Gadis di Terminal
"Day, besok saja pulangnya?" cegah, Ayu untuk kesekian kalinya.Â
"Gak mungkin lah, Yu, udah beli tiket," jawabku dengan alasan logis.Â
"Kamu gak inget, kata ibumu kemaren? Gak boleh berpergian hari sabtu."
"Itu kan cuma mitos?"
"Bukan masalah mitosnya, tapi restu orang tua yang aku pegang. Aku gak pengen, kamu mengalami hal yang pernah aku alami."
"Jangan khawatir, do'ain aja ya," ucapku sambil menepuk pundak Ayu, pelan. Kemudian bergegas naik bus bernomer seri sama dengan yang tertera pada selembar tiket di tanganku.Â
Dari kaca jendela, tampak Ayu masih berdiri menatap bus yang membawaku pergi. Jauh meninggalkan gadis yang menjadi kekasihku selama setahun ini.Â
Aku beralih ke obyek lain seiring laju bus yang semakin jauh meninggalkan kota Jakarta menuju kampung halaman. Hingga tak terasa aku terlelap. Mungkin pengaruh obat anti mabuk yang diminum sebelum berangkat.Â
Banjaran! Banjaran! Banjaran!"
Seperti sebuah alarm, suara nyaring kondektur membawa jiwaku kembali pada kesadaran penuh. Setelah tertidur selama perjalanan Cikarang-Cilacap.Â
"Kiri!" teriakku.
Sambil berpegangan pada punggung jok penumpang belakang. Aku berdiri dengan susah payah dengan kondisi tubuh lelah dan mengantuk.