ini ?Pertama-tama ia harus memberi komando Gerakan Moral merombak Paradigma Birokrasi.Ia harus bertindak seperti Temujin alias Jinghis Khan --- menggerakkan pasukannya, bersamanya berpartisipasi menerabas semua sasaran perbaikan.

Ia tidak bisa mengandalkan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mengerjakan itu dalam sisa periode ini. Apalagi dengan cara direktif dan instruktif semacam masa lalu --- mengandalkan secara birokratis.Tidak akan berhasil.

Tidak akan berhasil --- memang di sana justru masalah intinya. Carporate Culture yang dianut para Birokrat.

PresidenRI harus mencamkan Kata-kata Bijak seorang Pengusaha Indonesia yang sukses …………….Mochtar Riyadi : ” ………. Untuk mengalahkan pesaing yang menunggang kuda yang kencang, --- kita harus menunggang kuda yang lebih kencang !”(kata-kata itu didapat di Majalah Management/Bisnis beberapa tahun yang lalu --- pada saat Indonesia dalam krisis multi dimensi 1997-1998 . Hasil wawancara dengan puteranya).

Mengapa kita bisa begitu sigap mengerahkan aparat dan pasukan apabila Bangsa menghadapi Bencana Nasional --- apakah Ancaman Korupsi dan fakta yang telah disaksikan, betapa ganasnya Budaya Korupsi melanda Indonesia --- tidak cukup untuk menyatakan Kerusakan ini merupakan Bencana Kebangsaan ?

Di mana sebenarnya akar masalah yang dihadapi Indonesia ini ?

“Indonesia amisso, calamitas emersa est “ --- Kehilangan Indonesia, menimbulkan bencana. Ungkapan ini berasal dari Bahasa Belanda :

Indie verloren ramspoed geboren, diucapkan oleh Perdana Menteri Belanda , Hendrik Colijn, 1938, ketika menanggapipetisi M. Soetardjo, anggotaParlemen Hindia Belanda, meminta Kemerdekaan Indonesia.

(Proverbia Latina, Pepatah-Pepatah Bahasa Latin, B.J. Marwoto – H. Witdarmono, Penerbit Buku Kompas, Jakarta – Oktober 2004).

Indonesia membutuhkan Pemimpin-Negarawan yang menjadi Pelopor Pembaruan, Revolusioner, melakukan perombakan Paradigma, dan Visioner terhadap Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pelaksanaan Konstitusi dengan konsekwen.

Dhalang Tukidjan ngedumel : “Ngandel Tali Gedebog” --- “Kepriben Je !” , CeletukKang Madrais.

Sambil tersenyum Encik Najib berkata : “ Ingat pepatah lame Cik, ‘Pelanduk melupakan jerat, tetapi jerat tidak melupakan pelanduk “

OOOOOOOOOh !

[MWA] (Pojok Koma’ Dot -17)

*)Ilustrasi ex Internet.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun