Mohon tunggu...
Mutia Zafirahana
Mutia Zafirahana Mohon Tunggu... Guru - Art Education Master Student at Indonesia University of Education (UPI) Bandung

Hula peeps, Assalamu'alaikum! I'm a Bachelor of Education with a great interest in music education, music psychology, music therapy, communication, and content creating world. I'm a communicative person with adaptability, who enjoys meeting new people, sharing ideas, and knowing a lot more of each other perspectives about happening things. Nice to meet you! :)

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Menghidupkan Tradisi, Membuka Peluang: Gamelan Jawa dan Terapi Musik pada Individu dengan Autisme

4 Juni 2023   06:00 Diperbarui: 7 Juni 2023   15:12 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://id.pinterest.com/pin/401453754259899063/

Musik telah lama diakui sebagai bentuk terapi yang kuat dan bermanfaat bagi individu dengan ASD (Autism Spectrum Disorder). Di Indonesia yang merupakan negara dengan keragaman budaya dan kekayaan warisan musik tradisional, terapi musik menggunakan musik tradisional dapat menjadi sebuah pilihan pendekatan yang menarik dan berpotensi dalam membantu individu dengan ASD.

Eksistensi terapi musik menggunakan musik tradisional di Indonesia tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya di negara ini, tetapi juga menghargai keunikan dan kekhasan individu dengan ASD. Musik tradisional Indonesia seperti gamelan Jawa, angklung Sunda, dan alat musik tradisional lainnya menghadirkan kekhasan ritme, melodi, dan harmoni yang dapat merangsang respons sensorik dan emosional pada individu dengan ASD.

Salah satu keunggulan terapi musik tradisional adalah kemampuannya dalam menciptakan pengalaman multisensory yang menarik. Ketika individu dengan ASD terlibat dalam musik tradisional, mereka dapat merasakan getaran alat musik, melihat gerakan dan visual yang khas, serta merespons secara emosional terhadap suara yang mengisi ruangan. Hal tersebut dapat berperan salah satunya dalam meningkatkan keterampilan komunikasi pada individu dengan ASD.

Dalam komunikasi dikenal dua kode yaitu komunikasi verbal dan nonverbal. Desak (2016) menyatakan bahwa komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. 

Pesan-pesan nonverbal memiliki pengaruh besar dalam komunikasi. Pesan atau simbol-simbol nonverbal lebih rumit untuk diinterpretasikan daripada simbol-simbol verbal. 

Bahasa verbal seringkali beriringan dengan bahasa nonverbal, seperti saat kita mengatakan "ya" sambil menganggukkan kepala. Komunikasi nonverbal lebih jujur dalam menyampaikan apa yang ingin disampaikan karena bersifat spontan. 

Salah satu jenis komunikasi nonverbal adalah Affect Displays yang merujuk pada gerakan tubuh terutama ekspresi wajah yang menunjukkan perasaan dan emosi. 

Contohnya termasuk ekspresi kesedihan dan kegembiraan, kelemahan dan kekuatan, semangat dan kelelahan, serta kemarahan dan ketakutan. Terkadang ekspresi ini ditampilkan secara sadar atau tanpa disadari. Affect Displays dapat mendukung atau bertentangan dengan pesan verbal yang disampaikan.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V menjelaskan kriteria individu dengan ASD salah satunya adalah keterbatasan dalam perilaku komunikasi nonverbal yang digunakan untuk berinteraksi sosial, di mana dapat meliputi berbagai hal, mulai dari kesulitan dalam menggabungkan komunikasi verbal dan nonverbal secara efektif, hingga adanya kelainan dalam kontak mata dan bahasa tubuh atau kekurangan dalam pemahaman dan penggunaan gerakan tangan. Bahkan, dapat terjadi kekurangan ekspresi wajah dan kesulitan dalam komunikasi nonverbal secara menyeluruh. 

Markam (1992) mengajukan dimensi pengalaman emosi yang terkait dengan pemberian nama-nama emosi, kemudian melakukan kajian deskriptif terhadap nama-nama emosi tersebut menggunakan pendekatan teori kognitif. Emosi-emosi negatif seperti sedih, marah, dan takut, sedangkan kebahagiaan memiliki nilai yang positif.

Erwin dan Faridah (2013) meneliti pengaruh musik gamelan Jawa terhadap ekspresi wajah positif pada anak dengan ASD. Kriteria subjek penelitian di antaranya adalah berusia antara 7-12 tahun, dapat berhitung mulai dari angka 1-10, serta mampu memahami instruksi. Subjek diberikan treatment musik gamelan Jawa selama 12 hari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun