Ukuran prestasi dalam kerangka kontrol manajemen bertindak sebagai alat untuk meningkatkan peluang kesuksesan penerapan strategi organisasi. Penting untuk mempertimbangkan apa yang esensial untuk diukur, menyelesaikan apa yang diukur, memberikan insentif untuk apa yang diselesaikan, dan memastikan bahwa yang mendapat insentif merupakan hal yang krusial.
Sistem pengendalian finansial memiliki kelemahannya. Hal ini bisa mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan visi jangka panjang perusahaan. Manajer unit bisnis mungkin tidak melakukan langkah strategis untuk jangka panjang. Terfokus pada laba jangka pendek bisa mempengaruhi komunikasi antara manajemen unit bisnis dan manajemen senior. Selain itu, kontrol keuangan yang ketat bisa mendorong manipulasi data finansial.
Sistem evaluasi kinerja terkait erat dengan balanced scorecard, sebuah sistem evaluasi. Pendekatan ini mempertimbangkan empat dimensi utama:
1. Keuangan, seperti margin laba dan arus kas.
2. Pelanggan, termasuk pangsa pasar dan kepuasan pelanggan.
3. Bisnis Internal, melibatkan retensi karyawan dan efisiensi operasional.
4. Inovasi dan Pemberdayaan, termasuk inovasi produk dan persentase evaluasi.
Tujuan dari balanced scorecard adalah menciptakan harmoni antara metrik strategis dalam mencapai visi perusahaan. Untuk menerapkannya, eksekutif perlu memilih kombinasi indikator yang mencerminkan kinerja finansial, hubungan sebab-akibat, dan gambaran keseluruhan kondisi perusahaan.
Evaluasi kinerja juga mempertimbangkan aspek lain, menghasilkan indikator hasil dan pemicu. Indikator hasil menunjukkan realisasi dari suatu strategi, sementara indikator pemicu mengidentifikasi kemajuan awal dalam implementasi strategi. Keduanya saling terkait; jika ada ketidaksesuaian antara indikator hasil dan pemicu, strategi mungkin perlu direvisi.
Proses penerapan sistem evaluasi kinerja melibatkan langkah-langkah seperti mendefinisikan strategi, menetapkan metrik, integrasi metrik ke dalam manajemen, dan evaluasi berkala.
Kendala dalam penerapan evaluasi kinerja dapat timbul dari ketidaksesuaian antara metrik non-keuangan dan hasil, fokus berlebihan pada indikator finansial, kurangnya pembaruan metrik, penggunaan terlalu banyak metrik, atau kesulitan dalam menyeimbangkan prioritas.