Dunia maya menjadi sangat sibuk sejak pandemi Covid-19 dinyatakan sudah musnah dari Ibu Pertiwi. Seperti seorang anak kecil yang sedang berada di masa golden age mereka, dimana segala sesuatu menjadi hal yang wajib untuk dikonfirmasi kejelasannya, tanpa ada yang selayaknya dirahasiakan untuk diri mereka. Begitulah kondisi dunia maya sekarang ini. Era digitalisasi memperkuat ketertarikan setiap individu untuk dapat mempublikasikan apa yang menurut mereka layak untuk diketahui khalayak ramai. Mereka tidak tertarik untuk menutup-nutupi segala sesuatu. Alur ini membuat mereka yang menjadi receiver cenderung bertanya lebih lanjut tentang isi dari publikasi yang kadang terkesan sangat tiba-tiba. Para pitcher (dalam hal ini berarti mereka yang melempar foto untuk dinikmati oleh orang lain) pun tidak segan-segan untuk memberikan jawaban dan tanggapan atas keingintahuan publik.
Fenomena "photo flood" yang memang terkadang sengaja dipaparkan dengan mengusung beraneka macam aspek kehidupan, acapkali datang membanjiri beranda dan status akun pemiliknya. Dengan dalih yang bervariasi, seperti 'memori HP penuh', 'dibuang sayang', atau bahkan 'simpan di sini dulu, yah, untuk kenang-kenangan!', sebenarnya itu hanyalah dalih semata, dengan tujuan utama dan sebenarnya hanyalah untuk menunjukkan eksistensi mereka atas hobby, kesukaan, atau selera masing-masing. Para pemilik seperti hendak berlomba-lomba untuk menunjukkan tingkat produktivitas mereka dalam hal kuliner, wisata, seni, dan lain sebagainya. Terkadang perlombaan ini dimaksudkan juga untuk menaikkan citra dan derajat setiap individu di mata pertemanan atau bahkan orang yang hanya mereka kenal di dunia maya itu sendiri.
Dari foto-foto yang bermunculan tersebut, pasti ada salah satu yang pada akhirnya dipasang sebagai foto profil mereka. Entah itu foto dari aktivitas terbaru ataupun foto dari aktivitas yang sudah lama terjadi. Entah itu foto profil di akun sosial media, atau pun foto profil di nomor Whatsapp mereka. Entah itu dilakukan update secara berulang kali, sesekali saja, atau bahkan memang tidak pernah berganti sejak awal terjalin pertemanan atau terhubung secara kontak dengan mereka. Jika diamati dengan lebih mendalam, semua foto profil itu memberikan arti yang berbeda-beda untuk setiap individu. Foto profil bertemakan keindahan alam, tempat tertentu, makanan, seni, otomotif, flora, fauna, keluarga, diri sendiri, dan lain sebagainya pastinya akan memberikan kesan yang berbeda satu sama lain. Kesan yang dapat menggambarkan karakteristik, pribadi, dan tipe dari sang pemilik foto.
Yang paling sering dijumpai adalah foto profil yang menampilkan diri pribadi. Mereka yang memasang foto profil dirinya sendiri pastilah tidak ingin menampilkan foto yang berkualitas rendah. Kualitas dalam arti raut muka ataupun latar belakang dalam foto profilnya. Sebaliknya, foto terbaiklah yang akan dipilih untuk dijadikan sebagai foto profil dirinya. Hasrat untuk ingin diakui keberadaannya di dalam status sosial dan ekonomi, menjadi motivasi untuk menampilkan yang terbaik dari yang terbaik. Jika sang pitcher memasang foto dengan latar belakang tertentu, bisa dipastikan maksudnya adalah untuk mengkomunikasikan kepada para penerima, bahwa dirinya sudah pernah berada di lokasi yang dimaksud ataupun di situasi yang terjadi pada saat foto diambil. Kondisi ini bahkan cenderung bermaksud untuk menarik perhatian dan membangun engagement dengan kelompok atau individu lain, terlebih lagi yang memiliki kualitas sosial dan ekonomi yang lebih di atas mereka. Para pemilik akan memasang foto dengan kualitas yang paling akuntabel untuk dirinya.
Namun, lain halnya untuk individu yang memasang foto profil diri sendiri tanpa latar belakang tempat atau suasana tertentu. Sebenarnya hal ini bukan berarti mereka tidak percaya diri untuk menampilkan foto profil seperti itu, namun lebih kepada kecenderungan untuk memasang foto profil yang layak dan wajar untuk dipublikasikan. Tetapi, tidak bisa dipungkiri, bahwa, walaupun tanpa latar belakang foto yang mencolok, tetap saja foto dengan kualitas terbaiklah yang akan dipilih, baik itu dalam busana setelan formal dengan jas atau blazer (seperti untuk melamar kerja, ijazah, atau sidang skripsi), ataupun busana formal tapi santai tanpa setelah jas atau blazer (seperti untuk pembuatan KTP, surat atau buku nikah, serta paspor).
Untuk foto paspor sendiri, biasanya individu telah mempersiapkan busana yang akan membuat dirinya merasa lebih bernilai, dengan tetap menganut kepada pembatasan cara berpakaian untuk pengambilan foto paspor. Setiap juga mempersiapkan penampilan wajahnya dan melatih senyuman untuk mendapatkan hasil yang cemerlang dan gemilang. Kemudian muncul pertanyaan perihal alasan mengapa mereka harus bertekad seperti itu hanya untuk pembuatan foto paspor? Jawabannya sederhana, karena orang yang bertujuan membuat paspor, pastilah akan melakukan perjalan ke negara lain. Dan di setiap negara, bahkan dari sejak dari wilayah negara Indonesia sendiri, kita harus melewati perbatasan imigrasi, dan pada saat itulah orang lain akan melihat foto profil pada paspor kita. Dan ini merupakan suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri, mengingat foto profil tersebut dapat menaikkan nilai jual diri kita di mata orang lain dan negara lain.
Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian setuju dengan pendapat ini?
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI