Mohon tunggu...
Mutiara Rich
Mutiara Rich Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Tadris Biologi UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Nasi Bicara tentang Alam: Makna Etnobiologi dibalik Tradisi Tumpeng Jawa

14 Oktober 2025   20:38 Diperbarui: 14 Oktober 2025   20:47 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar Tumpeng (sumber : kolomdesa)

Harmoni dalam Sebuah Kerucut Nasi

Bagi masyarakat Jawa, tumpeng bukan sekadar makanan. Ia adalah doa yang diwujudkan dalam bentuk nasi berbentuk kerucut lambang hubungan manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama. Bentuknya yang menjulang ke atas menggambarkan perjalanan spiritual manusia menuju Yang Maha Tinggi, sementara butiran nasinya melambangkan kebersamaan dan kekuatan yang muncul dari persatuan. Nama tumpeng sendiri berasal dari ungkapan tumapaking penguripan-tumindak lempeng-tumuju Pangeran, yang berarti “menata kehidupan dengan lurus menuju Tuhan” (Ed-dally, 2019).

Tumpeng dalam Kacamata Etnobiologi

Dalam perspektif etnobiologi, tumpeng menjadi simbol hubungan timbal balik antara manusia dan alam. Etnobiologi mempelajari bagaimana manusia memahami, memanfaatkan, dan memberi makna pada sumber daya hayati yang ada di sekitarnya (Setiono, 2020).

Setiap bahan dalam tumpeng bukan sekadar pelengkap rasa, tetapi sarat makna ekologis:

  • Nasi (Oryza sativa): lambang kehidupan dan kemakmuran.

  • Ayam ingkung (Gallus domesticus) : melambangkan ketundukan dan doa yang khusyuk.

  • Telur ayam : menggambarkan kesetaraan dan fitrah manusia.

  • Ikan teri (Stolephorus sp.) : menandakan kerukunan dan kebersamaan.

  • Sayur urap (kangkung, bayam, taoge, kacang panjang, dan bawang merah) : melambangkan perlindungan, ketentraman, pertumbuhan, dan kebijaksanaan.

Dari bahan-bahan itu terlihat bahwa masyarakat Jawa memiliki pengetahuan ekologis tradisional yang mendalam mereka memahami fungsi tumbuhan dan hewan dalam kehidupan sehari-hari, serta mengaitkannya dengan nilai spiritual dan sosial (Ningsih & Pujawati, 2016).

Makna Sosial dan Nilai Kearifan Lokal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun