Mohon tunggu...
Mutiara Khadijah
Mutiara Khadijah Mohon Tunggu... Writer -

Psikologi | Foundily Indonesia | Blood for Life Chapter Bandung | Mentality Health Indonesia | Beswan #29 | #SadarIndonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

#FightStigma 2 : Autisme

8 Agustus 2015   20:53 Diperbarui: 8 Agustus 2015   20:53 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu hal yang cukup penting adalah perhatian orang tua. Orang tua harus memperhatikan perkembangan anaknya. Jika terjadi hal yang janggal di awal perkembangan anaknya, seperti anak tidak merespon candaan orang tua dengan cooing atau giggling, tidak melihat ke arah mata orang tua, tidak ada minat interaksi dengan anak lain, terpaku pada satu hal terus menerus, dan sebagainya, orang tua harus cepat tanggap dan mengkonsultasikannya pada pakar perkembangan, psikolog klinis anak, dokter anak, atau pihak yang mahir di bidang ini. Hal itu akan sangat membantu untuk pendeteksian dini.

Pemberian obat juga kerap dilakukan guna mengatasi beberapa simtom autisme, seperti untuk aktivitas yang berlebihan (mendadak marah atau semacamnya). Pemberian atypical antipsychotic medication untuk mengurangi perilaku repetitifnya, Naltrexone guna mengurangi hiperaktifnya, dan stimulan untuk meningkatkan atensi sebagai contohnya. Selain itu, terapi psikososial yang mengkombinasikan teknik behavioral dan layanan edukasi juga kerap dipilih sebagai treatment bagi anak-anak autisme.

 

Meski hanya sedikit yang saya bagi pada artikel kali ini, namun sudah cukup bisa dibayangkan bagaimana sedihnya jika salah satu dari sanak keluarga kita mengalami autime ini. Sama seperti seorang yang mengalami skizofrenia, tidak ada satu pun orang yang mau mengalami autisme. Bayangkan saja, hidup dengan hambatan dalam komunikasi, interaksi sosial, serta hal-hal penting dalam keseharian lainnya. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya, merespon secara tidak tepat pada hal-hal sederhana, serta hal lain yang tidak ada satu pun orang di dunia ini mengharapkan itu terjadi padanya ataupun pada keluarganya.

Jadi, jika Anda sudah membaca artikel ini, tolong beritahukan pula pada sekeliling Anda untuk berhenti mendiskriminasi anak autisme. Caranya mudah, mulailah dengan berhenti menggunakan candaan istilah Autis. Autism is not a joke.

----------

Referensi:

Susan Nolen. Abnormal Psychology Fifth Edition. 2011. New York: McGraw Hill Company.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun