Mohon tunggu...
Mutiara Khadijah
Mutiara Khadijah Mohon Tunggu... Writer -

Psikologi | Foundily Indonesia | Blood for Life Chapter Bandung | Mentality Health Indonesia | Beswan #29 | #SadarIndonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

#FightStigma 3: Kepribadian Ganda atau DID

28 Agustus 2015   13:08 Diperbarui: 28 Agustus 2015   13:08 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang bisa dilakukan pada orang DID?

Mengembalikan pecahan-pecahan kepribadian atau alters kembali menjadi satu entitas kepribadian utuh adalah tujuan utama dalam menangani individu DID. Upayanya dapat dilakukan mulai dari mengenali setiap fungsi dan kemunculan alters, membantu alters untuk bisa melakukan coping atau penanganan stres dan trauma yang lebih adaptif, dan bernegosiasi pada setiap alters untuk mau dan bisa saling bekerja sama yang akhirnya akan melebur kembali menjadi satu kepribadian utuh, yakni dirinya sendiri (Lemke, 2007).

Melalui apa?

Banyak cara dilakukan para psikiater dan psikolog sebagai upaya menyatukan kembali alters menjadi satu kepribadian asli si pemilik tubuh, namun harus diakui bahwa menangani orang DID apalagi yang sudah berkepanjangan dan memiliki banyak alters sangatlah menantang. Hipnosis adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk bisa bernegosiasi dengan alters. Selain itu, psikiater juga biasanya akan memberikan obat-obat berjenis anti-depressan dan antipsikosis untuk mengurangi simptom lain pada DID, seperti simptom depresi dan trauma yang dialaminya.

 

[caption caption="Dukungan secara Emosional adalah Bantuan Tersederhana namun Bermakna"]

[/caption]

Sama halnya dalam dua artikel sebelumnya mengenai Skizofrenia dan Autisme, mengalami Kepribadian Ganda atau DID jelas bukan hal yang mudah bagi individu itu. Orang-orang DID tak jarang merasa letih akibat kelakuan alters-alters yang sebetulnya adalah pecahan kepribadiannya sendiri. Tak sedikit juga orang-orang DID yang kemudian merasa dirinya asing dan menilai dirinya sebagai monster. Mereka jelas lelah dan tak menginginkan itu terjadi. Dan dukungan keluarga serta lingkungan, dengan cara mencoba memahami perilaku orang-orang ini dan bukan mencemoohnya adalah cara paling sederhana yang bisa dilakukan. Mudah? Pasti sulit menerima kenyataan seseorang bertindak selalu berubah-ubah setiap saat. Tapi, jika kita menyadari bahwa orang DID itu sendiri juga pasti merasa lelah dan menderita akibat alters yang muncul bukan atas kemauannya, kita pasti bisa menjadi lebih empati terhadap orang-orang yang mengalami ini.

Dan satu lagi, sampaikan keluhan Anda pada orang yang lebih ahli seperti psikiater dan psikolog jika Anda merasa menemukan orang yang memunculkan simptom-simptom DID. Speak up and fight stigma!**

------------------

Referensi:

Susan Nolen. Abnormal Psychology Fifth Edition. 2011. New York: McGraw Hill Company.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun