Mohon tunggu...
Mutiara Nimas
Mutiara Nimas Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Psikologi UM 2016

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peran Jokowi dalam Konflik Wamena

24 Oktober 2019   07:17 Diperbarui: 24 Oktober 2019   18:24 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus di Wamena saat ini menjadi perhatian rakyat Indonesia, dibutuhkan pendalaman yang serius karena kasus ini telah  menjatuhkan banyak korban. Tidak hanya itu para demonstran juga melakukan tindakan yang anarkistis dengan membakar rumah-rumah serta kiso-kios warga. Korban berjatuhan terjadi karena adanya bentrok antara para demonstran dengan petugas keamanan yaitu TNI dan Polri.

Menurut Presiden Jokowi kasus yang terjadi di Wamena berawal dari konflik siswa dan guru disertai dengan adanya berita hoax yang menjadi  kasus tersebut membesar hingga sampai adanya korban yang berjatuhan. Di Istana, Jokowi juga menyampaikan bahwa aparat keamanan akan membantu dan mengamankan kerusuhan dan melindungi semua warga.

Dalam kajian psikologi politik, saat ini demonstran melakukan tindakan anarkistis dan represif karena adanya ketidak patuhan. Namun berdasarkan eksperimen milligram, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang salah satunya bagaimana perintah itu diberikan. Dalam menangani kasus demonstran banyak terjadi tindakan ricuh baik dari pihak demosntran dan dari pihak aparat.

Sehingga membuat para demonstran melakukan ketidakpatuhan karena petugas aparat dalam memberikan perintah justru bersikap yang kurang sesuai dengan apa yang diharapkan para demonstran. Dalam penelitian ini juga diungkapkan bahwa kita semua mampu melanggar prinsip dan nilai-nilai ketika ditempatkan dalam situasi yang memaksakam sesuatu yang dianggap "sah".

Presiden Jokowi juga menghimbau untuk tidak merubah konflik di Wamena menjadi konflik kelompok etnis. Karena menurut Presiden Jokowi, ada kelompok bersenjata yang turut memperbesar konflik di Wamena dan saat ini Jokowi dan aparat yang bertugas sedang berusaha membuktikan itu. Dalam penyampaian statement tersebut terjadi proses kognisi dan pemrosesan informasi oleh Presiden Jokowi, yang dalam ranah psikologi politik Jokowi sedang menggunakan heuristis ketersediaan adalah sebuah strategi untuk membuat keputusan yang dipengaruhi berdasarkan mudah atau tidaknya suatu informasi didapat.

Hal ini juga turut mempengaruhi emosi yang terjadi ketika mengambil keputusan, Presiden Jokowi seolah mengungkapkan bahwa akan menindak tegas oknum bersenjata yang turut memperbesar konflik di Wamena. Ada dua peran emosi yang ada yaitu yang pertama, membentuk sistem disposisi yang memengaruhi respon terhadap situasi normal. Yang kedua yaitu menjalankan situasi peran, pengawasan, menyiagakan terhadap situasi baru yang mengancam.

Sebagai Kepala Negara, Jokowi juga menghimbau kepada semua pihak untuk tidak terprovokasi terhadap apa yang terjadi dan harap mengkaji ulang berita-berita yang ada sebelum disebarkan. Karena media sangat berperan dalam pembentukan opini di masyarakat, media memiliki kekuatan karena dengan media informasi sebenarnya dapat diubah, ditutupi, dikurangi, dipoles sedemikian rupa hingga terciptanya suatu opini yang diharapakan oleh oknum-oknum pembuat berita.

Dalam psikologi politik, ketika individu telah mendapatkan suatu informasi, akan terjadi pemrosesan informasi, akan terbentuk skema yang masing-masing individu akan berbeda dan hal ini akan sangat mempengaruhi apa yang diyakini individu tersebut. Yang bahaya ketika informasi yang didapat individu tersebut salah, sehingga membuat apa yang diyakini ikut salah, hal ini tentu akan berpengaruh terhadap sikap yang diambil oleh individu tersebut.

Oleh karea itu, diharapkan media berperan netral dan mengungkapkan berita yang sebenar-benarnya agar masyarakat tidak tergiring dengan opini yang salah.

Berita-berita yang ada dalam konflik di Wamena banyak mengungkapkan himbauan untuk tenang, akhirnya yang terjadi masyarakat di luar Wamena yang tidak mengetahui kejadian aslinya menjadi tenang dan mengarah ke apatis, karena opini yang dibentuk bahwa di Wamena aman dan tenang.

Media diharapkan juga mengangkat berita dari sudut pandang warga-warga wamena yang terasa dampak kericuhannya, demonstran, dan aparat. Sehingga masyarakat diluar wamena akan turut merasakan dan mengetahui kejadian asli baik dari segi aparat, pemerintah, maupun  warga di Wamena.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun